Homili 6 April 2020

HARI SENIN DALAM PEKAN SUCI
Yes. 42:1-7
Mzm. 27:1,2,3,13-14
Yoh. 12:1-11

Menyambut saudara kematian

Kita berada di Hebdomada Sancta atau Pekan Suci tahun 2020. Biasanya umat katolik berkumpul di Gereja untuk melakukan ibadat pagi sambil menyanyikan lagu-lagu ratapan (lamentasi). Lamentasi sendiri merupakan sebuah tradisi tentang sejarah kejatuhan manusia dalam dosa, penyesalan dan tobat untuk mencapai keselamatan. Namun sayang sekali karena tahun ini tidak ada lamentasi dan juga perayaan-perayaan Ekaristi sebagaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Rupa-rupanya covid-19 memiliki kekuatan luar biasa untuk mengubah perilaku hidup manusia di hadapan Tuhan dan sesama manusia. Ada yang menyatakan kerinduannya untuk mendengar Sabda dan menerima Komuni kudus. Rupa-rupanya covid-19 ini mampu mendekatkan manusia yang jauh dari Tuhan dan sesamanya. Banyak orang mulai mawas diri, melakukan social distancing dan menggunakan masker. Semua ini memang sangat berguna bagi kita untuk hidup dalam rahmat Tuhan.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok Hamba yang menderita dalam Kitab nabi Yesaya. Tuhan mengajak umat-Nya: “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.”(Yes 42:1). Sang hamba Yahwe ini memang unik: ia dipegang langsung oleh Tuhan, dipilih sendiri oleh Tuhan dan segala cinta Tuhan tercurah kepada dia. Sebagai seorang hamba, ia menunjukkan kepatuhannya yang luar biasa kepada Tuhan. Sebab itu ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suaranya, atau memperdengarkan suaranya di jalan raya.

Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya menderita. Ia tetap hadir dan memberi perhatian yang besar kepadanya. Tuhan sebagai pencipta alam semesta berkata: “Aku ini, Tuhan, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.” (Yes 42:6-7). Dalam kaca mata kristiani, pikiran kita langsung diarahkan kepada Yesus Kristus, Anak Allah. Yesus dipanggil dan diutus Bapa untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Dia telah datang ke dunia untuk melepaskan penyakit dan kelemahan kita. Semua ini dilakukan karena cinta kasih yang besar kepada manusia dan ini diwujudkan melalui kematian tragis di salib.

Selamat datang kematian. Sebuah kematian karena cinta yang besar. Ini mungkin kalimat yang tepat untuk memahami bacaan Injil pada hari ini. Penginjil Yohanes melaporkan bahwa enam hari sebelum paskah, Yesus melakukan kunjungan kekeluargaan di Betania, tepatnya di rumahnya Lazarus. Nama Lazarus berasal dari bahasa Ibrani: אלעזר, Elʿāzār, Eleazar, artinya “Allah (telah) menolong”. Ini kiranya tepat karena Allah telah menolong dengan membangkitkannya dari kematian. Marta sebagai pemilik rumah menyiapkan perjamuan makan untuk Yesus dan para kerabat termasuk Lazarus yang barusan dibangkitkan dari kematian.

Sambil makan, Maria, saudari dari Lazarus dna Marta, mengambil minyak narwastu murni yang mahal harganya untuk meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya yang panjang. Berbagai reaksi berdatangan. Yudas Iskariot sebagai bendahara komunitas Yesus mengatakan bahwa minyak itu mahal maka kenapa tidak dijual saja dan hasil penjualan itu diberikan kepada orang-orang miskin. Namun Yesus mengatakan: “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.” (Yoh 12:7-8). Yesus menyadari bahwa semua yang dilakukan Maria akan menjadi nyata ketika Ia akan wafat dan tubuh-Nya yang kudus juga akan diminyaki.

Selamat datang kematian! Saya tetap mengingat perkataan Imam Besar Kayafas di hadapan pemuka agama Yahudi: “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.” (Yoh 11:49-50). Yesus adalah kekasih Bapa yang akan wafat untuk keselamatan semua orang. Dia adalah ‘satu orang yang mati’ bagi kita semua. Yesus sendiri berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13).

Satu kata kunci yang hendak diungkapkan dalam kedua bacaan liturgi hari ini adalah cinta. Sang Hamba yang menderita dalam kita nabi Yesaya adalah sosok yang mengalami kasih Tuhan dan membalasnya dengan kasih. Sosok Yesus yang hadir di dalam rumah Lazarus adalah sumber kasih yang memberikan kasih-Nya sampai tuntas (Yoh 13:1). Marta dan Lazarus, terutama Maria menunjukkan kasihnya yang besar kepada Tuhan Yesus. Kasih Maria kepada Yesus sungguh luar biasa. Ia mengambil minyak yang paling berharga, tanpa merasa rugi atau menghitung-hitung kekayaannya untuk mengingatkan penguburan Yesus. Ia mengasihi Yesus karena Yesus kebih dahulu mengasihi dan menunjukkan kerahiman kepadanya. Pada hari ini kita belajar untuk mengasihi, sekarang hingga ajal menjemput.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply