Homili 23 Oktober 2014 (Keluarga)

Hari Kamis, Pekan Biasa XXIX
Ef 3: 14-21
Mzm 33:1-2.4-5.11-12.19-19
Luk 12:49-53

Keluarga antara berkat dan kutuk

P. John SDBPada pagi hari ini seorang yang belum saya kenal mengirim sebuah pesan singkat untuk mendoakan keluarganya. Barusan terjadi pertengkaran di dalam keluarga antara orang tua dan anak sehingga anak terancam untuk diusir keluar dari rumah. Saya berjanji untuk mendoakan keluarga ini supaya tetap sehati dan sejiwa dan tinggal dalam satu atap yang sama. Memang setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan maka dalam hidup bersama selalu ada konflik tertentu. Sebenarnya konflik itu bisa menjadi peluang untuk lebih mengasihi satu sama lain. St. Paulus mengatakan bahwa kasih itu tidak berkesudahan (1Kor 13:8).

Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus mendoakan jemaat di Efesus: “Aku sujud kepada Bapa yang dari padaNya semua turunan yang di dalam surga dan di bumi menerima namanya. (Ef 3:14-15). Sebagai seorang pemimpin dan pengajar jemaat, Paulus memiliki tugas mulia untuk mendoakan dan meneguhkan jemaat Allah. Di dalam doanya terdapat motivasi-motivasi tertentu yakni, pertama, supaya Tuhan melindungi menurut segala kekayaan dan kemuliaanNya (Ef 3:16), Kedua, kekuatan internal yakni karya Roh Kudus (Ef 3:16). Ketiga, Kristus diam di dalam hati (Ef 3:17). Keempat, Cinta kasih menjadi akar dan dasar di dalam keluarga (Ef 3:17).

Bagi Paulus, dengan kuasa dan kasih Yesus maka keluarga-keluarga akan memiliki kekuatan baru baru dari Tuhan. Inilah doa Paulus: “Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.” (Ef 3:18-19).

Paulus tentu memiliki harapan yang besar supaya keluarga-keluarga Kristiani memiliki kepenuhan dalam Allah. Masalahnya adalah manusia selalu egois dan sulit untuk membuka dirinya pada Tuhan. Injil diwartakan, Roh Kudus dicurahkan tetapi manusia menolaknya.

Tuhan Yesus datang untuk melemparkan api ke bumi dan mengharapkan supaya api itu telah menyalah (Luk 12:49). Ia tidak membawa damai tetapi pertentangan. Misalnya, banyak keluarga, banyak perkawinan berlangsung sampai hidup bersama karena motivasi-motivasi yang tidak jelas. Misalnya karena ketakutan, overdosis obat terlarang, keuangan dan kebingungan. Sejauh keluarga-keluarga mengalami hal-hal ini maka keluarga-keluarga itu tidak akan merasakan apa yang Tuhan kehendaki bagi mereka. Keluarga-keluarga butuh pembaharuan hidup dalam Roh.

Keluarga-keluarga yang tidak hidup di dalam Roh akan merasakan banyak pertentangan. Berkaitan dengan hal ini, Yesus misalnya: “Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.” (Luk 12:52-53). Keluarga seperti ini adalah sebuah kutukan bukan berkat.

Saya mengakhiri renungan ini dengan mengutip seorang Motivator Indonesia yakni Mario Teguh. Ia berkata: “Bahagia bukan semata uang dan harta. Jangan lupa keluarga dan buatlah dirimu berguna buat orang lain. Kalau sudah begitu, kamu akan bahagia.”

Mari kita budayakan tradisi doa bersama di dalam keluarga. Paulus mendoakan keluarga-keluarga supaya merasakan kepenuhan Allah. Keluarga adalah gereja domestik, tempat kita menimba air kehidupan yakni Roh Allah yang selalu bekerja di dalam keluarga.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply