Bersama Maria: Hari Kedua Puluh Tujuh

Bunda yang patut dicintai

Apakah anda mencintai ibumu? Ini adalah sebuah pertanyaan yang lumrah kepada setiap anak di dalam keluarga. Pertanyaannya memang lumrah tetapi jawabannya penuh refleksi dan benar-benar dari dalam lubuk hati yang terdalam. Saya merasa yakin bahwa anak-anak akan menjawabnya: “Ya, saya mencintai ibu saya” dengan tambahan alasan-alasan dari hati dan pikiran seorang anak. Hanya pertanyaan lebih lanjut adalah: “Apakah ibumu benar-benar merasa bahwa anda sebagai anak mencintainya”. Mengapa pertanyaan ini muncul? Karena banyak kali anak-anak berpikir bahwa mereka mencintai ibunya, sedangkan ibunya sendiri belum bahkan tidak merasakan cinta dari anak-anaknya. Ada kalanya anak-anak berpikir bahwa dengan membeli sesuatu yang menjadi kesukaan ibu adalah tanda kasih. Tentu saja ini benar adanya. Namun seorang ibu mungkin lebih membutuhkan waktu berkualitas untuk sebuah sapaan penuh keramahan dari pada emas dan permata atau sejenisnya.

Ada pertanyaan lain yang membantu kita berefleksi: Apakah anda merasa diri patut dicintai oleh sesama yang lain? Apakah anda juga menciptakan sebuah kondisi di mana sesamamu merasa bahwa diri mereka juga dicintai? Cinta adalah sebuah pengalaman nyata bukan hanya sekedar rajutan kata-kata yang memancing emosi sesaat. Orang memiliki hati yang berbunga-bunga karena permainan kata-kata cinta tetapi selanjutnya tidak lebih dari angin yang berlalu begitu saja. Itu sebabnya kalau anda sungguh mencintai maka orang yang dicintai harus dan perlu merasakan cintamu itu. Kalau orang tidak merasakannya maka cinta semacam itu belum menjadi cinta yang benar.

Adalah Victor Hugo (1802-1885). Beliau dikenal sebagai seorang penulis dari Perancis, pernah berkata begini: “Kebahagiaan tertinggi dalam kehidupan adalah kepastian bahwa anda dicintai apa adanya, atau lebih tepatnya dicintai walaupun anda seperti diri anda adanya.” Sambil membaca dan merenung perkataan Victor Hugo ini, saya bersaksi bahwa saya merasa bahagia ketika ada orang mencintai saya apa adanya. Memang, saya adalah saya yang seperti ini bukan seperti orang lain. Maka kasihilah saya apa adanya dan biarlah saya bahagia karena merasakan kasihmu. Saya juga mengingat Dale Carnegie (1888-1955). Beliau adalah seorang penulis dari Amerika Serikat, pernah berkata: “Satu-satunya cara agar kita memperoleh kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.” Cinta adalah pengalaman memberi dan diberi. Kita tidak hanya menunggu untuk dicintai tetapi harus juga mencintai sesama manusia.

Mari kita memandang Bunda Maria. Dalam Litani Santa Perawan Maria, kita menemukan sebuah kalimat doa: “Bunda yang patut dicintai, Doakanlah kami”. Kalimat doa ini membuka wawasan kita bahwa Bunda Maria adalah prioritas cinta kita kepadanya. Dia memang patut dicintai karena jasa Yesus Kristus Puteranya. Kita menyapanya Bunda Allah, sebab dia memang bunda Yesus Kristus, Anak Allah. Sapaan dan devosi kita kepadanya adalah tanda cinta kita kepadanya.

Apakah Bunda Maria benar-benar merasa patut dicintai? Saya yakin penuh bahwa Bunda Maria merasa patut dicintai karena kita menyapanya tiga kali dalam sehari melalui doa Angelus atau doa Ratu Surga. Kita mendoakan doa salam Maria sebagai doa yang sederhana dan sangat menyentuh hati kita dan saya yakin pasti menyentuh hati Bunda Maria dan Yesus Puteranya. Kita mendoakan doa Salam ya Ratu, doa Rosario, Litani Santa Perawan Maria dan berziarah ke tempat-tempat khusus untuk berdevosi kepada Bunda Maria. Semua praktek kesalehan dan devosi ini membantu kita untuk mengasihi Maria dan dia juga pasti merasa patut dicintai.

Totus tuus Maria. Segalanya untukmu Bunda Maria. Semoga engkau merasa bahwa kami mencintaimu.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply