Food For Thought: Berani karena benar

Berani karena benar!

Saudari dan saudara terkasih. Kita berada di hari ke-7 novena kepada Roh Kudus. Selamat beristirahat sejenak di har-hari libur ini. Food For Thought kita kali ini bertema ‘Berani karena benar’.

Adalah Soekarno. Kita mengenalnya sebagai Presiden pertama Republik Indonesia. Ia pernah berkata: “Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” Bagi saya kata-kata penuh keberanian ini memiliki nilai kebenaran yang luhur. Soekarno masih menunjukkan imannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jabatan dan kedudukan bukanlah segala-galanya. Ada saat untuk memulai dan ada saat untuk mengakhiri. Ada yang memulai dengan gembira dan mengakhiri dengan gembira. Ada yang memulai dengan gembira dan mengakhiri dengan derita. Presiden Soekarno lebih cocok memulai dengan gembira dan cemerlang dan mengakhirnya dengan derita. Masing-masing orang memiliki pengalaman yang indah nan unik.

Hari ini kita masih mendengar sosok Santu Paulus. Dia sudah memiliki visi ke depan bahwa setelah meninggalkan Miletus menuju ke Yerusalem, ia akan menjadi tawanan roh. Apa yang dipikirkannya sungguh terwujud. Ia ditangkap, dijebloskan ke dalam penjara tanpa ada alasan yang tepat. Ia pun diminta untuk menjelaskan semua perkataannya supaya letak kesalahannya dapat diketahui oleh para pemimpin agama di Yerusalem. Ia tidak gentar berhadapan dengan kaum Saduki dan Farisi juga para pemimpin agama yakni para ahli Taurat dan Mahkamah agama Yahudi. Paulus konsisten dengan kesaksiannya bahwa Yesus sudah wafat dan bangkit dengan mulia. Perkataan ini merupakan ungkapan iman Paulus kepada Tuhan Yesus Kristus. Namun demikian menjadi malapetaka bagi kaum Saduki dan Farisi. Mengapa? Sebab kaum Saduki itu tidak percaya kepada kebangkitan orang mati, adanya malaikat dan roh. Kaum Farisi sebaliknya percaya kepada kebangkitan orang mati dan adanya malaikat serta roh. Maka jelaslah posisi Paulus di antara mereka. Ia berani karena benar bukan takut karena salah.

Dalam situasi yang sulit ini, Paulus memiliki andalan yaitu Tuhan. Tuhan menampakkan diri kepadanya dan tetap memintanya untuk bersaksi: “Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma.” (Kis 23:11). Paulus tetap menjadi saksi kebangkitan Kristus sampai tuntas meskipun ia rendah hati mengatakan bahwa dirinya sama seperti seorang anak yang lahir sebelum waktunya (1Kor 15:8).

Tuhan Yesus juga memberi kesaksian tentang kuasa Bapa di Surga dalam doa-Nya sebagai Imam Agung. Dia mempersembahkan diri-Nya satu kali untuk selama-lamanya, dan doa-Nya ini ditujukan sebagai tanda persatuan dengan Bapa di surga dan dengan manusia yang didoakan Yesus supaya bersatu dalam keberagaman. Tuhan Yesus saja menghendaki persekutuan dalam keberagaman. Hanya manusia egois yang berani ber-devide et impera. Itulah manusia zaman now yang angkuh di hadapan Tuhan karena mengandalkan dirinya dan angkuh di hadapan sesama manusia karena berpikir bahwa dirinya lebih dari Tuhan. Kita tetap percaya pada doa Yesus untuk Oikumene akan terwujud pada saat yang tepat. Mari berani berjuang karena benar dan jauhi mental bekicot dalam menghadapi aneka kesulitan. Paulus dan Tuhan Yesus adalah model inspiratif kita hari ini.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply