Homili 17 Juli 2015

Hari Jumat, Pekan Biasa XV
Kel. 11:10-12:14
Mzm. 116:12-13,15-16bc,17-18
Mat. 12:1-8

Ikut Merasakan Belas Kasih Tuhan

Fr. JohnBani Israel merasakan pergumulan yang besar di Mesir. Mereka menderita karena dijadikan budak untuk membangun kota-kota perbekalan yaitu Pitom dan Raamses (Kel 1:11). Suara tangisan penderitaan anak-anak Israel didengar oleh Tuhan maka ia mengutus Musa untuk menjadi pembebas. Musa mengumpulkan para tua-tua Israel demi menyampaikan rencana Tuhan Allah untuk membebaskan mereka dari perbudakan Mesir. Ini tentunya bukan hal yang mudah. Tuhan sendiri mengakui bahwa hati Firaun akan keras dan ia tidak akan mudah melepaskan mereka dengan alasan apa pun. Berbagai mukjizat dilakukan dalam nama Tuhan Allah oleh Musa dan Harun tetapi tidak mempan. Namun Tuhan berjanji untuk menunjukkan belas kasih-Nya kepada keturunan Israel dengan sebuah perayaan Paskah.

Apa yang harus dilakukan oleh anak-anak Israel? Mereka harus merayakan paskah yang berarti Tuhan lewat dan menyelamatkan mereka. Cara merayakan pesta paskah untuk merasakan belas kasih Tuhan adalah: Pada waktu yang sudah ditentukan yakni tanggal sepuluh dalam bulan, setiap keluarga mengambil seekor anak domba. Kalau jumlah keluarga terlalu kecil maka mereka bisa bergabung bersama-sama dengan para tetangga mengambil seekor anak domba. Anak domba itu harus jantan, tidak bercela, berumur setahun. Tuhan juga mengijinkan mereka untuk mengambil domba atau kambing. Anak domba atau kambing itu dikurung dan baru akan disembeli pada hari ke-empat belas dalam bulan, tepat pada senja hari. Darah anak domba itu diambil sedikit lalu dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas, pada rumah-rumah di mana orang memakannya. Daging kambing atau domba harus di makan sampai selesai malam itu juga, dengan roti tidak beragi dan sayur pahit.

Aturan lain yang diberikan Tuhan tentang paskah adalah, daging kambing atau domba tidak boleh dimakan mentah atau direbus tetapi dipanggang di api lengkap dengan kepala dan betis. Semua daging itu harus dimakan sampai habis, sisanya harus dibakar kalau tidak dimakan. Cara memakannya: “Pinggangmu berikat, kasut pada kakimu dan tongkat di tanganmu; buru-burulah kamu memakannya; itulah Paskah bagi Tuhan. Tuhan berkata, “Pada malam ini Aku akan menjalani tanah Mesir, dan semua anak sulung, dari anak manusia sampai anak binatang, akan Kubunuh, dan kepada semua allah di Mesir akan Kujatuhkan hukuman, Akulah, Tuhan. Dan darah itu menjadi tanda bagimu pada rumah-rumah di mana kamu tinggal: Apabila Aku melihat darah itu, maka Aku akan lewat dari pada kamu. Jadi tidak akan ada tulah kemusnahan di tengah-tengah kamu, apabila Aku menghukum tanah Mesir. Hari ini akan menjadi hari peringatan bagimu. Kamu harus merayakannya sebagai hari raya bagi Tuhan turun-temurun. Kamu harus merayakannya sebagai ketetapan untuk selamanya.” (Kel 12:11-14).

Paskah perdana di Mesir memiliki makna yang sangat mendalam. Pertama, Tuhan senantiasa berbelas kasih dengan manusia. Ia berkuasa untuk membebaskan para pilihan-Nya dari tanah Mesir. Tuhan juga akan mengutus Yesus Putra-Nya, sang Musa Baru untuk membebaskan kita dari kuasa dosa dan kejahatan. Kedua, untuk menyelamatkan manusia butuh pengorbanan. Umat Israel mengurbankan kambing dan domba sebagai kurban bakaran. Tuhan Bapa di surga mengurbankan Yesus Putra-Nya satu kali untuk selama-lamanya, bukan dengan emas dan perak, bukan juga dengan hewan kurban melainkan dengan tubuh dan darah-Nya sendiri. Ketiga, pembebasan dari tanah Mesir adalah sebuah kemenangan yang dirayakan sebagai sebuah pesta. Daging anak domba yang disantap merupakan simbol keberanian dan kekuatan yang Tuhan berikan kepada anak-anak Israel untuk berjumpa dengan-Nya. Tidak ada lagi ketakutan untuk berjumpa dengan Tuhan.

Perayaan Paskah perdana bagi kita tetaplah menjadi sebuah kenangan rohani. Ini merupakan saat di mana Tuhan melawati umat-Nya. Ia menyelamatkan mereka dari kuasa dosa melalui Yesus Kristus Putra-Nya. Manusia menjadi ciptaan baru karena penebusan berlimpah dalam Yesus Kristus. Apakah Paskah Kristus membaharui hidup kita sehingga menjadi semakin serupa dengan-Nya?

Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil mengajak kita untuk memahami makna belas kasih Tuhan bagi manusia. Dikisahkan bahwa pada hari Sabat, para murid Yesus merasa lapar sehingga mereka memetik bulir gandum dan memakannya. Tentu saja reaksi negative datang dari pihak kaum Farisi. Mereka berkata, “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.” (Mat 12:2). Yesus menjawab perkataan kaum Farisi dengan mengutip kisah dalam Perjanjian Lama. Yesus berkata: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?” (Mat 12:3-4; 1Sam 21:1-10). Yesus juga menggambarkan bagaimana para imam melanggar hari Sabat di dalam bait Allah namun mereka tidak bisa disalahkan begitu saja (Bil 28:9-10).

Tuhan Yesus lalu menunjukkan kepada mereka bahwa Dia melebihi Bait Allah. Dia adalah Tuhan atas hari Sabat. Tuhan membuka pikiran kaum Yahudi untuk sadar diri bahwa “Yang Tuhan kehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan” (Hos 6:6). Tuhan senantiasa menganugerahkan belas kasih-Nya kepada kita semua, di saat duka dan juga di saat suka. Kita semua hidup dan merasakan kasih setia-Nya.

Bacaan-bacaan Liturgi pada hari ini mengajak kita untuk selalu berbelas kasih kepada sesama karena Tuhan juga melakukan hal yang sama kepada kita. Tuhan bahkan memberikan Putra-Nya Yang Tunggal untuk keselamatan kita. Mari kita kembali kepada Tuhan dan merasakan kasih karunia-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply