Homili 11 Februari 2017

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-V
Kej 3:9-24
Mzm 90:2.3-4.5-6.12-13
Mrk 8:1-10

Terima kasih atas kerahiman-Mu

Ada seorang gadis yang menulis di atas sepotong kertas, sebuah tulisan berbunyi: “Terima kasih Tuhan atas kerahiman-Mu” dan meletakkannya di dalam buku Puji Syukur miliknya. Ketika melihat tulisan di dalam buku itu, saya berhenti sejenak dan bersyukur kepada Tuhan karena Dia berbicara kepada saya melalui gadis itu. Saya pun harus bersyukur kepada Tuhan atas segala kerahiman-Nya. Banyak kali saya juga merasa jauh dari Tuhan, namun Tuhan tetap mencari dan mau menyelamatkanku. Maka saya sungguh pantas dan layak untuk bersyukur kepada-Nya.

Pada hari ini kita mendengar bacaan pertama dari Kitab Kejadian. Kisah manusia pertama jatuh ke dalam dosa menggambarkan hidup kita yang nyata di hadapan Tuhan. Ada beberapa momen yang menunjukkan realita hidup kita dan kerahiman Allah mengalir dengan sendirinya. Setelah manusia pertama jatuh ke dalam dosa, mereka melihat diri mereka polos dan rasa malu dan takut menguasai hidup mereka. Mereka pun bersembunyi di hutan karena merasa malu dan takut kepada Tuhan. Tuhan pun berjalan di taman Eden sekaligus mencari mereka. Sebuah pertanyaan yang bagus keluar dari mulut Tuhan: “Manusia, di manakah engkau?” Ini adalah pertanyaan yang bagus bukan hanya untuk Adam yang jatuh dalam dosa pertama tetapi pertanyaan yang sama juga ditujukkan kepada kita semua saat ini. Adam dan Hawa bersembunyi dalam ketelanjangan mereka di hadirat Tuhan pencipta-Nya. Tuhan menyadarkan Adam dan Hawa tentang dosanya dan membiarkan mereka berefleksi bahwa sungguh mereka sudah berdosa.

Adam dan Hawa menunjukkan realita lain dari hidup kita. Mereka saling mempersalahkan di hadirat Tuhan dan itu juga yang sering kita lakukan dalan hidup kita. Adam mengatakan bahwa Hawa di sisinya memberi buah pohon pengetahuan untuk di makan. Hawa mengatakan bahwa ularlah yang menggodanya untuk memakan buah itu. Sikap Adam dan Hawa adalah sikap keseharian kita. Berapa kali kita membenarkan diri sendiri dan mempersalahkan orang lain? Berapa kali kita harus sadar dan berbohong untuk hidup pribadi kita.

Tuhan mengambil sikap. Ia mengutuk ular di hadapan manusia. perutnya menjalar dan makanannya adalah debu tanah. Segala keturunannya akan menjadi musuh dari keturunan Hawa. Namun keturunan Hawa sendiri akan menghancurkan kepala ular. Perkataan Tuhan ini akan menjadi sempurna dalam diri Bunda Maria sebagai Hawa baru. Ia melahirkan Yesus untuk menghancurkan kuasa iblis dan menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.

Lalu bagaimana dengan manusia? Tuhan telah menciptakannya sesuai dengan wajah-Nya sendiri maka Tuhan menegurnya dengan keras tanpa mengutuknya. Kepada sang Hawa Tuhan mengingatkannya bahwa ia akan mengalami kesulitan dalam melahirkan anak, ia juga akan birahi kepada suaminya. Adam sendiri akan bekerja keras untuk mengolah tanah yang dikutuk Tuhan. Mereka harus mengolah tanah yang nantinya dapat memberi makanan yang cukup untuk dia dan keturunannya. Tuhan juga mengingatkan Adam dan hawa bahwa mereka berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah (Kej 3:19).

Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya kepada Adam dan Hawa dengan membuat pakaian dari kulit binatang. Setelah mereka mengenakan pakaian buat Tuhan itu, mereka mendapat martabat baru sebagai anak yang hilang, menjauh dari Tuhan karena berada di luar taman Eden. Adam dan Hawa memakan buah terlarang dan mereka merasa sudah sama dengan Tuhan Allah. Mereka sudah mengetahui hal yang baik dan jahat.

Bacaaan pertama menggambarkan hidup kita begitu sempurna di hadirat Tuhan. Dengan segala kelemahan manusiawi maka kita akan kembali menjadi debu tanah karena memang dari debu tanah kita juga berasal. Namun Tuhan tidak mengutuk kita. Ia mengeluarkan kita dari Eden kehidupan, manakala kita selalu jatuh dalam dosa yang sama. Bersama Daud kita berkata kepada Tuhan: “Tuhan, Engkaulah tempat perlindungan kami turun-temurun” (Mzm 90:1). Ia bahkan senantiasa berseru: “Kembalilah, hai anak-anak manusia!” (Mzm 90:3). Tuhan selalu bertanya: “Manusia, di manakah engkau?” Dia senantiasa mengajak kita untuk kembali kepada-Nya.

Tuhan Allah tidak meninggalkan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya. Ia mengutus Yesus Putra-Nya datang ke dunia untuk menebus kita. Ia memberi diri-Nya samoai tuntas sebagai makanan dan minuman rohani yang menyelamatkan. Kita mendengar dalam bacaan Injil hari ini kisah Yesus berekaristi bersama banyak orang yang datang untuk mendengar-Nya. Hati Yesus selalu tergerak oleh belas kasih kepada orang yang berharap kepada-Nya. Ia membuat mukjizat dengan memperbanyak tujuh roti dan sejumlah ikan untuk orang sebanyak empat ribu orang.

Perikop Injil hari ini mengatakan juga tentang Tuhan Yesus yang berekaristi bersama orang banyak. Ia mengambil ketujuh roti, mengucap syukur dan memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada para murid-Nya untuk dibagi-bagi kepada orang banyak yang datang kepada-Nya. Ekaristi adalah cara Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya kepada kita. Ia rela membagi diri-Nya, tubuh dan darah-Nya untuk menyelamatkan kita. Ekaristi membuat kita hidup berkelimpahan. Terima kasih Tuhan atas kelimpahan kasih-Mu bagiku.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply