Homili 10 Oktober 2017

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXVII
Yun. 3:1-10
Mzm. 130:1-2,3-4ab,7-8
Luk. 10:38-42

Menerima Yesus Kristus

Pada suatu kesempatan, saya mengikuti ibadat Oiekumene. Ibadat berlangsung dengan baik, kelihatan semua orang berpartisipasi dalam doa dan pujian. Pembawa Sabda adalah seorang pendeta senior, dan tema yang dia bawakan adalah: “Apakah anda sudah menerima Yesus Kristus?†Mungkin bagi banyak orang tema ini sangat ringan, tetapi bagi saya tema Sabda ini sangat berat apabila direfleksikan dengan baik. Memang, hampir seratus persen mereka yang mengikuti ibadat ini adalah orang-orang yang sudah dibaptis dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, Namun dibaptis saja belum cukup. Orang harus tetap berkomitmen untuk mewujudkan sakramen pembaptisan ini di dalam hidup mereka. Komitmen sakramen pembaptisan adalah mengikuti Yesus dari dekat dan mau menyerupainya dalam segala hal. Yesus Kristus harus menjadi alasan utama setiap doa dan pujian kita kepada Tuhan. Itulah sebabnya pendeta senior itu bertanya: “Apakah anda sudah menerima Yesus Kristus?” Menerima Yesus Kristus berarti siap untuk mengikuti-Nya dari dekat, hidup serupa dengan-Nya, siap untuk menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti-Nya. Maka untuk menerima Yesus, setiap pribadi harus kembali kepada komitmennya sebagai Anak Tuhan.

Penginjil Lukas hari ini melukiskan sisi lain dari kehidupan Yesus dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem. Pada saat itu, Yesus dan para murid-Nya tiba di kampung bernama Betzaida. Ia memiliki tiga sahabat yang tingga di satu rumah yang sama yakni Marta, Maria dan Lazarus. Ketiganya bersahabat akrab dengan Yesus. Tuhan Yesus pernah menangis saat mendengar bahwa Lazarus meninggal dunia. Ia kemudian membangkitkannya setelah empat hari berada di liang kubur. Kita kembali ke kisah Injilnya. Yesus dan para murid-Nya tiba di Betzaida dan langsung menuju ke rumah Marta. Marta adalah pemilik rumah yang sibuk menyiapkan rumahnya supaya Yesus dan para murid-Nya merasa nyaman. Marta memiliki seorang adik bernama Maria. Maria memiliki keinginan untuk duduk di dekat Yesus, dan mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut Yesus. Sebagai seorang Rabi, Yesus mungkin mengajar Maria kisah-kisah keselamatan dalam rencana Allah Bapa di surga. Itulah sebabnya Maria bersukacita dan menikmati semua perkataan Yesus.

Situasi ini membuat Marta sebagai pemilik rumah bersuara keras. Ia meminta Yesus untuk menegur Maria yang tidak ikut membantunya mengurusi rumah, menyiapkannya sebagai tempat yang nyaman bagi Yesus. Yesus sendiri tidak menegur Maria. Reaksi Yesus dalam situasi ini adalah Marta dinilainya terlalu sibuk, selalu kuatir dalam hidupnya, menyusahkan dirinya sendiri dengan berbagai pekerjaan tangan yang lainnya. Keada Maria, Yesus memujinya dengan mengatakan bahwa ia memilih yang terbaik yang tidak akan diambil daripadanya. Kita dapat membayangkan bagaimana situasi yang terjadi saat itu antara Marta, Maria dan Tuhan Yesus sendiri. Marta mungkin merasa heran mengapa Yesus justru memuji sikap Maria, sebaliknya tidak mendukung sepenuhnya Marta yang siap untuk melayani.

Tuhan Yesus tetap mengenal semua pekerjaan Marta. Hanya Tuhan Yesus mengoreksi mindsetnya supaya memiliki kesempatan untuk mendengar sabda dan melakukannya dengan sukacita. Kesibukan, perkara dunia janganlah menjadi hal yang menghalangi kita untuk berjumpa dengan Tuhan dan mendengar-Nya. Maria dipuji Tuhan Yesus karena sesibuk apapun dia, ia memiliki kesempatan untuk mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut Yesus. Lama tidaknya Yesus berbicara bukan masalah. Bagi Maria, perkataan Tuhan Yesus selalu menjadi prioritas.

Tuhan Yesus tentu saja mengapresiasi Marta sang pemilik rumah di Betsaida karena cintanya kepada Yesus dan melayani-Nya. Namun Yesus lebih dihormati oleh Maria yang duduk untuk mendengar setiap perkataan-Nya. Sebenarnya jalan terbaik untuk melayani Yesus adalah mendengar setiap perkataan-Nya dan melakukannya di dalam hidup setiap hari. Bagaimana dengan Marta? Dalam kecemasannya untuk melayani, ia ternyata keliru dalam menyadari bahwa Yesus akan memberi lebih banyak dari pada menerima dari manusia.

St. Yohanes Paulus II pernah mengatakan kepada -tarekat-taretkat tertentu: “Kalian begitu sibuk dengan berbagai pekerjaan di kebun anggur sehingga hampir tidak ada kesempatan untuk bersatu dengan sang pemilik kebun anggur.” Saya yakin bahwa perkataan St. Yohanes Paulus II juga berguna untuk kita semua. Kita mengandalkan kesibukan untuk membenarkan diri bahwa kita melayani Tuhan dan sesama, dan lupa untuk bersatu dengan Tuhan. Orang yang memiliki kebiasaan baik untuk bersatu dengan Tuhan dalam doa, tidak akan hilang dari hadapan Tuhan meskipun ia sangat sibuk. Berdoa adalah mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan sehingga apapun kesibukannya, kita akan tetap bersatu dengan Tuhan.

Kita belajar dari Marta dan Maria untuk membagi waktu kehidupan kita bagi Tuhan dan sesama. Inilah hal yang indah dalam menerima Tuhan Yesus di dalam hidup kita masing-masing.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply