Paskah dan Pesta Rakyat Lima Tahunan
Kita memulai masa prapaskah dengan merayakan Hari Rabu Abu. Kita semua sudah menerima abu yang dioles di dahi atau yang ditaburkan di atas kepala kita, bersamaan dengan sebuah seruan: “Ingatlah, engkau ini abu dan akan kembali menjadi abu” (Kej 3:19). Menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah selama masa prapaskah yang sudah kita lewati ini, kita sadar diri bahwa kita hanyalah debu yang akan kembali menjadi debu? Kesadaran diri menjadi serupa dengan butiran debu, menandakan sebuah kerendahan hati dan kepasrahan diri ke dalam tangan Tuhan yang mahapengasih dan mahapenyayang. Kesadaran diri semacam ini membantu kita untuk berjuang demi meraih martabat ilahi sebagai anak Allah, yang memperoleh keselamatan hanya dalam nama Yesus Kristus. Dia menyelamatkan kita karena kasih sejati sebab Dia sendiri adalah kasih. Dialah Tuhan Allah yang menyatakan kasih setia-Nya di dalam diri Yesus Kristus Tuhan kita.
Paskah adalah saat keselamatan kita
Kita memasuki Hari Raya Paskah ini dengan sebuah harapan pasti akan keselamatan yang datang dari Tuhan Allah Bapa melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Ia telah berjanji untuk menyelamatkan manusia karena kasih. Hal ini diungkapkan-Nya di dalam Injil ketika berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:16-17). Semua yang kita kenang dan rayakan bersama selama masa prapaskah hingga Malam Paskah yang meriah dan Hari Raya Paskah yang agung merupakan sebuah ‘Pesta Demokrasi’ di dalam Gereja. Demokrasi berarti kedaulatan rakyat, dalam hal ini manusia yang berdosa. Manusia yang berdosa adalah alasan utama keselamatan dari Tuhan. Artinya, semua manusia adalah orang berdosa, namun Tuhan Allah yang Mahakudus lebih memperhatikan martabat dan imannya yang selalu tertuju kepada-Nya sebagai sumber kesempurnaan. Sebab itu Tuhan rela mengurbankan Yesus Kristus Putera-Nya untuk menyelamatkan bangsa manusia.
Apabila kita membaca kembali kisah-kisah paskah, terutama kisah sengsara Tuhan kita Yesus Kristus maka kita menemukan betapa kita sebagai manusia benar-benar bernilai di mata Tuhan, sehingga Yesus sang Anak Allah saja menjatuhkan pilihan bebas-Nya untuk menderita, wafat dan bangkit dengan mulia. Keselamatan adalah alasan utamanya. Keselamatan adalah kasih yang tak berkesudahan di pihak Tuhan. Salah satu pikiran kita semua misalnya tertuju kepada misteri Salib.
Mari kita semua coba mengarahkan mata kita kepada Yesus yang tersalib, sambil memikul salib, Ia diolok-olok, dicaci maki dan ditertawakan di depan umum. Ia rela menerima semuanya ini untuk keselamatan manusia. Sekali lagi manusia memang berdosa namun sangat bernilai di mata Tuhan. Manusia berdosa tetapi saat diciptakan, Tuhan Allah justru yang pertama jatuh cinta kepadanya. Dalam pemahaman seperti ini, paskah Kristus menjadi sebuah pesta rakyat atau katakanlah pesta demokrasi karena umat yang berdosa merupakan alasan utama pengurbanan Yesus. Kalau bukan manusia yang berdosa sebagai alasan, Tuhan juga pasti tidak mengutus Yesus Kristus ke dunia untuk menjadi satu-satunya penyelamat dan pengantara manusia dengan Bapa di surga. Ini berarti Tuhan benar-benar menyelamatkan manusia karena kasih yang tiada berkesudahan, penuh dengan kesetiaan.
Dalam pujian Paskah kita mendengar perkataan ini: “Bersoraklah para malaikat di surga, Elukanlah Kristus Raja diraja. Pujilah kemenangan jaya.” Kita semua diarahkan kepada Yesus Kristus sebagai pusat perayaan paskah kita, sebuah pesta rakyat atau pesta demokrasi yang penuh sukacita. Dari pihak Yesus, Ia memiliki sebuah pilihan bebas untuk mentaati kehendak Bapa di Surga yang memiliki rencana untuk menyelamatkan manusia. Prinsip-Nya: “Aku datang untuk melakukan kehendak Bapa”. Di pihak manusia yang berdosa, Paskah merupakan sebuah perayaan demokrasi karena apapun dan siapapun manusia itu, baik atau tidaknya di mata Tuhan semuanya sama. Tuhan Yesus menunjukkan kerelaan-Nya untuk berkurban demi menebus dosa semua manusia dan memberi hidup kekal kepadanya. Itulah sebabnya para malaikat bersorak gembira untuk mengelukan Kristus sang Raja mulia. Maka Paskah benar-benar merupakan saat keselamatan bagi manusia karena pengurbanan Yesus Kristus.
Teolog Hans Urs von Balthasar pernah berkata: “Tanpa Paskah, Jumat Agung tidak memiliki makna. Tanpa Paskah, tidak ada harapan agar penderitaan dan keadaan terabaikan dapat ditoleransi. Tapi dengan Paskah, sebuah Jalan menjadi tampak bagi penderitaan manusia, masa depan yang absolut: lebih dari sekedar harapan, melainkan sebuah pengharapan ilahi”. Paskah benar-benar sebuah pesta rakyat karena derita berubah menjadi sukacita, dosa berubah menjadi rahmat. Semuanya karena cinta kasih dari Tuhan Yesus Kristus.
Paskah sebagai pilihan untuk menyelamatkan
Yesus memilih untuk taat kepada Bapa di surga dengan menyerahkan diri secara total untuk menyelamatkan manusia. Dalam peristiwa penyaliban, Tuhan Yesus menunjukkan pilihan bebas-Nya untuk menyelamatkan manusia. Ia berpasrah dalam doa ini: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” (Luk 23:46). Para penginjil juga bersaksi bahwa setelah mengungkapkan kata-kata ini, Ia menghembuskan nafas-Nya yang terakhir. Perkataan Yesus ini menunjukkan bahwa Ia memiliki pilihan bebas, tanpa paksaan untuk menyelamatkan manusia.
Memang secara manusiawi, Yesus ‘sungguh manusia’ pasti mengalami ketakutan di hadapan penderitaan. Misalnya, dalam peristiwa Getzemani, Ia meminta kepada Bapa di surga supaya piala penderitaan boleh berlalu dalam hidup-Nya. Namun ternyata tidak ada alternatif lain dari Bapa di surga. Yesus harus menanggung banyak penderitaan, penolakan, bahkan dibunuh. Dia sudah mengakuinya dengan terus terang di hadapan para murid-Nya. Ketika berada di atas kayu salib, Yesus menunjukkan ketakutan manusiawi-Nya dengan berkata: “Eloi, Eloi, lamá sabactani?” (Mrk 15: 34). Terlepas dari semua ketakutan manusawi ini, Yesus sudah memiliki keputusan akhir yakni melakukan kehendak Bapa. Ia sendiri berkata: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4:34). Maka di sini sangat jelas Yesus memiliki pilihan untuk menyelamatkan manusia. Paskah benar-benar menjadi sebuah pilihan rasional Yesus untuk menyelamatkan manusia.
Paskah sebagai pesta rakyat tak berkesudahan
Tuhan Yesus memilih untuk menderita, wafat di kayu salib dan pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati. Ini adalah iman yang kita akui dengan bangga sebagai pengikut-Nya. Pilihan Yesus ini memiliki sebuah dasar yakni kasih tak berkesudahan bagi manusia berdosa. Ia menunjukkan kasih-Nya kepada manusia sampai tuntas (Yoh 13:1). Pilihan ini penuh dengan kebebasan dan sukacita. Pilihan bebas Tuhan Yesus ini yang menjadi dasar bagi kita semua untuk menunjukkan pilihan-pilihan hidup kita sebagai manusia lebih lanjut. Tuhan sendiri sudah menganugerahkan bagi kita akal budi, suara hati dan kebebasan. Maka kita perlu menunjukkan martabat kita dalam pilihan hidup kita selanjutnya dan tentu ini menuntut tanggung jawab dan komitmen pribadi kita di hadaan Tuhan dan sesama.
Pada tanggal 17 April 2019 ini kita menunjukkan jati diri kita sebagai pengikut Kristus, sekaligus sebagai warga negara Indonesia yang terbaik. Kita menunjukkan pilihan bebas kita, dengan hati nurani yang jernih untuk mengikuti pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara. Kita memilih pemimpin nomor satu di negara kita Republik Indonesia dan wakil-wakil rakyat yang dapat dipercaya untuk mengabdi kita. Pemungutan suara atau pemilihan umum ini adalah sebuah pesta rakyat yang perlu diwujudkan dengan sukacita. Prinsip-prinsip yang sudah kita ketahui tempo doeloe: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil adalah prinsip-prinsip yang memiliki nilai kristiani. Kalau kita berpartisipasi aktif dalam pemungutan suara maka kita benar-benar anak Tuhan yang bermartabat.
Dalam pesta rakyat atau pesta demokrasi ini sangat dianjurkan untuk tidak golput. Mengapa demikian? Sebab kita sebagai orang beriman memilih pemerintah yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Kitab Putra Sirakh berkata: “Pemerintah yang bijak mempertahankan ketertiban pada rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur.” (Sir 10:1). Memang kita memilih manusia-manusia yang tidak sempurna dalam pesta rakyat ini, namun kita percaya bahwa Tuhan akan menyadarkan mereka untuk berrtanggungjawab terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara kita. Santu Petrus menasihati kita: “Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.” (1Ptr 2:13-14).
Tentukanlah pilihanmu dalam pesta rakyat!
Saya mengakhiri tulisan ini dengan mengutip Profesor Franz Magnis Suseno, SJ. Ia pernah berkata: “Pemilu itu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa”. Mari kita sukseskan perayaan paskah sebagai pesta demokrasi kita di mata Tuhan karena kita sungguh bermartabat sebagai anak Allah yang ditebus dengan darah Yesus yang mulia. Kita sukseskan pesta rakyat lima tahunan dengan memilih pemimpin dan pengayom yang bertanggung jawab bagi kehidupan kita sebagai masyarakat, umat dan sebagai satu bangsa yang bermartabat. Selamat Pesta Paskah 2019. Selamat berpesta rakyat dengan sukacita Tuhan.
P. John Laba, SDB