Homili Hari Minggu Adventus II/C – 2018

Hari Minggu Adven II/C

Bar. 5:1-9

Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5.6

Flp. 1:4-6,8-11

Luk. 3:1-6

Hidup dalam kelimpahan kasih

Pada hari ini kita memasuki pekan kedua Adventus tahun C. Apa yang istimewa dalam pekan kedua Adventus ini? Kita memperhatikan  di dekat altar ada lilin adven kedua yang sudah bernyala bersama-sama dengan lilin adven yang pertama. Lilin adven kedua ini biasa disebut lilin Bethlehem dan merepresentasikan iman kita. Lilin Bethlehem hendak menegaskan tentang tempat kelahiran Yesus Kristus. Secara etimologis kata Bethlehem dalam Bahasa Arab (Bayt Lahm) berarti Rumah daging, sedangkan dalam Bahasa Ibrani (Bet Lehem) berarti rumah roti. Dari makna kata Bethlehem ini, kita dapat memahaminya secara rohani. Pertama, di kota Daud ini akan lahir Yesus Kristus, sang Sabda yang menjadi daging dan tinggal di tengah-tengah kita. Dialah Imanuel sejati bagi kita semua. Kedua, Di kota Daud ini akan lahir sang Roti yang turun dari Surga. Dialah yang akan menjadi santapan rohani yang menguatkan secara rohani. Lihat, betapa indah makna kata Bethlehem bagi kita dalam masa adventus ini. 

Tentu saja kita tidak hanya memahami makna kata Bethlehem dalam konteks pemahaman Bethlehem secara etimologis. Kita semua percaya bahwa Tuhan Yesus sudah datang ke dunia, dilahirkan di Bethlehem. Kita mengingat nubuat Mikah bahwa Mesias akan dilahirkan di Bethlehem, kota kelahiran Raja Daud leluhur-Nya.  Pada saat ini kita menyalahkan lilin kedua sebagai lilin Bethlehem, menandakan juga bahwa Yesus lahir dalam Bethlehem kehidupan kita. Ia lahir di dalam hati kita. Pertanyaan bagi kita adalah apakah hati kita siap untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus Kristus? Apakah hati kita suci dan murni, tanpa cela di hadapan Tuhan? Bethlehem benar-benar menggambarkan suasana hati kita setiap saat dalam waktu kehidupan ini. Hal lain yang penting dalam pekan Adven kedua adalah sosok Yohanes Pembaptis menjadi dominan dalam sabda Tuhan yang kita dengar bersama, merenungkan dan melakukannya dalam hidup kita. 

Penginjil Lukas menjelaskan kahadiran sosok Yohanes Pembaptis dalam sejarah umum yang sangat jelas. Ia mengutip nama-nama para penguasa Romawi di Palestina saat itu: “Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus menjadi wali negeri Yudea, dan Herodes raja wilayah Galilea, Filipus, saudaranya, raja wilayah Iturea dan Trakhonitis, dan Lisanias raja wilayah Abilene, pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar.” (Luk 3:1-2). Lukas melukiskan kehidupan Yesus yang sungguh-sungguh nyata bukan mengada-ada sebab Yohaneslah yang menyiapkan jalan bagi-Nya. 

Apa yang Yohanes Pembaptis lakukan? Ia memperoleh Firman Allah untuk datang ke padang gurun supaya menjalankan misinya. Lukas melukiskan Yohanes yang berjalan-jalan di sekitar sungai Yordan sambil menyerukan pertobatan. Kata-kata Yohanes ini sangat mendalam dalam konteks membangun semangat pertobatan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu” (Luk 3:3). Ia membaptis banyak orang di Sungai Yordan sebagai tanda pertobatan dan pengampunan dosa sebelum menyambut kedatangan Tuhan Yesus di tengah-tengah mereka. Ia sendiri mengidentikkan dirinya sebagai suara yang berseru-seru di padang gurun supaya mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan meluruskan jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan. Yohanes menghendaki agar orang-orang yang bertobat dapat hidup dalam kelimpahan kasih Tuhan Yesus yang sedang datang ke dunia dan tinggal bersama mereka. Sosok Yohanes Pembaptis sangat membantu kita semua untuk membangun semangat pertobatan dalam pekan kedua Adventus ini. 

Nabi Barukh dalam bacaan pertama memfokuskan perhatian kita pada bangsa Israel yang sedang berada di Babel. Mereka mengalami penderitaan di negeri asing namun Tuhan Allah sendiri akan mengumpulkan mereka kembali di Yerusalem. Sebab itu Barukh mengajak Yerusalem untuk menanggalkan pakaian kesedihan dan kesengsaraan, dan mengenakan perhiasan kemuliaan Allah untuk selama-lamanya. Mereka harus bertobat dan membaharui diri. Hidup lama harus berubah menjadi hidup baru dalam Tuhan. Ini sungguh-sungguh ajakan untuk hidup dalam kelimpahan kasih Tuhan. Barukh memiliki visi yang tajam akan belas kasih Tuhan bagi Yerusalem. Dalam hal ini, pada saat yang tepat Tuhan akan menuntun Israel dengan sukacita dan cahaya kemuliaan-Nya dan dengan belas kasihan serta kebenaran-Nya.

St. Paulus dalam bacaan kedua menunjukkan jati dirinya sebagai seorang pemimpin umat. Ia menunjukkan kasih Allah yang berkelimpahan kepada umatnya dengan doa-doanya yang penuh dengan cuka cita. Ujud doa Paulus adalah supaya umat di Gereja Filipi dapat hidup dalam kelimpahan. Mengapa ia mendoakan jemaat? Sebab mereka persekutuan mereka dengan berita Injil. Injil sebagai khabar sukacita dari Tuhan mempersatukan setiap pribadi. Ini juga menjadi tanda bahwa Allah turut dan akan terus bekerja di dalam diri manusia. Inilah isi doa dari Paulus: “Semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.” (Flp 1:9-11)

Pada pekan kedua adven ini, marilah kita memohon supaya Tuhan menambah iman dan kepercayaan kita kepada-Nya supaya layak menantikan kedatangan Yesus Putera-Nya. Kita perlu membangun semangat tobat supaya menjadi kudus dan tak bercacat menjelang hari kedatangan Tuhan. Kita percaya bahwa keselamatan datang dari Tuhan Allah kita. Semoga kita semua hidup dalam kelimpahan kasih dan kebaikan Tuhan. Masa adventus bermakna ketika kita sadar diri untuk hidup kudus dan tak bercacat di hadirat Tuhan. Semangat untuk bertobat adalah jalan yang terbuka kepada keselamatan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply