Homili Hari Minggu Biasa ke-XIV/A – 2020

Hari Minggu Biasa XIV/A
Za. 9:9-10
Mzm. 145:1-2,8-9,10-11,13cd-14
Rm. 8:9,11-13
Mat. 11:25-30

Berpasrah kepada Allah

Pada akhir bulan Juni yang lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi kedua orang cucu yang tinggal di Ngesrep Barat, Semarang, Jawa Tengah. Cucu pertama bernama Narendra dan cucu kedua bernama Gaby. Saya sudah sekali menjumpai Narendra sedangkan Gaby baru pertama kali. Apa yang terjadi dalam perjumpaan kali ini? Narendra begitu melihat saya langsung mendekat, pingin digendong dan foto bersama. Sedangkan Gaby ketika melihat saya merasa takut, menangis, tak mau digendong dan tentu tidak mau foto bersama. Sesekali dia memperhatikan kakaknya Narendra begitu akrab, tetapi ketika saya mendekatinya ia langsung menangis. Tetapi setelah saya pergi Gaby memanggil ‘Opa… opa”. Dari anak-anak kecil kita belajar banyak hal yang nantinya menjadi pedoman hidup kita, misalnya: kepolosan hati, kerendahan hati, ketenangan, kepasrahan hidup, kejujuran dan nilai-nilai hidup lain yang patut kita miliki sepanjang hidup kita. Memang anak-anak kecil memiliki ketakutan tertentu itu adalah sebuah kewajaran tetapi hasrat untuk mendapatkan perlindungan itu selalu ada. Semangat hidup anak-anak kecil ini membuka wawasan kita untuk memembentuk habitus kita di hadirat Tuhan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Biasa ke-XIV/A ini membantu kita untuk bertumbuh sebagai anak-anak Allah. Anak-anak Allah yang berkarakter yakni pasrah dan patuh kepada kehendak Tuhan Allah. Zakharia dalam bacaan pertama menghadirkan sosok Tuhan sebagai seorang raja yang adil, jaya dan lemah lembut yang sedang melawat ke Yerusalem. Sebab itu Putri Sion diharapkan bersorak sorai dengan nyaring dan kepada Putri Yerusalem untuk bersorak sorai. Suasana batin bersorak sorai atau bergembira patutlah dimiliki ole anak-anak Allah sebab Tuhan mengunjunginya. Kunjungan adalah sebuah tanda kasih yang besar dari orang yang mengunjungi dan mereka yang dikunjungi. Sang raja yang mengunjungi juga menunjukkan kerendahan hatinya dengan mengendarai seekor keledai, sebuah hewan yang selalu memikul beban dan identic dengan kebodohan manusia. Sang raja itu memiliki misi tertentu yakni melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan memusnahkan kuda-kuda dari Yerusalem.

Sosok sang raja yang adil, jaya dan lemah lembut ini merupakan prototipe Yesus sang raja damai kita. Dia juga nantinya digambarkan mendatangi dan menyelamatkan umat-Nya dengan mengendarai seekor keledai. Ini yang selalu kita kenang pada hari Minggu Palma. Dia adalah raja Damai yang datang untuk memberikan damai-Nya kepada kita. Dialah satu-satunya Penyelamat karena melindungi kita dari kuasa setan dan menyelamatkan kita sebagai tanda kasih-Nya sampai tuntas. Yesus yang satu dan sama ini berpasrah, taat kepada Bapa supaya dapat menyelamatkan kita semua. Kepasrahan Yesus yang membawa damai kepada kita semua haruslah menjadi pedoman bagi kita untuk berpasrah kepada Tuhan sebagai anak-anak-Nya dan membawa damai, kasih dan sukacita kepada sesama manusia.

Gambaran sang raja yang adil, jaya dan lemah lembut diterangkan secara baru oleh Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Yesus sang raja damai menunjukkan diri-Nya sebagai Anak yang bersyukur kepada Bapa karen segala sesuatu yang sudah dilakukan Allah dan dialami-Nya sendiri. Yesus berkata dalam doa: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.” (Mat 11:25-26). Yesus Kristus adalah Anak Allah yang bersyukur, berpasrah kepada Allah Bapa. Lihatlah betapa Yesus menjadi panutan kita. Sebagai Anak Allah saja Dia masih bersyukur, mengapa kita begitu sulit bersyukur kepada Tuhan? Yesus bersyukur karena kebijaksanaan-Nya dinyatakan kepada orang-orang kecil. Orang-orang kecil adalah para murid yang dipilih-Nya sebagai rasul atau utusan. Para rasul itulah yang mengenal Yesus sebagai Anak dan Allah sebagai Bapak arena diajarkan Yesus sendiri.

Tuhan Yesus juga mengingatkan para murid-Nya sebagai ‘orang-orang kecil’ supaya datang kepada-Nya. Mereka dan kita yang membaca Injil hari ini adalah orang-orang kecil yang diajak Yesus untuk datang kepada-Nya. Kita saat ini diajak untuk berserah, berpasrah kepada-Nya karena keletihan hidup dan beban-beban berat dalam hidup yang kita miliki. Kita tidak dapat mengatur diri kita sendiri, kita mengandalkan Tuhan dalam hidup ini sebab terlepas dari yesus, kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Yesus tidak hanya memanggil kita untuk datang kepada-Nya, Dia juga berjalan bersama kita dengan kuk yang dipasang pada kita dan sambil berjalan bersama kita belajar daripada-Nya. Berjalan bersama Yesus membuat hati kita menjadi tenang dan damai. Dia meringankan beban kita dengan kehadiran-Nya yang nyata. Ini juga yang selalu kita rasakan dalam Ekaristi.

Apa yang harus kita lakukan?

Santu Paulus dalam bacaan kedua membuka jalan bagi kita supaya mewujudkan kepasrahaan dan kepatuhan kepada Tuhan dengan tidak hidup dalam daging melainkan dalam Roh. Kita perlu membuka diri supaya Roh Allah tinggal di dalam diri kita dan dengan demikian kita menjadi milik Kristus. Roh Allah yang satu dan sama ini telah membangkitkan Yesus Kristus dari kematian-Nya dan Roh juga yang menghidupkan tubuh kita yang fana. Sebab itu kita harus terbuka untuk menerima Roh dan membiarkan Dia tinggal di dalam diri kita. Roh tinggal di dalam diri kita maka dengan sendirinya kita juga akan menjauh dari keinginan daging. St. Paulus mengatakan bahwa kalau kita hidup dalam daging maka jaminannya adalah kematian, kalau kita hidup dalam Roh maka kita akan mampu mematikan perbuatan-perbuatan daging dalam tubuh kita. Makah al terpenting untuk berpasrah kepada Tuhan adalah hidup dari dan dalam Roh bukan daging.

Di tempat lain, St. Paulus menasihati kita supaya kita seperti ini: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1Kor 6:19-20). Tuhan sungguh berkarya dan menjadikan kita anak-anak yang tahu bersyukur dan berpasrah kepada-Nya. Kita tidak berjalan sendirian, tetapi kita adalah anak-anak Tuhan yang berjalan bersama Yesus dengan mengenakan kuk yang dipasang-Nya pada kita.

PJ-SDB