Homili 7 Juni 2017 (Dari Bacaan Pertama)

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-IX
Tob 3:1-11a.13.16-17
Mzm 25:2-4a.4b-5ab.6-7bc.8-9
Mrk 12:18-27

Tuhan mendengar doa orang benar

Saya pernah melayani umat di sebuah paroki sebagai pastor rekan beberapa tahun silam. Saya memiliki jadwal rutin untuk mengunjungi orang-orang sakit dan para manula (manusia lanjut usia) pada setiap hari Selasa. Saya selalu mendapat pengalaman baru sebelum atau sesudah melayani mereka. Pada suatu kesempatan salah seorang manula meminta saya untuk berbicara secara pribadi. Ia mengakui bahwa pada masa mudanya ia malas berdoa. Ia juga merasa begitu jauh dari Tuhan. Ketika sudah memasuki masa senja atau sebagai manula ini, ia seakan mendapatkan sebuah kesadaran baru untuk berdoa dan bersyukur kepada Tuhan. Saya mendengar curhatnya sambil memperhatikan desain kamarnya mirip dengan sebuah ruang doa keluarga. Ada patung kerahiman ilahi yang cukup besar, Rosario, Lilin dan Alkitab ukuran besar serta beberapa buku renungan. Ia merasa sungguh-sungguh berubah di masa senja dan ia pun percaya bahwa Tuhan mendengar doa-doanya. Saya membayangkan bagaimana masa mudanya ia begitu jauh dari Tuhan, tetapi pada masa senja ini begitu dekat dengan Tuhan. Apakah ini sebuah pertobatan yang nyata?

Kita membaca dalam Kitab Amsal: “Tuhan itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar didengar-Nya” (Ams 15:29). Tuhan yang kita imani adalah Allah yang maharahim. Ia senantiasa menunjukkan kerahiman-Nya kepada kita dengan mengampuni orang-orang berdosa. Ia jauh dari orang fasik, yang tidak membuka diri kepada-Nya, tetapi senantiasa dekat dengan orang-orang berdosa yang bertobat dan menjadi orang benar atau orang saleh di hadirat-Nya.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kisah hidup Tobit dan Sara yang sama-sama memohon kepada Tuhan supaya meninggal dunia. Namun Tuhan memiliki rencana lain sehingga Ia mengutus malaikat Rafael supaya menyembuhkan mereka. Apa yang terjadi sebenarnya?

Kisah pertama tentang pengalaman akan Allah dalam diri Tobit. Tobit sedang bersedih hati, mengeluh dan menangis. Ia berdoa kepada Tuhan untuk menyampaikan kelukesahnya. Dalam doanya ini, Tobit mengakui bahwa Tuhan itu adil dan perbuatannya juga adil. Semua tindakan Tuhan penuh belas kasih dan kebenaran. Tuhan adalah hakim semesta alam. Selanjutnya Tobit menyampaikan doa untuk memohon pengampunan dari Tuhan atas dosa dan kekhilafannya dan juga semua perbuatan nenek moyangnya. Ia sungguh menyesal atas semua dosa yang sudah dilakukan di hadapan Tuhan dan siap menerima segala konsekuensi dari dosa yang sudah diperbuatnya.

Dalam doanya ini Tobit memahami dosa sebagai pelanggaran terhadap segala perintah Tuhan dan tidak hidup baik di hadirat-Nya yang Mahakudus. Dengan demikian ia berpasrah kepada Tuhan. Ia siap untuk mati dengan bahagia di hadapan Tuhan. Tobit berkata: “Lebih bergunalah mati saja daripada melihat banyak susah di dalam hidupku. Sebab kalau mati, tidak dapat lagi aku mendengar nista” (Tob 3: 6). Tobit menderita kebutaan sehingga tidak dapat menafkahi keluarganya. Dalam kemalangan seperti ini Tuhan tertap mendengar doa-doanya, dan pertolongan Tuhan pun datang tepat pada waktunya.

Kisah kedua tentang pengalaman akan Allah dalam diri Sara. Sara adalah putri Raguel di kota Ekbatana, negeri Media. Ketika itu ia mendapat penghinaan dari seorang pelayan perempuan ayahnya. Mengapa Sara dihina oleh pelayan perempuan ayahnya? Sara sudah diperisterikan oleh tujuh orang pria namun mereka semua dibunuh oleh Asmodeus, setan jahat, sebelum mereka berhubungan intim sebagai suami dan isteri. Pelayan perempuan ayahnya itu mengatakan bahwa Sara memang wanita malang karena tidak dapat menikmati ketujuh pria itu. Sebab itu lebh baik baginya untuk mati bersama mereka. Sara merasa sedih ketika mendengar perkataan itu. Ia berniat untuk menggantung dirinya di kamar ayahnya. Ia berpikir sejenak bahwa tindakan yang dilakukannya itu adalah aib bagi ayahnya sebab itu ia tidak mau menggantung diri di kamar ayahnya.

Tobit dan Sara adalah orang-orang benar di hadirat Tuhan. Mereka tekun berdoa dan bertahan dalam segala kemalangan dan penderitaan mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan Tuhan Allah. Mereka justru berpasrah kepada-Nya. Sebab itu Tuhan mengutus Rafael, malaikat Agung untuk menyembuhkan bintik-bintik putih yang menimbulkan kebutaan pada mata Tobit sehingga dapat melihat cahaya Allah dengan matanya sendiri. Sara menjadi istri Tobia, putra Tobit dan saat itu juga Tuhan melepaskannya dari Asmodeus si setan jahat.

Pengalaman akan Allah yang maharahim dalam diri Tobit dan Sara juga menjadi pengalaman hidup kita setiap hari. Banyak kali kita juga mengalami kebutaan atau dikuasai oleh iblis sehingga selalu berbuat jahat kepada orang lain. Kita seharusnya menyerupai Tobit dan Sara yang bertahan dalam penderitaan dan hanya berpasrah kepada Allah. Pertolongan Tuhan selalu datang tepat pada waktunya. Ia tidak akan terlambat menolong kita. Sebab itu berpasrahlah selalu kepada Tuhan. Biarkan Dia menunjukkan kerahiman-Nya kepadamu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply