Homili 16 Oktober 2018

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXVIII
Gal. 4:31b-5:6
Mzm. 119:41,43,44,45,47,48
Luk. 11:37-41

Dasar orang bodoh!

Siapa di antara kita yang tidak tersinggung dan marah ketika mendapat celotehan negatif: “Dasar orang bodoh!” Saya sendiri kalau mendengar kalimat ini ditujukan kepada saya maka saya akan bereaksi: tersinggung, marah dan pingin tonjok orang yang mengatakannya kepada saya. Tetapi semakin lama merenungkannya maka saya akan berusaha untuk tidak tersinggung sebab ini adalah bagian dari pengalaman hidup sebagai manusia. Kata-kata ini tentu hal yang sangat manusiawi dan siapa saja dapat memiliki reaksi tertentu. Hanya Tuhan Yesus saja yang tidak akan membalas dendam ketika disakiti. Tetapi semua orang yang lain akan merasa perlu membalas dendam, meskipun sebenarnya tidaklah berguna untuk membalas dendam kepada sesama manusia. Bagaimana dengan anda secara pribadi, ketika mendapat perlakuan kasar dan kekerasan verbal: “Dasar orang bodoh” ini? Apa reaksi anda ketika mendengar perkataan ini? Kalau anda tidak tersinggung maka ada sesuatu yang tidak beres dalam hidup pribadimu. Anda belum menjadi pengikut Kristus yang terbaik. Perkataan ini justru akan mengubah kiblat hidup kita supaya menjadi pribadi yang terbaik dan tahan banting.

Penginjil Lukas hari ini mengisahkan sebuah kisah Yesus yang sangat menarik. Dikisahkan bahwa ada seorang Farisi tanpa nama mengundang Yesus untuk makan di rumahnya. Yesus setuju untuk pergi dan makan bersama mereka. Hanya ada satu hal yang mengagetkan keluarga Farisi ini yakni Yesus langsung duduk dan makan tanpa membasuh tangan-Nya. Kaum Farisi memang sangat legalis. Mereka mencuci tangan bukan hanya telapak tangan saja tetapi dari lengan sampai telapak tangan. Ini adalah kebiasaan mereka setelah kembali dari pasar, atau dari tempat tertentu maka mereka harus mencuci tangan. Pada zaman dahulu, ada juga kelompok yang dinamakan kaum Esseni di sekitar Qumran. Mereka ini tidak hanya mencuci tangan, tetapi mereka harus membasuh seluruh tubuhnya. Itulah sebabnya orang pasti merasa heran dan berpikir negatif terhadap Yesus.

Tuhan Yesus cepat tanggap dengan situasi yang ada. Ia berkata dengan nada yang keras untuk mengoreksi mereka: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.” (Luk 11:39-41). Tuhan Yesus mengambil contoh-contoh yang sederhana dalam kehidupan mereka setiap hari. Misalnya dalam hal membersihkan cawan dan pinggan. Mereka akan berusaha membersihkan bagian luarnya dengan baik tetapi sangat sulit untuk membersihkan bagian dalamnya. Tangan mereka sangat sulit untuk memberisihkan bagian dalam cawan dan pinggan.

Tuhan Yesus tentu tidak bermaksud untuk membicarakan cawan dan pinggan. Tuhan hendak menegur kita dengan keras bahwa banyak kali kita sama seperti atau melebihi kaum Farisi. Kita boleh dibilang kaum Farisi zaman now yang lebih mementingkan tampilan lahiria. Ada yang sampai operasi plastik, rambut hitam dijadikan pirang biar lebih keren. Badan gemuk dijadikan kurus biar tampilan lebih meyakinkan. Semua ini memang dibutuhkan meskipun hanya bersifat sementara saja. Sedangkan di dalam hati manusia penuh dengan sampah, kotoran yang busuk karena kebiasaan melakukan kejahatan dan rampasan. Ini menjadi alasan mengapa Tuhan Yesus dengan keras mengatakan: “Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.” (Luk 11:40-41). Hal-hal lahiria mengalahkan hal-hal batiniah. Ini benar-benar sebuah kekeliruan yang fatal bagi banyak orang masa kini.

Apa yang kita butuhkan supaya dapat keluar dari kebodohan manusiawi kita? St. Paulus membuka wawasan kita untuk keluar dari kebodohan manusiawi kita. Pertama-tama bahwa kita semua perlu merasa bangga sebagai keturunan dari wanita merdeka yaitu Sara bukan wanita hamba yaitu Hagar. Konsekuensinya adalah Tuhan Yesus sendiri akan memerdekakan kita dari kebodohan akibat dosa. Maka kita harus berdiri dengan teguh bukan tunduk dalam kuk perhambaan. Kedua, kita bersyukur sebab iman akan Yesus Kristus yang bekerja oleh kasih menyelamatkan kita semua. Ini juga merupakan sebuah harapan kita untuk memperoleh keselamatan.

Dasar orang bodoh! Apakah anda sekarang masih tersinggung? Kalau masih tersinggung berarti Tuhan Yesus belum tinggal bersamamu. Tetapi kalau Tuhan Yesus sudah bersamamu maka apapun yang orang katakan kepadamu tidak akan memprovokasikanmu untuk marah atau tersinggung. Sebaliknya anda akan menyadari bahwa ini adalah bagian yang indah dalam hidup Kristiani. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:11-12).

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply