Homili 14 Agustus 2017

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XIX
Ul 10:12-22
Mzm 147:12-15.19-20
Mat 17:22-27

Indahnya sebuah penderitaan

Saya memulai permenungan saya hari ini dengan mengutip perkataan St. Yohanes Paulus II ini: “Kita sering menemukan diri kita di persimpangan jalan, tidak tahu jalan mana yang harus dipilih, jalan mana yang harus dilalui; sebab ada bagitu banyak jalan yang salah, begitu banyak ambiguitasnya. Pada saat seperti ini, janganlah lupa bahwa Kristus adalah selalu dan satu-satunya jalan yang paling aman, jalan yang menuju pada kebahagiaan yang penuh dan abadi.” Perkataan Santo Bapa modern ini membuka wawasan kita terhadap Yesus Kristus Tuhan kita. Dia adalah satu-satunya jalan yang pasti menuju kepada Bapa.

Pada hari ini kita mendengar dua episode kehidupan Tuhan Yesus dalam Injil Matius. Episode pertama: Yesus bersama para murid-Nya sedang berada di Galilea. Danau Galilea adalah tempat Yesus mewujudnyatakan karya-karya Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia. Ia memiliki sebuah pilihan yang sangat berat yaitu menderita demi kebaikan dan keselamatan manusia yang berdosa. Sebab itu Ia berkata kepada para murid-Nya: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia; mereka akan membunuh Dia, tapi pada hari yang ketiga Ia akan dibangkitkan” (Mat 17:22-23). Ini adalah pemberitaan kedua tentang penderitaan-Nya. Para murid yang mendengar perkataan-Nya merasa sedih sekali. Mari kita pikirkan suasana komunitas Yesus saat itu. Pikirkanlah wajah Petrus, Yakobus dan Yohanes yang barusan menyaksikan Ia menampakkan kemuliaan-Nya di atas gunung yang tinggi. Saat yang begitu indah dan membahagiakan seakan dilunturi oleh kata-kata sedih dari Yesus.

Tuhan Yesus memang memilih sebuah jalan hidup yang sangat sulit untuk kita pahami. Sebuah jalan yang kita sebut jalan salib untuk dapat menyelamatkan manusia yang berdosa. Mengapa Yesus mau menerima jalan hidup seperti ini? Sebuah jawaban yang pasti adalah Yesus mengasihi Bapa dan taat kepada kehendak-Nya. Semua yang dilakukan Yesus adalah pekerjaan-pekerjaan Bapa yang harus dilakukan sampai tuntas. Sebab itu Ia tidak segan-segan mengatakan dengan jelas bahwa Ia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, akan dibunuh dan dibangkitkan pada hari yang ketiga. Ia tidak hanya menderita dan dibunuh tetapi penderitaan-Nya menjadi indah ketika Ia bangkit dengan mulia. Ia menderita, wafat dan bangkit dengan mulia demi kehidupan abadi manusia yang berdosa.

Episode kedua: Penginjil Matius juga mengisahkan bahwa ketika mereka sedang berada di Kapernaum, mereka dikunjungi oleh seorang pemungut pajak bait Allah untuk menanyakan apakah Yesus membayar pajak atau tidak. Petrus menjawabnya bahwa Yesus memang membayar pajak dua dirham. Pajak pada saat itu memang hanya dikenakan bagi orang-orang asing bukan dari rakyat. Bagi Yesus rakyat bebas dari pajak. Orang-orang asing adalah wajib pajak. Mereka adalah warga surga bukan dari dunia ini. Maka Yesus pun meminta Petrus untuk memancing ikan dan akan mendapatkan empat dirham di dalam mulut ikan. Uang itu akan dipakai untuk membayar pajak bagi Yesus dan Petrus sebagai wajib pajak. Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Dia tidak hanya berbicara tetapi juga menunjukkan teladan baik kepada para murid-Nya.

Kedua Episode ini masuk dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan masa kini. Kita perlu memiliki semangat rela berkorban untuk kebaikan sesama manusia. Banyak kali kita sulit mengorbankan waktu, bakat dan kemampuan bagi sesama. Kita menuntut balasannya ketika memberi atau menceritakan apa yang sudah kita berikan kepada sesama. Tuhan Yesus tidak pernah berbuat seperti ini dengan menceritakan atau menghitung-hitung perbuatan baik yang dilakukan-Nya bagi manusia. Tuhan Yesus juga mengatakan kepada kita bahwa kita adalah warga asing di bumi. Kita adalah warga surgawi. St. Paulus pernah berkata: “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.” (2Kor 5:1).

Apa yang harus kita lakukan?

Bacaan pertama hari ini dari Kitab Ulangan, Musa memberikan kiat-kiat tertentu bagi bangsa Israel dan masih aktual juga bagi kita saat ini. Pertama, bertakwa kepada Tuhan, Allah dan hidup menurut segala perintah-Nya, mengasihi dan beribadah kepada-Nya dengan segenap hati dan jiwa. Kedua, Tuhan adalah sang pemilik langit dan bumi serta segala isinya. Dialah yang memilih Israel sebagai umat pilihan-Nya. Ketiga, membangun semangat pertobatan. Musa menyebutnya dengan istilah menyunatkan hati dan jangan bertegar hati sebab Tuhan berbelas kasih kepada semua orang. Di sini orang-orang asing perlu diperhatikan karena Bani Israel sendiri pernah menjadi orang asing di Mesir. Kita juga masih menjadi orang asing atau pendatang di bumi ini, kita sebenarnya adalah warga surga.

Beberapa kiat yang disampaikan Musa memang masih aktual bagi kita. Sebagai Gereja saat ini, layaklah kita mengorientasikan kiblat hidup kita kepada Tuhan. Ia menderita bagi kita karena kasih. Itulah keindahan penderitaan. Tanpa kasih penderitaan kehilangan keindahannya. Hanya dengan demikian kita berjalan dalam sebuah jalan yang pasti karena Yesus sendiri adalah kasih!

St. Maximilianus Maria Kolbe, doakanlah kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply