Setia Selamanya!
Ada seorang sahabat menceritakan pengalamannya. Barusan ada seseorang mewawancarainya. Mereka sepakat bertemu. Proses wawancara pun berjalan dengan baik. Salah satu pertanyaan yang membuatnya tetap berefleksi adalah: “Apakah anda setia dalam hidupmu?” Ia sudah menjawab pertanyaan ini bahwa ia setia selamanya, meskipun penuh perjuangan dan pengurbanan diri. Namun demikian, ia masih memiliki bayang-bayang kurang percaya diri. Ia bertanya kepada pasangannya: “Apakah saya setia kepadamu?” Pasangannya menjawab: “Apakah anda merasa ragu bahwa saya sedang meragukan kesetiaanmu?” Ia kembali kepada Tuhan dan berpasrah dalam doa.
Saya mengingat sebuah kisah menarik dalam Kitab Suci. Pak Matatias bersama anak-anaknya sedang berada di hadapan Raja Antiokhus Epifanes. Mereka dipaksa untuk meninggalkan ketetapan hukum Taurat dan menyembah berhala. Mereka juga diiming-imingi untuk mendapat kekuasaan karena kedekatan dengan raja.
Matatias bereaksi keras dengan menolak semuanya. Ia berkata: “Kalaupun segala bangsa di lingkungan wilayah raja mematuhi seri baginda dan masing-masing murtad dari ibadah nenek moyangnya serta menyesuaikan diri dengan perintah-perintah seri baginda, namun aku serta anak-anak dan kaum kerabatku terus hendak hidup menurut perjanjian nenek moyang kami. Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan. Titah raja itu tidak dapat kami taati dan kami tidak dapat menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri!” (1Mak 2:19-22). Mereka semua menjauhi segala bentuk penyembahan berhala.
Mari kita memperhatikan situasi sosial kita. Banyak orang berani dan tidak malu-malu mengorbankan agama, imannya demi karier. Mengapa demikian? Karena ada prinsip umum yang berlaku yakni kalau mau supaya naik pangkat mulus maka harus pindah agama. Ada orang tertentu yang tetap teguh seperti Matatias, tetapi ada yang lain yang begitu mulus, tanpa malu-malu mengklaim diri sudah pindah agama. Apakah nasib mereka lebih baik setelah itu? Hanya Tuhan dan mereka yang tahu.
Matatias menginspirasikan para orang tua masa kini untuk tetap berdiri teguh sebagai pendidik nomor satu dalam keluarga. Pendidikan iman dan pendidikan nilai haruslah ditanamkan secara mendalam bagi anak-anak sejak usia dini. Prinsip dasar Matatias: “Aku serta anak-anak dan kaum kerabatku terus hendak hidup menurut perjanjian nenek moyang kami.” Ini adalah sikap legowo, kestiaan yang sangat berharga di hadapan Tuhan dan sesama. Apakah kita bisa bersikap demikian?
PJSDB