Homili Hari Minggu Biasa XVII/B – 2015

Hari Minggu Biasa XVII/B
2Raj. 4:42-44
Mzm. 145:10-11,15-16,17-18
Ef. 4:1-6
Yoh. 6:1-15

Kecaplah betapa sedapnya Tuhan!

Fr. JohnAda seorang baptisan baru, usia dewasa. Ia mengikuti katekumen selama lebih dari setahun. Hatinya bernyala-nyala ketika menerima sakramen-sakramen inisiasi kristiani (pembaptisan, krisma dan ekaristi). Ia menulis statusnya di facebook: “Kecaplah betapa sedapnya Tuhan”. (Mzm 34:8). Banyak orang bertanya kepadanya dan secara garis besar ia menyatakan rasa syukurnya kepada Tuhan karena bisa merasakan secara nyata kehadiran Tuhan Yesus di dalam hidupnya melalui sakramen-sakramen inisiasi. Sejak saat itu ia juga berjanji kepada Tuhan untuk melayani di dalam gereja dengan sukacita. Pengalaman kebersamaanku dengan seorang katekumen yang luar biasa.

Kita memasuki hari Minggu Biasa ke-XVII/B. Pada hari Minggu yang lalu Yesus berlaku sebagai seorang gembala yang baik. Ia menaruh belas kasih-Nya kepada banyak orang yang datang kepada-Nya karena mereka seperti domba-domba tanpa gembala. Rasa belas kasih Tuhan Yesus ditunjukkan-Nya dengan mempersembahkan diri-Nya sampai tuntas di kayu salib untuk keselamatan manusia. Selama lima hari Minggu ke depan, kita akan mendengar kisah penggandaan roti dan maknanya bagi keselamatan kita. Hati dan pikiran kita akan dibuka Tuhan melalui sabda-Nya untuk mengerti dengan baik belas kasih dan penebusan-Nya yang berlimpah. Fokus perhatian kita pada hari Minggu ini adalah pada keinginan orang-orang untuk memaksa Yesus menjadi raja. Ya, Dia akan menjadi raja kita kalau kita mengenal-Nya dengan sempurna dalam perayaan Ekaristi. Dia menyatakan cinta kasih-Nya yang mendalam kepada kita semua melalui pengurbanan diri-Nya. Ekaristi adalah sebuah rasa syukur karena persembahan yang sangat berarti bagi Tuhan.

Di dalam bacaan pertama, kita mendengar bagaimana seseorang dari Baal-Salisa membawa roti hulu hasil yaitu dua puluh roti jelai serta gandum baru dalam sebuah kantung bagi nabi Elisa. Pada waktu itu, nabi Elisa melihat persembahan roti hulu hasil ini diberikan dengan tulus dan bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Nabi Elisa juga percaya bahwa Tuhan sendiri turut bekerja dalam persembahan ini sehingga dalam jumlah yang sedikit akan memuaskan banyak orang. Itulah sebabnya nabi Elisa meminta pelayannya dari Baal-Salisa itu untuk memberikan roti persembahannya kepada orang-orang untuk menyantapnya.

Pelayan abdi Allah dari Baal-Salisa itu mengetahui fakta bahwa roti yang ia bawa itu jumlahnya sedikit, tidak cukup bagi banyak orang. Nabi Elisa sang abdi Allah meyakinkan pelayannya itu untuk memberi roti persembahannya kepada orang-orang yang bersama dengan mereka saat itu. Elisa percaya pada perkataan Tuhan bahwa semua orang akan makan bahkan masih ada sisanya. Firman Tuhan digenapi. Semua orang makan roti persembahan pelayan Elisa sampai kenyang dan masih ada sisanya. Hal penting dari pihak manusia adalah percaya karena ketika Allah bertindak maka semuanya akan terjadi.

Kemampuan kita untuk berbagi dengan sesama, terkadang dihalangi oleh apa yang kita lihat dengan mata sendiri yakni jumlahnya barang sedikit atau banyak yang ada pada kita. Tuhan justru memuaskan manusia melalui hal-hal yang sederhana, sedikit dan tanpa arti tetapi akan memberi kepuasan yang luar biasa kepada banyak orang.

Pengalaman para murid Yesus di dalam bacaan Injil juga mirip dengan pengalaman pelayan Elisa dalam bacaan pertama. Ketika Yesus dan para murid-Nya berada di seberang Danau Galilea, banyak orang berbondong-bondong mengikuti-Nya. Motivasi mereka adalah mereka sendiri sudah melihat tanda-tanda heran yang Yesus sudah lakukan terutama penyembuhan orang-orang sakit. Ketika melihat sejumlah besar orang yang datang kepada-Nya, Ia mengatakan kepada Filipus dan teman-temannya untuk membeli roti supaya memberi mereka makan. Jawaban Filipus mirip dengan jawaban pelayan Elisa dengan hanya melihat fakta apa yang sedang mereka miliki saat itu yakni uang dua ratus dinar, lima roti jelai dan dua ekor ikan. Barang yang mereka miliki saat itu sangat terbatas. Mustahil semua orang bisa dipuaskan. Namun karena desakan Tuhan maka mereka mempersembahkannya kepada Tuhan dengan tulus hati.

Apa yang terjadi? Tuhan kita luar biasa. Para murid hanya memiliki lima roti jelai dan dua ekor ikan tetapi karena mereka mempersembahkannya kepada Tuhan Yesus dengan tulus maka jumlahnya berlipat ganda dan memuaskan semua orang, bahkan masih ada sisanya. Tuhan Yesus meyakinkan para murid-Nya untuk bermurah hati dan saling berbagi dengan sesama. Para murid lalu mengerti rencana Tuhan untuk memberi dan berbagi dengan sukacita. Semua orang merasakan kasih dan kemurahan hati Tuhan sehingga bisa berkata: “Kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan”.

Apa yang Tuhan lakukan? Ia berekaristi bersama sejumlah besar orang yakni lima ribu laki-laki tidak terhitung para wanita dan anak-anak. Yesus mengambil lima roti jelai dan ikan, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada semua orang yang duduk. Para murid terbuka matanya karena dari jumlah sedikit bisa memuaskan banyak orang bahkan masih ada sisanya. Tuhan Yesus yang satu dan sama juga akan melakukan hal yang sama. Ia akan membagi diri-Nya untuk kepuasan banyak orang. Ekaristi memiliki kekuatan untuk menyatukan semua orang. Ekaristi juga menghasilkan buah-buah konkret terutama persekutuan sebagai umat Allah. Di dalam Ekaristi, Tuhan menyapa kita dengan sabda-Nya dan memberikan tubuh dan darah-Nya sebagai santapan rohani, manis dan sedap.

Paulus dalam bacaan kedua, menyadari peranannya sebagai rasul untuk menghadirkan Injil kepada segala bangsa. Ia mengajar bangsa-bangsa untuk tahu bersyukur kepada Tuhan. Rasa syukur itu bisa mempersatukan setiap pribadi dari berbagai suku dan bangsa. Dari dalam penjara Paulus masih menasihati jemaat di Efesus supaya memiliki buah-buah ekaristi atau buah-buah syukur. Ia mengingatkan mereka sebagai orang yang dipanggil Tuhan supaya hidup sepadan dengan panggilannya itu.

Apa yang harus jemaat Efesus dan kita yang mendengar sabda hari ini lakukan dalam hidup? Dalam kebersamaan, kita harus bersikap rendah hati, lemah lembut dan sabar. Kita juga harus saling menolong, memelihara ikatan Roh dalam ikatan damai sejahtera: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan. Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa kita semua. Dialah yang mengatasi semua, menyertai semua dan menjiwai semua.

Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai raja yang benar dalam Ekaristi. Ia menyerahkan diri-Nya dengan wafat di kayu salib untuk keselamatan kita. Peristiwa salib menunjukkan kasih Allah yang besar kepada kita dalam diri Yesus. Inilah yang selalu kita kenang dalam Ekaristi. Benar, Raja yang tersalib itu adalah penyelamat kita semua. Dialah Yesus Kristus Tuhan kita. Bersyukurlah senantiasa dan ikutilah jejak-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply