Homili Hari Minggu Biasa ke-XV/A – 2017

Hari Minggu Biasa ke-XV/A
Yes. 55:10-11
Mzm. 65:10abcd,10e-11,12-13,14
Rm. 8:18-23
Mat. 13:1-23

Sabda Tuhan mengubah hidupku!

Saya pernah mendampingi umat di sebuah lingkungan untuk menjelaskan sekaligus mempraktikan Lectio Divina bersama-sama. Pertemuan pertama masih bersifat teoretis di mana saya berusaha menjelaskan makna Lectio Divina kepada umat yang hadir, lalu menunjukkan proses berjalannya Lectio Divina dari persiapan hingga aplikasinya dalam hidup setiap hari. Salah seorang animator kerasulan Kitab Suci di lingkungan itu merasa bersyukur karena mendapat kesempatan untuk mempelajari dan mempraktekkan Lectio Divina. Pengalaman iman terbaik yang dialaminya setelah mengikuti Lectio Divina adalah bahwa Sabda Tuhan telah mengubah hidupnya secara total. Saya mendengar sharing animator ini setelah beberapa bulan mengikuti pelatihan Lectio Divina bersama saya. Saya merasa yakin bahwa pengalaman imannya ini benar karena Sabda Tuhan memang memiliki daya transformatif yang luar biasa.

Tuhan Allah melalui nabi Yesaya mengatakan bahwa Sabda Tuhan memiliki daya transformatif yang luar biasa bagi kita. Bagi Yesaya, sabda Tuhan itu seumpama hujan yang turun dari langit lalu menggenangi dan menyuburkan semua tanaman di bumi. Tanaman-tanaman yang bertumbuh di bumi mendapatkan air secukupnya sehingga bertumbuh subur dan menghasilkan buah untuk dimakan dan bibit untuk ditaburkan kembali di atas lahan. Misalnya benih gandum yang ditaburkan akan bertumbuh subur ketika mendapat hujan secukupnya. Dari gandum yang sama dapatlah dibuatkan roti untuk menjadi santapan bagi manusia. Nabi Yesaya membandingkan benih yang ditaburkan di atas tanah dengan Sabda Tuhan yang keluar dari mulut Allah. Sabda yang keluar dari mulut Allah tidak akan kembali lagi kepada-Nya dengan sia-sia tetapi akan melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki dan akan berhasil dalam apa yang Tuhan suruhkan kepadanya.

Saya yakin bahwa sabda Tuhan tetap memiliki daya transformatif yang luar biasa. Setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah memiliki daya mengubah, atau mentransfornasi setiap pribadi supaya menjadi baru. Maka ketika Tuhan berbicara, setiap perkataan-Nya ini mampu mengubah seluruh hidup manusia. Misalnya kata roti dalam perikop ini. Ketika kita mendengar kata roti, pikiran kita terarah kepada banyak hal. Misalnya roti adalah makanan jasmani kita. Roti adalah lambang kehadiran Yesus dalam Ekaristi sebab Dialah Roti yang turun dari surga. Roti memiliki daya transformatif yang bersifat jasmani dan rohani. Hidup kita terarah pada Yesus sebagai Roti hidup yang turun dari Surga dan juga pada makanan yang merupakan rezeki yang Tuhan limpahkan kepada kita.

St. Paulus dalam bacaan kedua menunjukkan keyakinannya bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan  kepada kita. Semua makhluk sedang menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan.Ini merupakan saat pembebasan dari keterikatan di dunia ini. Kita semua perlu merindukannya dan terbuka untuk mengikuti kehendak Tuhan. Paulus juga mengatakan bahwa kita yang telah menerima Roh Kudus sebagai anugerah sulung dari Allah, kita pun mengeluh dalam hati sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita. Sabda Tuhan sangat diperlukan oleh umat beriman untuk mengubah hidupnya supaya layak menantikan hari penuh kemuliaan dalam Yesus Kristus. Apakah Sabda Tuhan membantu kita untuk merindukan hari yang penuh kemuliaan? Apakah Sabda Tuhan menguatkan harapan kita akan keselamatan dalam Yesus Kristus?

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil memberikan sebuah perumpamaan yang juga berbicara tentang daya transformatif Sabda Tuhan. Kita mendengar dalam bacaan Injil, kisah seorang penabur tanpa nama yang keluar dari rumahnya untuk menaburkan benih. Ia bebas menabur di ladangnya tanpa memilih lokasi mana yang tepat untuk menaburkan benih. Ada benih yang jatuh di pinggir jalan, di atas tanah berbatu, di antara semak duri dan sebagian lagi di tanah yang subur. Bagaimana nasib benih-benih yang ditaburkan sang penabur dengan suka rela ini?

Benih yang ditaburkan dipinggir jalan mudah dilihat oleh burung-burung sehingga langsung dimakan sampai habis. Benih yang jatuh di tanah berbatu, cepat sekali bertumbuh namun cepat mati saat matahari terbit karena layu dan kering sebab tidak berakar, lagi pula tanahnya tipis. Benih yang ditaburkan di antara semak duri memang bertumbuh namun akan mati karena himpitan semak duri. Benih yang jatuh di tanah yang subur akan menghasilkan buah dalam kelimpahan. Ada yang seratus kali lipat, enam puluh kali lipat dan tiga puluh kali lipat. Perkataan Yesus ini memiliki daya transformatif maka Ia juga berkata: “Barangsiapa bertelinga untuk mendengar, hendaknya ia mendengarkan”

Para murid Yesus mendengar perumpamaan ini dan mereka merasa heran tetapi belum mengerti maksud Yesus dalam perumpamaan ini. Sebab itu mereka meminta Yesus untuk menjelaskan makna perumpamaan ini. Yesus memahami situasi para murid-Nya maka Ia pun menjelaskannya sebagai berikut: Benih yang jatuh dipinggir jalan itu laksana orang yang mendengar sabda Tuhan, tidak mengerti, si iblis datang dan merampas semua benih yang ditaburkan di dalam hatinya. Ada orang yang menerima Sabda dengan sukacita tetapi tidak berakar dan bertahan sebentar saja. Orang itu segera murtad ketika ada penindasan dan penganiayaan. Benih yang ditaburkan di antara semak berduri adalah orang yang menerima Sabda, namun kekhawatiran dunia dan tipu daya kekayaan membuatnya tidak dapat berbuah. Benih yang ditaburkan di tanah yang baik adalah orang yang mendengarkan Sabda, mengerti dan melakukannya sehingga berbuah seratus kali lipat, enam puluh kali lipat dan tiga puluh kali lipat.

Tuhan Yesus hendak mengatakan kepada kita semua bahwa Sabda-Nya memiliki daya transformatif yang luar biasa. Sekarang tinggal bagaimana orang membiarkan hatinya terbuka untuk ditaburi benih sabda supaya dapat bertumbuh dan menghasilkan buah yang berlimpah. Maka kembali kepada kita masing-masing. Apakah kita siap untuk menerima Sabda Tuhan dan mengusahakannya di dalam hidup sehingga berbuah dalam kelimpahan? Atau kita memilih bersikap pasif dalam mendengar dan melakukan Sabda Tuhan?

Pada hari ini kita perlu memeriksa batin kita dengan tulus di hadapan Tuhan Allah kita. Tuhan senantiasa bebas menaburkan benih sabda-Nya. Benih-benih itu akan jatuh pada medium yang tepat. Apakah hati kita adalah medium yang tepat untuk menghasilkan buah yang berlimpah? Atau mungkin hati kita tidak lebih dari suasana di pinggir jalan, di tanah berbatu atau di antara semak duri? Kita memohon kerahiman Tuhan untuk mengubah hati kita yang keras menjadi lembut supaya sabda-Nya benar-benar menjadi daging dan tinggal di antara kita. Semoga sabda benar-benar mengubah hidup kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply