Homili 6 Juli 2020

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XIV
Hos. 2:13,14b-15,18-19
Mzm. 145:2-3,4-5,6-7,8-9
Mat. 9:18-26

Kasih setia Tuhan begitu luhur

Pada pagi hari ini saya mendoakan Mazmur-Mazmur dan menemukan kalimat doa ini: “Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Tuhan itu baik kepada semua orang, penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.” (Mzm 145:8-9). Saya merasa sangat bersyukur kepada tuhan sebab Ia sedang menyadarkan saya untuk memulai hari baru ini, bertepatan dengan sepekan retret rohani tahunan para Salesian dari Provinsi Indonesia, supaya membaharui diri supaya serupa dengan Diri-Nya yakni Tuhan pengasih, penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Empat kata sifat yang penting ini menggambarkan jati diri Tuhan Allah, sekaligus menjadi cermin atau pedoman bagi hidup saya. Sambil merenung Sabda Tuhan Allah ini, saya merasa malu, tidak berdaya, ada rasa bersalah yang menguasai diri saya sebab saya merasa masih sangat jauh dari sifat Tuhan sebagai pengasihi, penyayang, panjang sabar, dan besar kasih setia. Memang Tuhan sudah menganugerahkannya kepada saya, hanya saya belum melakukannya secara maksimal seperti Tuhan sendiri bagi diri saya.

Tuhan itu pengasih dan penyayang kepada orang-orang berdosa yang sadar diri untuk bertobat. Dia sendiri yang melakukan pendekatan pertama kepada orang berdosa. Dia tidak membiarkan orang berdosa menjadi binasa, tetapi menunjukkan betapa Dia adalah Allah yang Maharahim. Kerahiman-Nya itu ditunjukkan dalam karakter-Nya yakni pengasihi,l penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Dia juga baik kepada semua orang dan penuh rahmat kepada segala ciptaan-Nya. Semua ini dialami oleh Hosea dan diwartakan dengan gemilang dalam bacaan pertama. Di sana digambarkan tentang relasi umat Israel dan Tuhan itu diumpamakan dengan relasi kasih antara suami dan istri.

Umat Israel digambarkan sebagai sebuah bangsa yang selalu jatuh ke dalam dosa. Khusus untuk Kerajaan Israel yang beribu kota di Samaria memiliki satu dosa yang besar yaitu suka menyembah berhala. Samaria sendiri dikelilingi oleh gunung Garzim dan gunung Ebal. Di atas kedua puncak itu mereka menyembah berhala. Mereka memiliki ilah-ilah yang disebut baal. Hosea sendiri kecewa dengan istrinya yang memiliki baal sehingga ia mencap istrinya sebagai seorang wanita yang melacurkan dirinya karena menyembah berhala kepada baal-baal di gunung Garizim dan gunung Ebal. Tuhan sendiri merasa kecewa dengan orang-orang di Samaria yang tidak malu-malu melacurkan dirinya kepada baal-baal yang ada. Namun Tuhan sendiri tetap menunjukkan kerahiman-Nya kepada umat Israel.

Apa yang Tuhan lakukan? Ia berkehendak untuk menyelamatkan umat-Nya. Dia menghendaki pertobatan bukan persembahan dalam bentuk kurban bakaran di gunung. Tuhan disembah bukan lagi di gunung atau di Yerusalem, tetapi disembah dalam Roh dan Kebenaran. Maka Tuhan melakukan pendekiatan pertama. Ia akan membujuk umat-Nya yang berdosa tetapi tetap menjadi kesayangan-Nya dan membawanya ke padang gurun dan berbicara dari hati ke hati untuk menenangkan hati umat-Nya. Relasi intim ini sama dengan relasi suami dan istri. Tuhan akan disapa sebagai suami bukan sebagai Baal. Israel akan menjadi istri untuk selamanya. Relasi sebagai suami dan istri ini diperkuat oleh semangat dari Tuhan sendiri yaitu keadilan, kebenaran, dalam kasih setia dan kasih saying. Hanya dengan demikian Israel akan tetap mengenal Tuhan. St. Yohanes Paulus II menulis dalam Dives in Misericordia begini: “Kasih akan mengalahkan sumber terdalam kejahatan dan menghasilkan sebagai buahnya yang matang, kerajaan kehidupan dan kekudusan serta kekekalan yang mulia.” (DIM, 8).

Kasih setia Tuhan begitu luhur menjadi nyata dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Ia selalu berkeliling dan berbuat baik. Kali ini santu Matius mengisahkan dua mukjizat yang dilakukan Yesus. Mukjizat pertama terjadi dalam perjalanan Yesus untuk memberkati anak perempuan seorang kepala rumah ibadat. Ketika itu ada seorang perempuan yang sudah duabelas tahun menderita pendarahan. Perempuan itu mungkin merasa diri bahwa dengan penyakitnya itu dapat menajiskan orang lain termasuk Yesus yang sedang lewat di depannya. Sebab itu ia mengatakan dalam hatinya bahwa asal saja ia menjamah jumbai jubah Yesus maka ia akan mengalami penyembuhan. Mukjizat pertama ini terjadi karena iman perempuan itu. Sebab itu Yesus berkata kepadanya: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Mat 9:22). Iman kepada Yesus mengubah segala sesuatu.

Mukjizat kedua adalah Yesus membangkitkan anak perempuan kepala rumah ibadah yang baru berusia duabelas tahun. Fakta menunjukkan bahwa anak perempuan itu sudah meninggal dunia, tetap Yesus mengatakan bahwa ia hanya tidur saja bukan mati. Orang-orang yang sudah membunyikan seruling perkabungan menertawakan Yesus. Tetapi Yesus menunjukkan kasih setia Allah dengan memegang tangan anak perempuan itu, dan membangkitkannya. Anak itu hidup kembali dan diserahkan kepada orang tuanya. Yesus membuat mukjizat ini karena iman dari orang tua anak perempuan ini. Semua orang takjub karena kasih setia Tuhan sungguh nyata dalam Yesus Kristus.

Pada hari ini kita harus bersyukur kepada Tuhan sebab kekal abadi kasih setia-Nya kepada kita. Ia tidak mengitung-hirtung dosa kita tetapi melihat iman dan kepercayaan kita kepada-Nya. Tepatlah doa ini: “Tuhan Yesus Kristus, janganlah memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman gereja-Mu”. Semoga Tuhan melihat iman kita dan tetap mememberikan kita sifat pengasihi, penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia di dalam hidup kita.

PJ-SDB