Homili 8 Agustus 2015

Hari Sabtu, Pekan Biasa XVIII
Ul. 6:4-13
Mzm. 18:2-3a,3bc-4,47,51ab
Mat. 17:14-20

Milikilah iman yang berkualitas

Fr. JohnPada suatu kesempatan saya mengikuti perayaan Ekaristi untuk mensyukuri ulang tahun sebuah paroki yang ke-25. Saya mendengar perbincangan di kalangan umat paroki tersebut bahwa persiapan perayaan perak itu dimulai sejak setahun sebelumnya. Apa yang mereka lakukan? Para pastor dan agen pastoral di paroki itu sepakat untuk menyiapkan bahan-bahan katekese untuk umat yang bisa digunakan dalam pertemuan-pertemuan di lingkungan-lingkungan sepanjang tahun. Tujuan utamanya adalah membangun iman umat. Mereka merasa bahwa selama bertahun-tahun perayaan hari ulang tahun paroki lebih banyak diisi dengan hal-hal yang bersifat rekreatif saja. Untuk itu mereka mau merayakannya dengan cara yang berbeda. Komitmen mereka adalah iman umat bertumbuh dan berkualitas. Dalam homilinya, pastor paroki mengajak umat dengan sebuah ajakan sederhana: “Milikilah iman yang berkualitas kepada Tuhan”.

Pesan pastor paroki itu ini memang sederhana tetapi umat merasa sangat tersentuh. Sepanjang satu tahun mereka melakukan ziarah iman bersama. Tentu saja ada harapan besar bahwa mereka bisa mencapai tingkat kematangan iman tertentu. Iman yang berkualitas itu ditunjukkan dengan kesadaran setiap umat beriman untuk bersatu dengan Tuhan yang menganugerahkan iman secara cuma-cuma. Iman yang berkualitas itu mengubah hidup umat dalam menggereja. Artinya tugas dan kewajiban sebagai umat Allah, partisipasi dalam hidup menggereja, dalam beribadat haruslah dimiliki oleh setiap umat. Banyak orang mengakui diri sebagai orang katolik tetapi tidak berparstisipasi aktif dalam menggereja.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang bisa membantu kita untuk bertumbuh sebagai orang yang memiliki iman yang berkualitas. Pada suatu kesempatan ada seorang yang datang kepada Yesus dan menyembah-Nya serta berkata, “Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita. Ia sering jatuh ke dalam api dan juga sering ke dalam air. Aku sudah membawanya kepada murid-murid-Mu, tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya.” (Mat 17:15-16). Orang yang datang tanpa nama kepada Yesus ini memiliki iman dan kepercayaan kepada Yesus. Ia memang bukan orang sakit melainkan anaknya tetapi ia percaya kepada Yesus dan imannya bisa menyelamatkan anaknya yang sakit ayan itu. Mulanya ia yakin bahwa para murid Yesus bisa melakukan penyembuhan, tetapi ternyata mereka tidak bisa.

Nah, di sini Yesus melihat ada perbedaan kualitas iman para murid-Nya dan iman dari orang yang anaknya sedang sakit. Tentu Yesus bisa kecewa dengan para murid yang setiap hari selalu ada bersama-Nya tetapi imannya masih belum sempurna. Oleh karena itu dengan keras Ia berkata: “Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!” Dengan keras Yesus menegor dia, lalu keluarlah setan itu dari padanya dan anak itupun sembuh seketika itu juga.” (Mat 17:17-18). Mari kita melihat di dalam diri kita masing-masing. Apakah kita sudah memiliki iman yang berkualitas? Kita mengakui diri sebagai orang yang dibaptis namun tantangannya adalah bisa jadi kita belum mencapai hidup iman yang berkualitas. Mungkin iman yang masih superficial. Tuhan bisa saja menegur kita dengan kata-kata yang keras seperti dilakukan-Nya kepada orang-orang pada masa itu.

Pengalaman menakjubkan yakni peristiwa penyembuhan orang yang akut ayan ini menimbulkan pertanyaan dari para murid kepada Tuhan Yesus. Mereka bertanya mengapa mereka belum bisa mengusir setan. Tuhan Yesus dengan tegas berkata, “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.” (Mat 17:20). Iman yang berkualitas itu seperti biji sesawi yang kecil tetapi memiliki kuasa yang luar biasa. Iman yang bisa mengubah segalanya.

Satu hal yang menarik perhatian kita di sini adalah perkataan Yesus bahwa iman sebesar biji sesawi itu bisa memindahkan gunung. Memindahkan gunung berarti menghancurkan segala kesulitan di dalam hidup setiap hari. Bagi orang Yahudi, seorang guru bijak yang bisa mengatasi segala kesulitan hidup disebut pemindah gunung. Maka ketika kita berdoa dengan penuh iman dan harapan maka Tuhan Allah akan memberikan kepada kita kemampuan untuk mengatasi segala kesulitan hidup. Ketika anda memiliki pergumulan di dalam hidupmu, apa yang anda lakukan? Apakah anda masih memiliki iman dan kepercayaan kepada Tuhan Yesus?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply