Homili Hari Minggu Biasa ke-XXXIII/C – 2019

Hari Minggu Biasa XXXIII/C
Mal. 4:1-2a
Mzm. 98:5-6,7-8,9a,9bc
2Tes. 3:7-12
Luk. 21:5-19

Kesempatan untuk bersaksi!

Apakah anda pernah mengalami krisis iman? Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan krisis iman sebagai lunturnya keimanan seseorang. Iman adalah anugerah cuma-cuma dari Tuhan kepada setiap orang sesuai kehendak-Nya. Iman itu harus berkembang, laksana biji sesawi yang dapat berkembangkan hingga burun-burung pun dapat bersangkar di atasnya. Orang yang mengalami krisis iman mengalami kelunturan iman. Mereka akan kesulitan untuk bersaksi tentang Tuhan yang mereka imani. Maleakhi dalam bacaan pertama mengajak kita untuk merenung tentang hidup di hadirat Tuhan sambil menanti hari-Nya. Tuhan melalui Maleakhi, mengatakan bahwa hari Tuhan itu laksana perapian yang menyalah-nyalah. Ini tentu hal yang menakutkan sebab berkaitan dengan siksaan neraka bagi kaum pendosa yang tidak mau bertobat. Orang-orang berdosa, mereka yang gegabah, orang-orang fasik akan mengalami hidup seperti jerami yang dibakar. Hal ini tentu berbeda di mata Tuhan, khususnya bagi orang-orang benar yang hidupnya berkenan di hati Tuhan karena memuliakan dan menguduskan nama-Nya. Bagi mereka Tuhan berjanji untuk menerbitkan surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Tuhan benar-benar akan tampil sebagai sosok yang membebaskan dan menyelamatkan manusia.

Santu Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan jemaat di Tesalonika supaya tidak terlena dalam tugas dan pekerjaan mereka. Issue tentang hari Tuhan atau akhir zaman juga mempengaruhi alam pikir mereka. Sebab itu mereka menjadi tidak percaya diri. Mereka hidup dalam kekuatiran dan ketakutan tentang akhir zaman. Paulus memahami situasi ini dan memberi nasihat-nasihat praktis kepada mereka. Misalnya, supaya jemaat mengikuti teladan Paulus dan rekan-rekannya yang selalu tekun bekerja, tidak pernah lalai di tengah-tengah mereka. Ketekunan dalam bekerja membuat Paulus dan rekan-rekannya tidak menjadi beban bagi orang lain. Mereka hidup dari keringat dan tangan mereka sendiri. Ini menjadi teladan atau model hidup bagi jemaat. Paulus juga mengingatkan mereka akan nasihat yang sudah disampaikannya: “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” (2Tes 3:10). Nasihat Paulus ini menjadi cara yang jitu untuk memberi kesaksian tentang semangat kerja tanpa perlu menyibukkan diri dalam memikirkan tentang akhir zaman. Paulus akhirnya menegaskan: “Orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri.” (2Tes 3:12).

Baik Maleakhi dalam bacaan pertama dan Paulus dalam bacaan kedua mengarahkan kita kepada sosok Yesus sendiri. Kita butuh semangat untuk bersaksi sebagai orang beriman, yang senantiasa berada di hadirat Tuhan. Banyak di antara kita yang mengingat kalimat ini: “Sesudah dirimu diselamatkan, jadilah saksi Kristus”. Sesudah anda dan saya diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus maka kita mendapat panggilan baru untuk bersaksi tentang Kristus yang kita imani. Sesudah kita mati karena dosa-dosa kita maka kita dibangkitkan oleh Tuhan Yesus Kristus dan hidup hanya bagi Tuhan. Santu Paulus pernah berkata: “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” (Rom 14:8). Sungguh perkataan ini sangat bermakna bagi hidup kita sebagai pengikut Kristus. Satu kata kunci yang perlu adalah kesaksian atau kemartiran.

Istilah kemartiran, dalam Bahasa Yunani disebut μαρτυρ, artinya “saksi” atau “orang yang memberikan kesaksian”. Dalam kaca mata kristiani, kemartiran selalu dikaitkan dengan orang-orang yang membaktikan dirinya sampai tuntas karena iman dan kasihnya kepada Kristus. Tertullianus adalah seorang bapa Gereja, yang pernah mengatakan: “Il sangue dei martiri è il seme dei cristiani.“ (Darah para martir adalah benih Kristiani). Banyak orang menumpahkan darahnya karena kasih kepada Kristus. Penulis Kitab Wahyu bersaksi tentang para martir: “Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba. Karena itu mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani Dia siang malam di Bait Suci-Nya. Dan Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan kemah-Nya di atas mereka.” (Why 7:14-15).

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini menyadarkan kita untuk setia dalam hidup kristiani. Suasana menjelang akhir zaman digambarkan menakutkan kita semua. Ada nabi-nabi palsu yang mengakui diri sebagai Mesias, suasana chaos seperti perang dan pemberontakan. Fenomena alam khususnya bencana alam, berbagai penyakit dan kelaparan. Ada juga tanda-tanda menakutkan dari langit. Tentang para muridnya, Yesus menasihati: “Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku.” Ini adalah kesempata terbaik untuk bersaksi bahwa kita sungguh-sunguh pengikut Kristus. Kita bangga sebagai orang kristiani. Dalam Bahasa Inggris disebut Christian: Christ-ian ‘Christ, i am nothing’. Tuhan Yesus adalah segalanya dan kita bersaksi tentang Dia.

Bagaimana menjadi saksi yang baik? Suasana chaos tidak hanya terjadi di dalam keluarga masing-masing dan masyarakat sosial tetapi di dalam diri kita sendiri yang langsung berhubungan dengan Tuhan Yesus. Di samping itu Tuhan Yesus menasihati kita semua: “Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku. Tetapi tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” (Luk 21:17-19). Sesulit apa pun hidup ini sebagai pengikut Kristus, kita harus terus menulis, terus setia, terus dalam panggilan dan pelayanan untuk kebaikan banyak orang. Singkatnya, semua pengalaman hidup ini adalah kesempatan untuk bersaksi bahwa kita mengimani Yesus, Tuhan dan Juru Selamat kita.

Apa yang harus kita lakukan? Pertama, kita melakukan pekerjaan-pekerjaan kita dengan setia dan tekun. Semua pekerjaan yang baik berguna untuk memuliakan nama dan kemuliaan Tuhan. Hanya dengan demikian ada cahaya yang menerangi hidup kita dan kita sungguh menjadi baru. Kedua, Keteladanan itu penting. Tuhan Yesus dan Santu Paulus memberi teladan yang terbaik bagi Gereja. Tuhan Yesus memberi nasihat kepada para murid-Nya supaya dapat hidup sebagai anak-anak Allah yang setia. Paulus menasihati jemaat di Tesalonika supaya selalu tekun bekerja karena menyaksikan keteladanan Paulus sendiri. Ketiga, tetap semangat dalam bekerja. Orang yang tekun bekerja akan tetap mengambil bagian dalam diri Tuhan Allah yang selalu mencipta. Kita belajar untuk tahu diri: “Siapa yang tidak bekerja, dia tidak makan”. Banyak di antara kita yang asal-asalan bekerja di tempat kerjanya. Kalau saat menerima gaji dia begitu cepat tapi kalau bekerja selalu pasif, datang intime, selalu terlambat. Kalau lambat menerima gaji, ia bersuara keras padahal minim prestasi, rendah performance. Mari belajar malu ketika kita adalah orang produktif yang tidak produktif di tempat kita berkarya.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply