Homili 28 Mei 2019

Hari Selasa, pekan Paskah ke-VI/C
Kis. 16:22-34
Mzm. 138:1-2a,2bc-3,7c-8
Yoh. 16:5-11

Karena kasih yang besar

Saya barusan membaca ulang sebuah berita duka dalam kongregasi kami. Pada bulan Pebruari 2019 yang lalu pater Antonio Cesar Fernandes, seorang misionaris di Afrika sejak tahun 1982 ditembak mati oleh para jihad radikal, di dekat perbatasan Burkina Faso. Dua konfrater yang lain berhasil menyelamatkan diri mereka. Mereka dalam perjalanan pulang ke komunitas mereka setelah mengikuti kapitel Provinsi. Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 18 Mei 2019, terjadi lagi pembunuhan terhadap misionaris Pater Fernando Hernández di daerah yang sama. Kedua misionaris ini membaktikan diri mereka hingga menumpahkan darahnya di benua Afrika. Sambil membaca surat Superior Jenderal kami di Roma, saya mengingat dua hal. Pertama, perkataan Tuhan Yesus: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, j ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Yoh 12:24). Kedua, perkataan seorang Bapa Gereja bernama Tertulianus. Ia berkata: “Il sangue dei martiri, è seme dei cristiani” (Darah para martir adalah benih iman kristiani). Paus Fransiskus pada tanggal 31 Januari 2017 bahkan menambahkan kata ‘orang kristen’ untuk melengkapi perkataan Tertulianus ini: “Il sangue dei cristiani, dei martiri, è seme dei cristiani”.

Pada hari ini kita mendengar kisah lanjutan perjalanan missioner St. Paulus dan Silas di kota Filipi (Kis 16:22-34). Dikisahkan oleh Lukas bahwa pada saat kedua misionaris ini berada di Filipi, mereka berdua mengalami penganiayaan yang hebat. Pakaian mereka dikoyakan dari tubuh mereka dan merekapun didera di depan banyak orang. Mereka dimasukkan ke dalam penjara, di ruang paling tengah dan dijaga dengan ketat. Kaki mereka dipasung sehingga mereka tidak leluasa bergerak. Bagi saya, tubuh Paulus dan Silas boleh dipasung namun iman dan cinta mereka kepada Kristus tidak akan ikut dipasung. Mereka bahkan akan semakin berkobar-kobar dalam mewartakan Injil Tuhan Yesus Kristus.

Dalam situasi tertindas dan menderita, Paulus dan Silas tidak kehilangan iman, harapan dan kasih kepada Kristus dan Injil-Nya. Mereka justru mengangkat pujian dan syukur kepada Tuhan Allah. Para narapidana turut mendengar doa dan pujian keduanya. Apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata doa itu memiliki kekuatan untuk mengubah segala sesuatu. Ada fenomena alam yakni gempa bumi, semua pintu terbuka, belenggu-belenggu mereka juga terlepas. Hal ini membuat kepala penjara hendak membunuh dirinya. Untung Paulus mengingatkannya untuk tidak membunuh dirinya. Perubahan yang lebih radikal adalah kepala penjara itu tersungkur di depan Paulus dan Silas dan memohon keselamatan. Paulus berkata kepadanya: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.”(Kis 16:31). Kepala penjara melayani kedua misionaris ini dan seluruh keluarganya menjadi percaya kepada Kristus.

Bagi saya kisah ini bukan hanya sekedar sebuah kisah saja. Tuhan sungguh berkarya di dalam Gereja, melalui utusan-utusaan atau para rasul dari zaman dahulu hingga sekarang. Pengalaman Paulus dan Silas adalah pengalaman Gereja sepanjang masa. Sebab itu hal yang paling penting adalah doa. Doa adalah kekuatan bagi seorang rasul. Doa mengubah yang jahat menjadi baik. Maka dalam penderitaan dan kemalangan jangan lupa Tuhan. Dan benar, sebagaimana dikatakan dalam mazmur: “Tangan kanan-Mu menyelamatkan daku, ya Tuhan” (Mzm 138:7c).

Sebenarnya apa yang menjadi kekuatan bagi Gereja sehingga bertahan dalam penderitaan dan kemalangan? Tuhan Yesus memberikan sebuah kekuatan yang dahsyat yaitu Roh Kudus. Roh Kudus adalah Penghibur bagi Gereja dalam segala situasinya. Tugas dari sang penghibur adalah menginsyafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman. Mengapa dosa? Karena banyak orang tidak percaya kepada Yesus sehingga perlu diinsyafkan. Penghibur juga menginsyafkan kebenaran karena Yesus sendiri akan pergi kepada Bapa dan akan penghakiman karena penguasa dunia akan dihukum. Yesus tidak akan meninggalkan Gereja-Nya berjalan sendiri. Ia senantiasa menyertai hingga akhir zaman.

Pada hari ini kita semua dikuatkan karena kasih Tuhan Yesus Kristus dan Roh Penghibur yang datang dari Bapa. Kita bersyukur karena Gereja dengan segala kesulitan tetap berdiri kokoh. Darah para martir benar-benar menjadi benih subur iman Kristiani. Jangan takut untuk bersaksi tentang iman kepada Kristus.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply