Homili Hari Minggu Prapaskah I/B – 2015

Hari Minggu Prapaskah I/B
Kej. 9:8-15
Mzm. 25:4b-5ab,6-7bc,8-9
1Ptr. 3:18-22
Mrk. 1:12-15

Mengalami Padang Gurun Saat Ini!

Fr. JohnSaya memiliki sebuah kenangan indah ketika masih belajar di Yerusalem. Setiap masa prapaskah, kami melakukan perjalanan rohani dari Betlehem menyeberangi padang gurun menuju ke Laut Mati. Dengan bekal ijin dari komando tentara Israel, kami boleh melewati jalan setapak, tanpa menyentuh sampah apa pun dalam perjalanan. Perjalanan di tempuh dalam waktu 6-7 jam. Padang gurun adalah sebuah tempat yang membantu kita berpikir tentang pergumulan hidup kita. Kita bergumul dengan diri kita sendiri dan bergumul dengan lingkungan hidup kita. Mengapa saya katakan sebuah pergumulan? Karena masing-masing orang harus berjuang untuk hidup. Di depan mata kita ada saja bahaya yang kita hadapi: hewan buas dan liar menjadi satu ancaman, kalau tersesat akan menimbulkan kesulitan besar karena harus berjuang untuk bertahan hidup dengan mencari air dan makanan. Berada di tengah padang gurun itu sama dengan berada di tengah laut, hanya bisa melihat kaki langit, tanpa ada gunung dan bukit apa pun. Secara rohani padang gurun menjadi tempat terpencil di mana kita bisa memurnikan diri kita, membaharui diri kita supaya layak bagiNya.

Hari ini adalah hari kelima dalam masa prapaskah. Hari Minggu pertama dalam masa Prapaskah biasa dikenal dengan Hari Minggu padang gurun dan permenungan kita berfokus pada godaan-godaan setan yang dialami oleh Tuhan Yesus di padang gurun. Penginjil Markus mengisahkan bahwa setelah Yesus dibaptis di sungai Yordan, Roh memimpinNya ke padang gurun. Ia tinggal selama empat puluh hari dan empat puluh malam lamanya dan dicobai setan. Di padang gurun hanya ada hewan-hewan liar yang ada bersamaNya dan malaikat-malaikat datang melayaniNya. Penginjil Markus menceritakan bahwa setelah Yohanes Pembaptis ditangkap Herodes, Yesus datang ke Galilea untuk memberitakan Injil Allah. Pokok pewartaan Yesus adalah: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” (Mrk 1:15).

Mengapa Tuhan Yesus dibawa ke padang gurun oleh Roh untuk dicobai setan? Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengajarkan bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh manusia dan sebagai bagian dari kemanusiaan itu, Ia pun sungguh-sungguh dapat dicobai. Dalam Yesus Kristus, kita tidak mempunyai penebus “yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibr 4:15; KGK, 538-540.566).

Pertanyaan lain yang bisa muncul adalah: mengapa angka empat puluh itu penting dalam permenungan kita pada pekan pertama Prapaskah ini? Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama empat puluh hari merupakan masa pencobaan sekaligus persiapan untuk masuk dalam Perjanjian dengan Allah. Di dalam Kitab Kejadian (bacaan pertama), kita diingatkan akan air bah selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Tuhan menurunkan hujan untuk membinasakan makhluk lama dan membaharuinya melalui keturunan Nuh. Setelah banjir redah, Tuhan membuat perjanjian dengan Nuh dan keturunannya (Kej 9: 8-15).

Inilah isi perjanjian antara Tuhan dan Nuh: “Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi. Apabila kemudian Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di awan, maka Aku akan mengingat perjanjian-Ku yang telah ada antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, segala yang bernyawa, sehingga segenap air tidak lagi menjadi air bah untuk memusnahkan segala yang hidup.” (Kej 9:12-15).

Dalam kacamata kristiani, air bah dalam Kitab Kejadian ini melambangkan pembaptisan yang kini bisa menyelamatkan kita. St. Petrus dalam bacaan kedua, mengatakan bahwa Kristus wafat satu kali untuk segala dosa kita. Ia rela wafat supaya bisa membawa kita kepada Allah. Ia memang dibunuh dalam keadaan sebagai manusia tetapi dibangkitkan menurut Roh. Air bah dengan sarana bahtera menyelamatkan Nuh sekeluarga. Air pembaptisan menyelamatkan orang yang percaya kepada Kristus. Air baptis bermanfaat untuk menyelamatkan dan menguduskan.

Kita kembali lagi kepada pentingnya memahami angka empat puluh dalam masa Prapaskah ini. Kita semua mengingat kembali ketika Tuhan membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir. Mereka harus melewati padang gurun Sinai. Ketika berada di Sinai, Musa naik ke atas gunung Tuhan dan tinggal di sana selama empat hari dan empat malam untuk berdoa dan berpuasa (Kel 24:18). Setelah melewati kebersamaan dengan Tuhan selama empat puluh hari dan empat puluh malam maka Tuhan membuat perjanjian dengan Israel melalui Musa. Nabi Elia juga pernah melawan Israel dan 400 imam Baal yang menyembah berhala (1Raj 18:20-40), kemudian ia berjalan kaki ke gunung Sinai selama empat puluh hari dan empat puluh malam (1Raj 19:8). Di gunung Sinai, Tuhan mengingatkan Elia untuk membantu Israel sebagai umat yang akan mengakuiNya sebagai satu-satunya Tuhan dan Allah mereka.

Angka empat puluh menjadi penting pada awal pelayanan Yesus di depan umum. Sebagaimana dikisahkan Penginjil Markus, setelah Yesus dibaptis di sungai Yordan, Ia dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun untuk dicobai sebelum Ia melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa dengan menghadirkan Kerajaan Allah. Setelah lulus dari godaan di padang gurun, Yesus menghadirkan kerajaan Allah dengan ajakan yang menarik yakni “bertobat” dan “percaya kepada Injil”. Bertobat berarti mengubah cara hidup, cara berpikir, disposisi bathin, pilihan hidup sehingga hanya Tuhan Yesus saja yang bisa menguasai hidup kita. Percaya berarti mengarahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan Yesus yang mewartakan Kabar Sukacita. Dari Tuhan Yesus, kita bisa mengenal Allah Bapa yang begitu baik karena mengutus Yesus PuteraNya untuk menebus kita semua.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada pekan Prapaskah pertama ini mengingatkan kita untuk beberapa hal ini:

Pertama, Kita memulai masa Prapaskah dengan merenungkan tentang godaan-godaan dari iblis untuk Yesus. Semua godaan yang dialami Yesus adalah godaan bagi kita secara pribadi saat ini yakni kuasa, harta dan kehormatan. Iblis selalu ada dan siap menggoda anda dan saya. St. Petrus mengatakan bahwa iblis itu seperti singa yang mengaum-ngaum mencari orang yang dapat ditelan (1Ptr 5:8). Pada malam paskah kita akan membaharui janji baptis untuk menolak setan.

Kedua, Kita diajak untuk bertobat. Bertobat berarti kita berbalik kepada Tuhan dalam cara pikir, cara hidup, keadaan bathin menuju kepada Tuhan. Dalam kaitan dengan pertobatan kita semua membutuhkan sakramen tobat. Akuilah dosa-dosamu dalam sakramen tobat!

Ketiga, Kita semua diingatkan untuk percaya kepada Tuhan. Kita semua mengalami padang gurun yang bisa menantang iman kita. Mari kita mengarahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Dialah yang selalu mengasihi kita dan mengikat perjanjian dengan kita supaya kita menjadi umatNya.

Keempat, Padang gurun saat ini adalah segala bentuk pergumulan hidup anda dan saya setiap hari. Situasi ekonomi, sosial, politik yang belum stabil di negeri ini. Di belahan bumi yang lain, saudara-saudari kita seiman di Timur Tengah yang sedang mengalami persekusi ISIS. Banyak di antara mereka yang menjadi martir karena mengimani Kristus. Ini adalah godaan yang paling nyata: “Apakah kita tetap setia selamanya bersama Kristus atau mengingakariNya?” Barangsiapa yang setia kepada Kristus akan memperoleh keselamatan jiwanya.

Kelima, bersyukur atas sakramen pembaptisan. Selama masa prapaskah ini kita menyadari sakramen pembaptisan sebagai saat kita dikuduskan oleh Tuhan. Dengan air bah manusia lama sudah mati dan dengan air pembaptisan ada kehidupan baru karena jasa Yesus Kristus. Kita juga mendoakan para katekumen yang akan dibaptis pada malam paskah dan kita sendiri membaharui janji baptis kita.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip Paus Emeritus Benediktus XVI: “Setiap hari orang Kristen harus menghadapi perjuangan seperti yang dialami Kristus di padang gurun di Yudea. Di sana selama empat puluh hari, Dia dicobai oleh setan. Ini merupakan pertempuran rohani yang dipertaruhkan melawan dosa dan akhirnya, melawan setan. Hal ini merupakan perjuangan yang melibatkan keseluruhan pribadi dan menuntut perhatian dan kewaspadaan terus menerus.”

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply