Homili 20 Januari 2015

Hari Selasa, Pekan Biasa II
Ibr. 6:10-20
Mzm. 111:1-2,4-5,9,10c
Mrk. 2:23-28.

Tuhan selamanya ingat akan perjanjian-Nya

Fr. JohnBeberapa hari yang lalu saya berbincang-bincang dengan beberapa siswa yang beragama Islam. Pokok perbincangan kami saat itu adalah bagaimana setiap orang bisa memenuhi janjinya kepada sahabat-sahabatnya. Mereka mengakui bahwa banyak orang boleh berjanji tetapi hanya sedikit yang menepati janjinya. Salah seorang di antara siswa yang hadir mengutip salah seorang sahabat nabi Muhammad SAW bernama Saidina Ali Bin Abi Talib. Beliau pernah berkata: “Jangan membuat keputusan ketika anda sedang marah. Jangan membuat janji sewaktu anda sedang gembira.” Kami semua terdiam dan saling memandang satu sama lain. Mungkin satu kecendrungan kita adalah membuat janji yang muluk-muluk pada saat kebahagiaan masih memihak kita semua. Sekarang cobalah anda pikirkan dalam hidupmu. Anda dan saya adalah orang-orang yang suka memberi janji saat bahagia dan tidak berani berjanji saat ada kesusahan.

Antifon dari Mazmur Tanggapan pada hari ini adalah: “Tuhan selamanya ingat akan perjanjianNya.” (Mzm 111:5). Dari bunyi antifon ini, kita semua bisa mengerti bahwa Tuhan itu setia kepada umatNya. Ia tidak hanya berjanji saja tetapi menepati semua janjiNya kepada manusia. Banyak contoh di dalam Kitab Suci yang menggambarkan bahwa Tuhan berjanji dan selalu menepati janjiNya. Misalnya, Tuhan berjanji untuk menyelamatkan Nuh dan keturunannya dari air bah (Kej 6:18-22). Tuhan berjanji untuk memberi keturunan kepada Abraham dan Sara (Kej 17:19). Tuhan berjanji melalui para nabi tentang kadatangan Yesus PuteraNya.

Isi dari Mazmur Tanggapan hari adalah rasa syukur kepada Tuhan atas segala karyaNya. Pemzmur berdoa: “Aku bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan di tengah jemaat. Besarlah perbuatan-perbuatan Tuhan, layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya.” Kita semua pasti merasakan kasih dan kebaikan Tuhan. JanjiNya kepada kita selamanya tidak berubah maka balasan dari kita adalah bersyukur dengan segenap hati kepadaNya.

Kita juga bersyukur kepada Tuhan karena perbuatan-perbuatanNya yang ajaib bagi kita semua. Pemazmur berdoa: “Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dijadikan peringatan; Tuhan itu pengasih dan penyayang. Kepada orang takwa diberikan-Nya rezeki. Selama-lamanya Ia ingat akan perjanjian-Nya.” Di samping perbuatan ajaib, Tuhan juga memberikan kebebasan kepada umat-Nya, Ia menetapkan perjanjian untuk selama-lamanya; kudus dan dahsyatlah nama-Nya! Dia akan disanjung sepanjang masa.

Penulis Surat kepada umat Ibrani menegaskan bahwa “Ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya, kata-Nya: “Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak.” (Ibr 6:13-14). Sikap bathin Abraham adalah menanti dengan sabar sehingga bisa menerima apa yang dijanjikan oleh Tuhan kepadanya. Abraham memiliki iman yang besar kepada Jahwe maka janji Tuhan kepadanya menjadi nyata. Ia percaya akan nyata dan benar adanya.

Hidup di hadirat Tuhan juga bermakna ketika kita memiliki pengharapan. Bagi penulis kepada jemaat Ibrani, pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya. (Ibr 6: 19-20). Orang yang memiliki harapan akan janji Tuhan, di dalam hidupnya akan mengalir sungai rahmat yang tiada hentinya.

Janji Tuhan adalah jani kasih. Di dalam bacan Injil hari ini, mengisahkan perjalanan Yesus dan para muridNya di ladang gadum pada hari Sabat. Para muridNya memetik bulir gandum dan memakannya karena mereka lapar. Hal ini menimbulkan perselisihan kaum Farisi dan Yesus. Kaum Farisi berpegang teguh pada Torah untuk menguduskan hari Sabat. Tetapi Yesus berkata: “Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.” (Mrk 8: 24-28).

Sabda Tuhan mengingatkan kita hari ini untuk belajar dari Tuhan supaya setia dalam panggilan kita masing-masing. Untuk merasakan janji Tuhan maka kita harus memiliki harapan kepada Tuhan. Mari memuji Tuhan selama-lamanya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply