Homili 15 November 2018

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXXII
Flm. 7-20
Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10
Luk. 17:20-25

Kerelaan untuk mengasihi

Kita kembali mendengar kisah tentang Onesimus pada hari ini. Nama Onesimus dalam Bahasa Yunani berarti berguna. Kita menemukan nama Onesimus ini dalam Surat Paulus kepada Jemaat di Kolose (Kol 4:9), selanjutnya kita juga menemukannya dalam Filemon 10. Onesimus adalah seorang hamba uang bekerja pada Filemon, seorang tokoh Kristen terkemuka di Kolose. Onesimus sempat melarikan diri dari tuannya Filemon karena melakukan kesalahan tertentu. Selanjutnya, ia masuk ke dalam penjara dan berkenalan dengan Paulus yang juga sedang berada di dalam penjara (kemungkinan saat itu di Roma atau masih di Efesus). Persahabatan dengan Paulus membuatnya bertobat dan mengenal Tuhan Yesus Kristus (Flm 10), sehingga Paulus menganggapnya sebagai saudara setia yang dikasihinya (Kol 4:9). Dari nama Onesimus dan pertobatannya ini, Paulus berniat untuk menanyakan kesediaan Filemon supaya menerimanya kembali bukan lagi sebagai budak melainkan sebagai saudara dalam Yesus Kristus.

Mengapa Paulus berniat untuk meminta Filemon supaya mengampuni dan menerima Onesimus? Ada tiga alasan penting yang dapat disimak di bawah ini:

Pertama, Pengampunan yang diberikan Filemon berguna bagi kehidupan Filemon sendiri. Tentang hal ini Paulus berkata kepada Filemon: “Dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku. Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya” (Flm 11.15). Onesimus sekarang bukan Onesimus yang lama. Kalaupun sebelumnya ia melakukan kesalahan tertentu sebagai hamba, kini ia sudah mengenal Kristus dan menjadi baru.

Kedua, Pengampunan Filemon berguna bagi Onesimus. Paulus berkata kepada Filemon: “Bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan.” (Flm 16). Onesimus yang baru dalam Kristus bukan lagi menjadi hamba melainkan sebagai sahabat dan saudara. Di mata Tuhan tidak ada lagi yang menjadi hamba tetapi semuanya adalah sahabat dan saudara.

Ketiga, Pengampunan berguna bagi Paulus sendiri. Ia berkata kepada Filemon: “Tetapi mengingat kasihmu itu, lebih baik aku memintanya dari padamu. Aku, Paulus, yang sudah menjadi tua, lagi pula sekarang dipenjarakan karena Kristus Yesus, Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti aku sendiri” (Flm 9.17). Untuk lebih meyakinkan Filemon maka Paulus juga memberi jaminan dan janjinya: “Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku, aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Aku akan membayarnya, agar jangan kukatakan: “Tanggungkanlah semuanya itu kepadamu!” karena engkau berhutang padaku, yaitu dirimu sendiri.” (Flm 18-19).

Kisah Onesimus adalah kisah hidup kita di hadirat Tuhan dan sesama. Pertama kita melihat diri kita sebagai Onesimus yang berarti ‘berguna’ bagi Tuhan dan sesama. Ini berarti kita tidak melihat diri kita melulu sebagai orang yang lemah dan tak berdaya, tetapi bahwa Tuhan telah menciptakan kita untuk berguna bagi-Nya dan bagi sesama. Kita sebagai manusia memiliki kelemahan dan kekurangan tertentu. Kita jatuh dalam dosa. Akibatnya adalah kita mengalami penolakan dalam hidup, tetapi ada juga orang yang Tuhan siapkan untuk menerima dan mengubah kita menjadi baru. Banyak orang berdosa mengalami pertobatan radikal karena berjumpa dengan pribadi-pribadi tertentu yang mengubah hidupnya. Onesimus adalah anda, saya dan kita! Hal terpenting di sini adalah kerelaan untuk mengasihi. Kerelaan untuk mengasihi membuahkan pengampunan dan kedamaian.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil, memberikan wejangannya kepada kaum Farisi yang bertanya kepada-Nya tentang kedatangan Kerajaan Allah. Orang Farisi berpikir bahwa Kerajaan Allah akan datang dan dapat ditunjukkan dengan tanda-tanda tertentu. Yesus mengatakan hal yang sebaliknya bahwa Kerajaan Allah itu datang tanpa ada tanda-tanda lahiriah. Menurut-Nya, orang tidak dapat mengatakan Kerajaan Allah ada di sini atau di sana sebab sesungguhnya Kerajaan Allah sudah ada di tengah-tengah mereka. Kerajaan Allah adalah Yesus yang sedang berdiri dan berbicara dengan mereka, yang sedang berada di tengah-tengah mereka. Hal yang sama diungkapkan Yesus kepada para murid-Nya tentang harinya Anak Manusia. Tidak dapat dikatakan bahwa Anak Manusia ada di sini atau di sana. Anak Manusia sudah ada di tengah-tengah mereka dan bahwa Ia akan menanggung banyak penderitaan dan penolakan.

Tuhan Yesus menunjukkan kerelaan untuk mengasihi dengan pengurbanan diri-Nya. Ia mengungkapkan janji keselamatan, menghadirkan Kerajaan Allah selalu dalam kaitannya dengan peristiwa paskah-Nya. Ia menderita dan mengalami penolakan dari manusia yang akan ditebus-Nya dengan darah mulia. Semua yang jelek-jelek itu ditanggungkan pada Yesus supaya manusia mengalami penebusan yang berlimpah. Kerelaan untuk mengasihi berarti berani untuk mengampuni dan menerima sesama manusia apa adanya. Kerelaan untuk mengasihi berarti mengurbankan diri untuk kebahagiaan dan keselamatan semua orang. Kasih menjadi semakin indah ketika kita berani mengampuni dan melupakan semua peristiwa yang menyakitkan diri kita. Kita berani mengatakan: “Aku mengampunimu dengan tulus hati”. Dalam kasih, dalam pengampunan, dalam kerelaan untuk saling menerima kita menemukan wajah Kristus yang nyata. Kerajaan Allah benar-benar bertumbuh di tengah-tengah kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply