Homili Hari Rabu Oktaf Paskah 2021- Injil Untuk Daily Fresh Juice (DFJ)

HARI RABU DALAM OKTAF PASKAH
Kis. 3:1-10;
Mzm. 105:1-2,3-4,6-7,8-9;
Luk. 24:13-35

Lectio:

Pada hari Minggu Paskah, dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. Yesus berkata kepada mereka: “Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” Maka berhentilah mereka dengan muka muram. Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: “Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?” Kata-Nya kepada mereka: “Apakah itu?” Jawab mereka: “Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. Tetapi beberapa perempuan dari kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi buta mereka telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan berita, bahwa telah kelihatan kepada mereka malaikat-malaikat, yang mengatakan, bahwa Ia hidup. Dan beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati, bahwa memang benar yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat.” Lalu Ia berkata kepada mereka: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya? Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka. Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Kata mereka seorang kepada yang lain: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu. Mereka sedang berkumpul bersama-sama dengan teman-teman mereka. Kata mereka itu: “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon.” Lalu kedua orang itupun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.

Demikianlah Injil Tuhan kita.
Terpujilah Kristus

Renungan:

Masih Butuh Pendampingan!

Banyak di antara kita pasti pernah mendengar dan mengenal nama Albert Camus (1913-1960). Beliau adalah seorang Filsuf, Penulis, Eseis dan Peraih Nobel sastra termuda (1956) dari Perancis. Ia pernah berkata: “Jangan berjalan di belakangku karena aku tidak akan memimpinmu. Jangan berjalan di depanku karena aku tidak akan mengikutimu. Berjalanlah di sisiku sebagai sahabatku.” Perkataannya ini kedengaran sangat sederhana tetapi memiliki makna yang kaya dalam usaha membangun relasi antar pribadi. Memang kita tidak dapat memungkiri tendensi orang untuk berjalan di belakang karena memiliki kebiasaan ikut-ikutan, ada yang suka berjalan di depan dan memaksa orang lain untuk mengikutinya dan hanya sedikit orang yang mau berjalan di sisi sebagai sahabat dan rekan seperjalanan.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok Yesus, seorang pendamping tulen para murid selama hidup dan saat setelah Ia bangkit dengan mulia. Situasi para murid saat itu memang penuh dengan kekecewaan yang bercampur dengan ketakutan. Kleopas dan temannya termasuk orang yang kecewa karena harapan-harapan mereka tidak terakomodasi. Ini adalah ekspresi Kleopas dan temannya tentang Yesus: “Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel.” Ternyata harapan mereka supaya Dia menjadi pemimpin gagal total. Dia malah menderita dan wafat tanpa busana di kayu salib. Meskipun demikian ada satu pokok pewartaan yang penting di sini yakni bahwa Yesus sudah hidup sebagaimana dikatakan malaikat-malaikat, buktinya adalah makam tempat Ia dibaringkan sudah kosong, tetapi para wanita dan murid lainnya tidak melihat Dia.

Tuhan Yesus adalah seorang pendamping dan penolong sejati. Ia berjalan bersama kedua murid ini, mendengar keluh kesah mereka, turut merasakan suasana bathin mereka tentang diri-Nya. Ia masuk ke dalam hidup mereka secara pribadi sehingga membuat hati mereka berkobar-kobar. Yesus mengenal pikiran dan harapan-harapan mereka. Ia menjelaskan Kitab Suci tentang diri-Nya secara lengkap. Ia juga masuk dan tinggal bersama mereka serta berekaristi bersama mereka berdua. Maka di sini kelihatan jelas langkah-langkah konkret Yesus untuk mendampingi mereka sampai mengenal-Nya secara pribadi, yakni ada waktu dan kesempatan, kesiapan untuk berjalan bersama, kesiapan untuk mendengar dengan baik keluh kesah mereka, tinggal bersama dan makan bersama sambil mengucap syukur.

Yesus menunjukkan teladan yang sangat berharga bagi kita. Setiap orang, baik orang tua, pendidik dan para gembala haruslah menjadi pendamping setia yang bukan berjalan di belakang atau di depan tetapi berjalan bersama di samping sebagai sahabat. Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai sahabat yang berjalan di samping sehingga membuat hati mereka berkobar-kobar. Kita dapat membayangkan betapa indahnya pengalaman rohani Kleopas dan temannya ini. Pengalaman rohan ini menjadi harapan kita semua sebagai pengikut Kristus.

Pada masa pandemi ini kita membutuhkan sosok-sosok yang tepat seperti Yesus yang mendampingi dan membimbing kita ke arah jalan yang benar. Banyak orang putus asa, kehilangan harapan, seperti Kleopas dan temannya ini. Sebab itu kita belajar dari Tuhan Yesus untuk ikut terlibat dalam mendampingi dan membimbing Kleopas masa kini supaya memiliki hati yang berkobar-kobar.

Untuk kita sendiri, perlu memiliki waktu berkualitas dengan Tuhan supaya bisa berjalan bersama, mendengar Sabda dan berekaristi bersama. Pertanyaan penting bagi kita adalah apakah hati kita juga berkobar-kobar ketika mendengar Sabda dan berekaristi bersama Tuhan Yesus?

Doa: Tuhan Yesus Kristus, betapa besar pengorbananmu bagi kami. Engkau rela menderita, sengsara dan wafat serta bangkit dengan mulia bagi kami. Bantulah kami untuk mengenal-Mu lebih dalam lagi dan semoga hati kami berkobar-kobar karena Sabda dan Ekaristi yang kami terima daripada-Mu. Amen.

PJ-SDB