Food For Thought: Perjalalanan penuh sukacita

Perjalanan yang penuh sukacita

Samuel M. Shoemaker adalah seorang imam dari Gereja Episcopal. Ia pernah mengatakan: “Tanda paling pasti dari seorang Kristen bukanlah iman, atau bahkan cinta, tetapi sukacita.” Pernyataan ini memang mengagetkan banyak orang sebab kalau kita perhatikan kata iman dan cinta maka pikiran kita tertuju kepada kebajikan-kebajikan teologal atau kebajikan ilahi yakni iman, kasih dan harapan. Namun Shoemaker kiranya lebih menekankan aspek sukacita karena baginya sukacita itu sendiri berkaitan dengan semangat pemuridan. Seorang murid Kristus harus memiliki sukacita dalam hidupnya karena kebangkitan Kristus. Yesus Kristus tidak hanya wafat, tetapi Ia juga bangkit dengan mulia. Tentu saja ini adalah pendapat pribadi imam Gereja Episcopal. Bagi saya, kita tetap berpegang teguh pada kebajikan-kebajikan teologal yakni iman, kasih dan harapan yang merupakan tanda pasti kita sebagai orang Kristen.

Terlepas dari pandangan pribadi Shoemaker ini, kita semua sebagai sebuah Gereja peziarah memang perlu memiliki benih sukacita di dalam hidup. Penulis berkebangsaan Amerika bernama Alan Cohen pernah berkata, “Jangan menunda sukacita sampai Anda telah mempelajari semua pelajaran Anda. Sukacita adalah pelajaran Anda.” Sukacita adalah bagian penting dalam hidup kita sebagai anak-anak Tuhan. Sukacita menjadi sebuah pelajaran hidup, sebuah pengalaman yang harus tetap ada, bertumbuh bersama kita menuju keabadian.

Pada hari ini saya tertarik pada sosok yang digambarkan St. Lukas di dalam Kisah para Rasul. Dia adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia (Kis 8:27). Dia datang ke Yerusalem untuk berziarah dan kini sedang dalam perjalanan ke Etiopia. Rupa-rupanya dalam peziarahannya ini ia dijamah oleh Tuhan sehingga ada rasa ingin tahu yang besar. Ia membaca nubuat nabi Yesaya: “Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya. Dalam kehinaan-Nya berlangsunglah hukuman-Nya; siapakah yang akan menceriterakan asal-usul-Nya? Sebab nyawa-Nya diambil dari bumi.” (Yes 53:7; Kis 8:32-33). Dia tidak mengerti siapakah sosok hamba yang digambarkan Yesaya ‘begitu menderita ini’. Tuhan memanggil Filipus untuk menjelaskan kepadanya. Filipus menjelaskan sosok Yesus kepadanya hingga ia bersedia untuk dibaptis oleh Filipus. Sida-sida itu kembali ke Etiopia dengan sukacita karena mengenal Yesus. Lukas bersaksi: “Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita.” (Kis 8:39). Hatinya tentu berkobar-kobar setelah mengenal Yesus.

Peziarahan hidup ini akan penuh dengan sukacita kalau kita berjalan bersama dengan Yesus. Kita semua tentu mengingat lirik lagu: “Jalan serta Yesus”. Perhatikan liriknya ini: “Jalan serta Yesus, jalan serta-Nya, setiap hari. Jalan serta Yesus, serta Yesus slamanya. Jalan dalam suka, jalan dalam duka, jalan serta-Nya, setiap hari. Jalan dalam suka, jalan dalam duka, serta Yesus slamanya.” Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita sebagai orang yang sudah dibaptis, melakukan peziarahan hidup ini dengan sukacita? Atau kita merasa menyesal karena mengikuti Yesus?

Tuhan memberkati kita semua.

PJ-SDB