Homili Hari Raya Kemerdekaan Negara Republik Indonesia ke-76 – 2021

HARI RAYA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
Sir. 10:1-8;
Mzm. 101:1a,2ac, 3a,6-7;
1Ptr. 2:13-17
Mat. 22:15-21

Lectio:

Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.” Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”

Demikianlah Sabda Tuhan,
Terpujilah Kristus

Renungan:

Saya NKRI, Saya Indonesia, Yes!

Kompas Online tertanggal 18 Maret 2021 melaporkan sebuah berita menarik, berjudul: “Saya NKRI, Saya Indonesia!” Perkataan ini diucapkan oleh Noak Orarei yang datang dengan didampingi ibu, istri dan kerabatnya ke Polres Kepulauan Yapen pada Hari Rabu 17 Maret 2021. Noak dikenal sebagai salah seorang pemimpin Kelompok Kriminal Bersenyata (KKB) di wilayah distrik Kosiwo, Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua. Tentu saja cuplikan berita ini menjadi viral saat itu karena janjinya diucapkan dengan mencium bendera Merah Putih. Dari seorang pemberontak menjadi seorang yang bertobat. Ada nilai rohani sekaligus nilai tanggung jawab sebagai warga negara Kesatuan Republik Indonesia. Seorang pribadi yang merdeka pasti memiliki rasa tanggung jawab dan sense of belonging atau rasa memiliki NKRI. Dengan demikian saya NKRI, saya Indonesia Yes, bukan hanya lips service saja tetapi sungguh nyata di dalam hidup.

Saya mengingat presiden pertama Republik Indonesia Bung Karno pernah berkata: “Ketahuilah bahwa kemerdekaan barulah sempurna, bilamana bukan saja dari politik kita merdeka, dan bukan saja ekonomi kita merdeka, tetapi di dalam hati pun kita merdeka.” Hari ini kita memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-76. Menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah kita sungguh-sungguh memiliki kemerdekaan Indonesia yang sempurna? Bung Karno dengan tegas mengatakan, kemerdekaan kita sempurna bukan hanya merdeka secara politik, bukan hanya merdeka secara ekonomis tetapi juga memiliki hati yang merdeka. Hati selalu menunjuk pada eksistensi dan jati diri kita sebagai pribadi yang merdeka dan berdaulat.

Bacaan Injil yang barusan kita dengar hari ini sangatlah menarik untuk kita renungkan. Orang-orang Farisi berpikir bahwa mereka adalah orang-orang merdeka yang dapat mencobai Tuhan Yesus melalui para murid dan kaum Herodian dengan berkata: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” (Mat 22:16-17). Kita mengingat sebuah kisah lain di Injil di mana Tuhan Yesus menunjukkan rasa tanggungjawab-Nya sebagai pribadi yang merdeka untuk membayar pajak dua dirham bersama Simon Petrus. Penginjil Matius bersaksi bahwa Tuhan Yesus mengatakan: “Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” (Mat 17: 27).

Tuhan Yesus memandang para murid orang Farisi dan kaum Herodian. Ia mengecam mereka karena mereka mencobai Dia sehingga Dia meminta uang yang mereka miliki. Mereka pun memberi-Nya, dan sambil memegangnya Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Mereka menjawab-Nya bahwa gambar dan tulisan Kaisar. Yesus lalu mengatakan: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Perkataan Yesus ini sekaligus menguatkan mereka untuk tetap memiliki rasa tanggung jawab sebagai warga negara dan juga sebagai ciptaan Tuhan.

Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar. Tuhan Yesus hendak mengatakan tentang situasi hidup kita yang nyata di dunia ini. Kita tinggal dalam suatu negara, anggota sebuah institusi maka kita sebagai orang beriman harus patuh dan bertanggung jawab untuk melakukan hak dan kewajiban kepada negara. Tepatlah perkataan mantan Presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy ini: “Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu!”

Berikalah kepada Allah apa yang menjadi hak Allah. Tuhan Yesus juga menyadarkan kita bahwa meskipun kita adalah warga negara di dunia ini tetapi kita juga warga negara surga. Mengapa? Karena kita diciptakan sesuai wajah dan rupa Allah sendiri. Karena itu kita bertanggung jawab dalam hidup iman kita. St. Paulus mengatakan: “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.” (2Kor 5:1). Orang yang merdeka dalam hati memiliki orientasi ke rumah yang abadi di surga.

Kita dengan bangga mengatakan: “Saya NKRI, Saya Indonesia, Yes!” “Saya Pancasila,Yes!” Tetapi apakah kita memiliki rasa tanggung jawab, memiliki sense of belonging dalam berbangsa dan bertanah air? Atau kita hanya mengeluh, menyinyir seperti kebanyak orang terhadap para pemimpin kita, tanpa melihat usaha dan perbuatan yang sudah sedang mereka lakukan? Kita sebagai orang yang merdeka dalam batin harus bijaksana dalam menilai para pemimpin kita. Merdeka! Selamat ulang tahun kemerdekaan yang ke-76.

P. John Laba, SDB