Food For Thought: Berani dan Benar-Benar Bersaksi

Benar-benar bersaksi!

Pada malam hari ini seorang sahabat mengirim lagu Paskah tempo doeloe: “Setelah dirimu dis’lamatkan, jadilah saksi Kristus. Cahaya hatimu jadi terang, jadilah saksi Kristus. Tujuan hidupmu jadi nyata, jadilah saksi Kristus. Setelah dirimu kau tinggalkan, jadilah saksi Kristus. Kehidupan baru kau dapatkan, jadilah saksi Kristus. Api cinta Kristus kau kobarkan, jadilah saksi Krisus.” Saya mengingat lagu ini biasanya dinyanyikan sebagai lagu penutup pada malam Paskah. Lagu ini penuh semangat karena mendorong setiap orang untuk berani bersaksi tentang kebangkitan Kristus. Entahlah berapa persen orang yang bersaksi, yang penting semangat menyanyi dan semangat lagu itu membangunkan orang dari ngantuk jasmani dan rohaninya.

Masa Paskah menuntut kita untuk berani dan benar-benar bersaksi. Para rasul berani dan benar-benar bersaksi bahwa Yesus sudah wafat, namun Ia sudah bangkit dan menampakkan diri-Nya. Para rasul bahkan menjadi saksi karena mereka pernah menyentuh-Nya dan juga duduk dan makan bersama dengan Dia. Mereka juga melihat Dia makan ikan goreng di depan mata mereka. Pengalaman ini mengobarkan hati mereka untuk berani dan benar-benar bersaksi tentang kebangkitan Kristus.

Sosok Saulus menjadi Paulus menjadi viral pada masa itu. Tentu saja berbeda dengan Joseph Paul Zang yang lagi viral di jagat medsos saat ini. Saulus ini menjadi viral saat itu karena dia berani melawan arus dan sangat ekstrim. Saulus adalah murid dari Guru Besar Gamaliel yang pintar dan bijaksana (Kis. 22:3). Gamaliel juga sangat berpengaruh dalam Sanhedrin atau Mahkamah Agama Yahudi (Kis. 5:34–40). St. Lukas bersaksi: “Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem.” (Kis 9:1-2).

Semua cita-cita dan harapan Saulus berubah dalam perjalanannya ke Damsyik. Ia melihat terang yang menyilaukan, sehingga ia terjatuh dan menjadi buta selama tiga hari. Saulus yang gagah perkasa tidak berdaya di depan sang Cahaya dunia. Teman-temanya merasa kecewa karena harapan mereka sirna. Dengan bantuan Annanias, Saulus menjadi sembuh dan berubah total. Dia bukan lagi manusia lama Saulus yang menganiaya jemaat Kristen, tetapi berubah menjadi Paulus yang menghebokan dan menjadi viral pada zamannya sebab dia menjadi saksi Kristus. St. Lukas bersaksi: “Saulus tinggal beberapa hari bersama-sama dengan murid-murid di Damsyik. Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah.” (Kis 9:19-20).

Saulus adalah kita, bahkan kadang-kadang kita lebih dari Saulus dalam hal kejahatan di hadapan Tuhan. Saulus berubah dan bisa mewartakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Kalau kita, mungkin kita masih takut dan berkata: “EGP, Emang Gue Pikirin”. Saulus ternyata menjadi Paulus dan berkobar-kobar menjadi pewarta. Kita hanya tinggal dalam kebanggan sebagai orang yang dibaptis tetapi tidak ada rasa tanggung jawab sebagai warga Gereja. Ada prinsip umum, yang penting sudah dibaptis dan pergi ke Gereja. Itulah ‘kita’ yang melebih Saulus. Tetapi sambil memandang Saulus kita berani berkata: “Saya harus berani dan benar-benar menjadi saksi bahwa Yesus adalah Roti Hidup. Dia sungguh-sungguh anak Allah.”
St. Paulus, doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB