Food For Thought: Discernment

Discernment

Mungkin tidak banyak orang yang mendengar dan mengenal kata ‘discernment’. Kata ‘keramat’ ini sangat lazim di dalam kehidupan membiara. Setiap calon bahkan mereka yang sudah sedang menghayati hidup membiaranya tetap diharapkan untuk membuat discernment dalam hidupnya. Semua keputusan penting di dalam hidup dan karya tetap melalui proses discernment.

Lalu apa itu discernment? Kata ‘discernment’ berasal dari kata Bahasa Latin yakni kata ‘discernere’. Kata Discernere ini terdiri atas dua suku kata yaitu kata ‘dis’ yang berarti memisahkan atau memilah-milah dan ‘cernere’ yang berarti memilih. Maka dengan mengatakan discernment, pemahaman kita adalah bahwa setiap manusia memiliki himat untuk memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik di dalam hidupnya. Dalam Bahasa Yunani, kata discernment berkaitan dengan kemampuan pribadi manusia untuk menguji, mencoba, dan membedakan apa yang masuk di dalam pengalaman hidupnya. Dalam Bahasa Sansekerta, kata discernment berkaitan dengan konsep pemurnian diri, dalam arti manusia harus mampu meninggalkan kedagingan dalam dirinya demi memurnikan hatinya. Dalam Bahasa Indonesia, istilah discernment dipahami sebagai hikmat yang dimiliki manusia untuk melakukan pembedaan atau pemilahan roh di dalam hidupnya. Kata discernment ini dapat berkaitan dengan hal-hal yang bersifat rohani dan bukan rohani. Discernment rohani misalnya seseorang yang menapaki panggilan istimewa akan selalu membuat discernment hingga mencapai suatu keputusan apakah panggilannya benar-benar berasal dari Tuhan atau hanya kehendaknya sendiri. Apakah Roh Tuhan turut bekerja di dalam panggilannya atau kuasa kejahatan yang menguasai hidupnya.

Kita tentu tidak bermaksud untuk mendalami teori dan praktek discernment. Saya hanya menggunakan kata discernment ini sebagai ‘ponte’ atau jembatan yang menghubungkan kita dengan Sabda Tuhan pada hari ini, khususnya bacaan pertama dari Kisah para Rasul. St. Lukas dalam Kisah para Rasul mengisahkan tentang peran Barnabas dan Saulus di Antiokhia. Dikisahkan bahwa Barnabas dan Saulus kembali dari Yerusalem ke Antiokhia. Jemaat di sana makin berkembang karena Tuhan sungguh bekerja di dalam Jemaat. Barnabas dan Saulus membawa serta Yohanes yang disebut Markus untuk bersama-sama melayani Jemaat. Pada waktu itu ada beberapa orang nabi dan pengajar di Antiokhia. Mereka adalah Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus (Kis 13:1).

Para nabi dan pengajar melakukan discernment tentang perkembangan Jemaat di diaspora. Dengan mengandalkan kekuatan manusia saja pasti mereka gagal. Discernment yang mereka lakukan adalah dengan berdoa dan berpuasa. Buah dari discernment ini adalah bahwa pada suatu hari Roh Kudus berkata kepada mereka: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.” (Kis 13:2). Semua orang yang hadir dalam do aini meletakkan tangan kepada Barnabas dan Saulus supaya setia melakukan tugas perutusan yang diberikan Roh kepada mereka. Discernment menjadi nyata dalam pengalaman. Lukas juga bersaksi: “Roh Kudus menyuruh Saulus dan Barnabas untuk berangkat ke Seleukia, dan dari situ mereka berlayar ke Siprus. Setiba di Salamis mereka memberitakan firman Allah di dalam rumah-rumah ibadat orang Yahudi.” (Kis 13:4-5). Perjalanan misioner sebagai buah discernment ini sungguh luar biasa. Injil semakin dikenal bangsa-bangsa.

Kita semua pasti dan harus bisa membuat discernment di dalam hidup kita. Dengan doa, puasa dan penuh iman, kita dapat mengambil keputusan-keputusan penting di dalam hidup kita. Para orang tua dan pendidik dapat mendampingi anak-anak untuk melakukan discernment yang tepat untuk masa depan mereka. Roh Allah akan sungguh bekerja, kalau kita terbuka dan siap untuk dimurnikan-Nya.

Tuhan memberkati, Bunda Maria mempelai Roh Kudus mendoakan kita semua.

P. John Laba, SDB