Homili 11 Agustus 2021 – Santa Klara dari Asisi

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XIX
Peringatan Wajib St. Klara
Ul. 34:1-12;
Mzm. 66:1-3a,5,8,16-17;
Mat. 18:15-20

Membentuk Persaudaraan Sejati

Pada hari ini kita mengenang St. Klara dari Asisi. Orang kudus dengan nama asli Klara Sciffi, merupakan puteri bangsawan dari pasangan Faverone Offreduccio dan Cortolana. Beliau lahir di Asisi, Italia pada tanggal 16 Juli 1194. Kita bisa membayangkan sosok putri seorang bangsawan, yang pastinya hidup dalam kemewahan. Namun, ia sangat terinspirasi oleh St. Fransiskus dari Asisi, sehingga diapun rela meninggalkan segala-galanya. Ia memilih menjadi seorang miskin seperti Kristus yang sudah lebih dahulu menginspirasi Fransiskus dari Asisi. Pola hidup miskin ini menjadi daya tarik tersendiri bagi orang lain, termasuk adiknya bernama Agnes dan ibundanya Cortolana yang nantinya menjadi Claris pertama di San Damiano. Mengapa Klara memilih untuk mengikuti panggilannya yang ekstrim ini? Ia bersaksi dalam wasiatnya: “Oleh karena segala anugerah yang telah kita terima dan setiap hari terus kita terima dari Bapa segala belas kasihan yang menjadi pemberi-Nya haruslah kita semakin bersyukur kepada Yang Mahamulia. Tetapi yang paling besar di antara segala anugerah itu ialah panggilan kita. Semakin sempurna dan besar anugerah itu, semakin kita berhutang kepada Dia” (Wasiat Santa Klara, 2-3). Santa Klara dengan cara hidupnya yang miskin berhasil mempersatukan banyak orang hingga saat ini.

Kehidupan Santa Klara dari Asisi sangat menginspirasi kita untuk memahami bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengajar kita semua bagaimana kuta dapat membentuk persaudaraan sejati. Untuk bertumbuh bersama dalam sebuah keluarga atau komunitas, butuh semangat persaudaraan sejati ini. Namun persaudaraan sejati ini bukan hal yang instan. Persaudaraan sejati selalu berproses dan bertumbuh hingga mencapai tingkat kematangan tertentu. Salah satu hal yang penting dalam usaha untuk membentuk persaudaraan sejati adalah saling memberi koreksi persaudaraan.

Bagaimana cara memberi koreksi persaudaraan sehingga dapat membentuk sebuah persaudaraan sejati? Inilah Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam hidup kita berdasarkan ajaran Yesus dalam Injil hari ini:

Pertama, kemampuan untuk berdialog empat mata. Yesus berkata: “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.” (Mat 18:15). Ini sangat sulit, orang harus bertindak dewasa dalam berpikir, berkata dan bertingkah. Orang yang memberikan koreksi atau teguran persaudaraan harus siap secara jasmani dan rohani, supaya orang yang dikoreksi bisa berubah.

Kedua, Butuh para saksi. Yesus berkata: “Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.” (Mat 18:16). Para saksi akan duduk bersama, menyimak, mengerti masalahnya dan melakukan aksi yang tepat. Diusahakan supaya jangan ada bias-bias ketika berbicara dengan orang yang hendak diberi koreksi persaudaraan.

Ketiga, Tanggung jawab bersama. Tuhan Yesus berkata: “Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.” (Mat 18:17). Memberi koreksi persaudaraan itu tidaklah mudah. Kadang mereka yang dikoreksi itu tidak menerima maka layaklah dihadirkan di tengah komunitas. Kalau dia tetap keras kepala maka dianggap bukan menjadi bagian dalam komunitas.

Ketiga cara untuk memberi koreksi persaudaraan kepada saudara yang melakukan kesalahan tertentu sebagaimana diajarkan Yesus ini sangatlah tepat. Banyak kali kita mulai atau langsung dari langkah ketiga karena terpancing emosi. Tetapi sebenarnya langkah pertama, kedua dan ketiga itulah yang terbaik dan kita bisa memenangkan jiwa saudara kita. Saling memberi koreksi persaudaraan ini memang sangat Kristiani karena diajarkan sendiri oleh Tuhan Yesus. Setiap kali kita duduk bersama, Tuhan hadir di tengah-tengah kita. Sebab itu kita berusaha untuk berdialog, berdiskusi bersama sebagai jalan untuk membentuk persaudaraan sejati. Tanpa dialog, tanpa diskusi bersama, tidak ada koreksi persaudaraan yang baik. Hanya kebencian dan sakit hati yang ada di dalam komunitas.

Dalam bacaan pertama, kita mendengar kisah akhir dari kehidupan Musa. Musa sang pemimpin umat Israel yang dipilih Tuhan. Dia hanya mengantar umat Israel hingga gunung Nebo. Dari situ dia hanya melihat tanah terjanji dari jauh. Tuhan sudah mengatakan kepadanya, juga Harun dan Miryam. Kini tongkat estafet kepemimpinan diberikan kepada Yosua. Meskipun Musa meninggal dunia namun kesaksian ini menggambarkan sosok yang luar biasa: “Seperti Musa yang dikenal Tuhan dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah Tuhan di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.” (Ul 34:10-12). Musa adalah sosok yang bisa memberi koreksi persaudaraan kepada bangsa Israel dan menjadi jembatan bagi bangsa Israel dan Tuhan sendiri.

Pada hari ini kita belajar untuk menjadi saudara. Persaudaraan sejati terbentuk karena kemampuan komunikasi kita yang berlangsung baik dan objektif. Sedapat mungkin kita tidak menggunakan emosi atau bias pemikiran negatif kepada sesama. Kalau adal masalah silakan duduk berdua, duduk bersama saksi-saksi, duduk bersama dalam komunitas karena tanggungjawab bersama bagi saudara-saudari dalam komunitas. Semoga Santa Klara mendoakan keluarga-keluarga dan komunitas untuk terus menerus membentuk persaudaraan sejati dengan siap untuk memberi dan menerima koreksi persaudaraan.

P. John Laba, SDB