Kesetiaan Hidup Imamatku
Pada malam hari ini saya membaca kembali pesan Paus Fransiskus dalam rangka memperingati Hari Minggu Gembala Baik atau hari Minggu Panggilan tepat pada hari Minggu Paskah ke-IV ini. Ia mengambil Santo Yusuf sebagai model yang ideal pada hari Minggu panggilan tahun 2021 ini. Santo Yusuf memiliki hati sebagai seorang ayah (Romo atau Pater). Sebab itu beliau mengatakan: “Panggilan imamat dan hidup bakti (Vita Consecrata) memang membutuhkan pria dan wanita dengan hati terbuka, yang “mampu melakukan prakarsa besar, murah hati dalam memberikan diri, berbelas kasih dalam menghibur kecemasan dan teguh dalam memperkuat harapan.”
Perkataan Bapa Suci ini membantu permenungan saya dalam menapaki peziarahan panggilan imamat selama dua puluh tahun terakhir ini sebagai imam dan tiga puluh tahun sebagai biarawan dalam Kongregasi Salesian Don Bosco. Tanpa saya sadari saya sudah menapaki sebuah peziarahan yang cukup lama, lebih dari setengah hidup saya di dalam Biara dan melayani Tuhan di dalam Gereja-Nya. Dan saya bersyukur karena saya membuka hati saya kepada Tuhan. Terlepas dari kelemahan pribadi yang saya miliki sebagai manusia, saya merasa tetap kuat karena Dia menyertai dan memampukan daku dalam panggilan ini. Dia sendiri yang memampukan saya untuk melakukan prakarsa besar, murah hati dalam memberi diri, berbelas kasih dalam menghibur kecemasan dan teguh dalam memperkuat harapanku. Tuhan sungguh baik dan luar biasa.
Saya juga terinspirasi dengan Bapa Suci yang mengharapkan supaya selalu setia dalam menapaki panggilan seperti St. Yusuf sendiri. Kesetiaan itu mahal, penuh perjuangan untuk mewujudkannya dalam hidup setiap hari. Kesetiaan berakar pada Tuhan yang setia. Maka Sri Paus mengatakan: “Kesetiaan ini adalah rahasia kegembiraan, ini adalah kegembiraan kesederhanaan, kegembiraan yang dialami setiap hari oleh mereka yang peduli pada apa yang benar-benar penting: kedekatan yang setia dengan Tuhan dan sesama kita.” Dan saya alami sendiri bahwa dalam tahun-tahun menapaki panggilan imamat dan membiara ini, saya selalu berusaha untuk setia dalam setiap saat kehidupan. Menjadi imam yang setia itu tidaklah mudah karena harus berada dalam terang kesetiaan Tuhan sendiri. Setiap saat selalu ada pertanyaan: “Apakah saya setia sebagai seorang imam?” “Apakah saya setia sebagai seorang biarawan?” Kadang saya tidak dapat memandang salib Kristus di mejaku karena saya tidak setia.
Pada hari ini saya sangat bersyukur kepada Tuhan. Di satu pihak saya adalah salah seorang domba dalam sebuah kawanan. Tuhan Yesus mengenal dan mengorbankan diri-Nya bagiku. Di pihak saya sendiri, saya berusaha untuk menjadi seorang gembala yang baik, yang berusaha untuk mengenal domba-domba dan siap untuk mengorbankan diri. Panggilan imamatku dan hidup membiaraku adalah sebuah pengorbanan diri. Maka saya butuh untuk tetap setia dalam pewartaan saya bahwa segala keselamatan hanya di dalam nama Yesus dan bahwa kita adalah anak-anak Allah. Gembala yang baik harus menjadi nyata di dalam diri saya sendiri. Dan saya harus berusaha untuk menjadi gembala yang berbau domba. Tuhan terima kasih untuk panggilan yang begitu indah. St. Yusuf dan Bunda Maria, sertailah peziarahan imamatku ini bersama Yesus Puteramu.
Viva Buon Pastore,
P. John Laba, SDB