Homili 16 Februari 2017

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-VI
Kej 9:1-13
Mzm 102:16-18.19-21.29.22-23
Mrk 8:27-33

Allah itu selamanya adalah kasih

Ada seorang pemuda datang dan mengakui dosa-dosanya. Usai mengakui dosanya ia keluar dan berteriak kegirangan dengan berkata: “Legah…aku merasa legah!” Teman-temannya bertanya mengapa ia berperilaku demikian? Ia mengatakan: “Hari ini saya merasakan kembali kasih Tuhan. Ia mengasihi aku apa adanya”. Semua teman yang sedang mengantri untuk mengaku dosa terdiam sejenak, lalu maju dengan berani untuk mengakui dosa-dosanya juga. Setiap orang yang mengaku dosa dengan baik akan merasakan kerahiman Allah yang luar biasa. Hal yang penting dalam mengakui dosa-dosa kita di hadapan seorang pastor, bukan semata-mata menyebut dosa-dosa kita, tetapi penyesalan hati yang mendalam untuk dapat bertobat, dengan tidak mengulangi dosa-dosa lagi. Tuhan selalu siap untuk mengampuni orang yang membuka diri kepada-Nya. Manusia pertama dan keturunannya jatuh ke dalam dosa, namun Allah selamanya adalah kasih. Ia tidak menghitung-hitung dosa manusia, malah Ia memberkati manusia dan menasihatinya untuk bertobat.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kisah Nuh beserta keluarganya. Kurban persembahannya membuka kembali pintu surga yang tertutup bagi manusia yang selalu mengulangi dosa yang sama. Tuhan sendiri menunjukkan kasih setia-Nya dengan memberkati Nuh dan anak-anak-Nya. Nuh dan anak-anaknya akan melahirkan sebuah generasi manusia yang baru yang layak di hadirat Tuhan. Apa yang dilakukan Tuhan? Berkat Tuhan terungkap dalam kata-kata berikut ini: “Beranak cuculah dan bertambah banyaklah, serta penuhi bumi.” (Kej 9:1.7). Perkataan Tuhan Allah ini adalah pengulangan dari apa yang sudah diungkapkan-Nya setelah mencipta (Kej 1:22; 28). Ini sekaligus merupakan penegasan terhadap kasih dan kebaikan Tuhan bagi setiap pribadi. Meskipun manusia selalu jatuh dalam dosa yang sama namun kasih Tuhan selalu melebihi segalanya.

Tuhan sendiri membaharui janji setia-Nya kepada manusia. Ia berkata: “Camkanlah, Aku mengadakan perjanjian dengan kalian dan keturunanmu, dan dengan segala makhluk hidup yang ada besertamu; yakni burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi, segala yang keluar dari bahteramu, segala binatang di bumi. Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kalian, bahwa sejak kini, segala yang hidup takkan dilenyapkan oleh air bah lagi dan takkan ada air bah untuk memusnahkan bumi.” (Kej 9: 9-11). Tuhan Allah menunjukkan jati diri-Nya sebagai kasih. Ia membaharui janji dan komitmen kasih-Nya bagi manusia selama-lamanya.

Dari Tuhan Allah kita belajar bagaimana dapat mengasihi. Manusia boleh jatuh berkali-kali ke dalam dosa namun Tuhan tetap mengasihi-Nya sampai tuntas. Bagaimana dengan kita? Banyak kali kita menghitung-hitung kesalahan yang orang lain lakukan kepada kita sedangkan kita sendiri lupa dengan kesalahan yang sudah kita lakukan kepada orang lain. Mari kita belajar untuk berubah dalam hidup kita. Kita mesti berusaha untuk serupa dengan Tuhan yang mengasihi sampai tuntas.

Dalam bacaan Injil, kita mendengar Tuhan Yesus berjalan bersama para murid-Nya, keluar dan masuk kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Tuhan Yesus menggunakan kesempatan untuk berbicara dengan para murid-Nya tentang siapakan diri-Nya di mata orang banyak dan juga di mata mereka sendiri. Orang banyak melihat Yesus sebagai Yohanes Pembaptis, nabi Elias, atau seorang nabi yang sudah meninggal dunia dan bangkit kembali. Pertanyaan menjadi sulit ketika Yesus menanyakan pandangan mereka sendiri tentang Yesus.

Tentu saja para murid memilih untuk diam sejenak dan berpikir untuk menjawab pertanyaan siapakah Yesus di hadapan mereka. Simon Petrus mengakui imannya dengan berkata: “Engkaulah Mesias!” Yesus melarang mereka semua untuk tidak mengatakan terang-terangan bahwa Dia adalah Mesias. Yesus bukanlah seorang Mesias yang jaya. Dia adalah Mesias yang menderita karena ditolak, bahkan dibunuh di atas kayu salib dan bangkit pada hari ketiga. Petrus yang semula sudah mengakui imannya kepada Yesus berpikir bahwa Yesus adalah Mesias yang jaya. Ia tidak menghendaki supaya Yesus menderita. Akibatnya Yesus menegurnya dengan keras: “Enyalah iblis” sebab pikiran Petrus bukanlah menyangkut pikiran Allah melainkan pikiran manusia semata.

Tuhan Allah adalah kasih. Ia mengutus Yesus Kristus Putera-Nya untuk menebus dosa-dosa kita. Dia menunjukkan kasih Bapa yang tiada batasnya bagi kita semua. Marilah kita berusaha untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Rasakanlah kasih dan kerahiman Tuhan selama-lamanya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply