Homili 1 September 2021 – Injil Untuk Daily Fresh Juice (DFJ)

Hari Rabu Pekan Biasa ke-XXII/B
Kol. 1:1-8;
Mzm. 52:10,11;
Luk. 4:38-44

Lectio:

Setelah meninggalkan rumah ibadat di Kapernaum, Yesus pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itupun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Iapun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil berteriak: “Engkau adalah Anak Allah.” Lalu Ia dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias. Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.” Dan Ia memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea.

Demikianlah Sabda Tuhan,
Terpujilah Kristus.

Renungan:

Tuhan Yesus, Sekiranya Engkau ada di sini!

Saya mengucapkan selamat memasuki bulan September. Rasanya sadar atau tanpa kita sadari, waktu mengalir begitu cepat. Ketika memasuki bulan-bulan yang berakhiran dengan ‘er’ maka pikiran kita mulai tertuju pada perayaan Natal dan tahun baru yang kian mendekat. Ini adalah Natal dan Tahun Baru yang masih dihiasi oleh kalimat ‘pandemi C-19. Kita semua belum mengetahui secara pasti kapan masa pandemi ini akan berakhir. Hanya Tuhan sendiri yang mengetahuinya! Namun yang jelas, orang beriman akan tetap berharap kepada Tuhan sang Pencipta yang tidak akan berhenti mengasihi kita semua. Bulan September juga dikenal dengan sebutan Bulan Kitab Suci Nasional. Tema Bulan Kitab Suci nasional tahun 2021 yang diberikan oleh Lembaga Biblika Indonesia sangat kontekstual yakni: “Yesus Sahabat Seperjalanan kita”. Siapakah ‘kita’ yang menjadi sahabat seperjalanan Yesus? Kita adalah pribadi-pribadi yang dalam masa pandemi ini sedang putus asa, kehilangan, menderita dan bertobat. Mereka yang mengalami dan masuk dalam kategori inilah yang menjadi sahabat seperjalanan Yesus.

Sejak hari senin yang lalu kita memasuki pekan Biasa ke-XXII. Kita membaca dan merenungkan Injil karangan Lukas. Menurut Injil Lukas, Tuhan Yesus mulai tampil di depan umum dengan menyampaikan visi dan misi-Nya di Nazaret, kampung halaman-Nya. Ia berkata: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Luk 4:18-19). Namun sayang sekali karena orang-orang yang matanya tertuju kepada-Nya menolak kehadiran-Nya di Nazaret. Ia pun meningalkan Nazaret menuju ke Galilea yang saat itu sangat ramai karena Galilea merupakan pusat perniagaan. Jarak antara Nazaret dan Kapernaum di Galilea adalah 20,03 mile atau 32, 24 Km.

Dari visi dan misi Yesus ini, kita menemukan para sahabat seperjalanan Yesus. Yesus yang penuh dengan Roh Kudus, mewartakan Injil kepada kaum miskin, pembebasan kepada para tawanan, penglihatan kepada orang buta, membebaskan orang-orang yang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Jadi meskipun mengalamai penolakan di kampung halaman-Nya namun Ia tetap berjalan bersama sahabat-sahabat-Nya, menjamah serta menyembuhkan mereka.

Penginjil Lukas hari ini menceritakan tentang penyembuhan-penyembuhan yang dilakukan Yesus setelah mengajar di Sinagoga di Kapernaun. Mulai-mula Yesus diminta untuk menyembuhkan ibu mertua Simon yang sedang sakit demam keras. Cara Yesus menyembuhkannya juga sangat unik. Ia berdiri di samping wanita itu dan menghardik demam, dan saat itu juga demam itu hilang dan wanita itu sembuh dan melayani Yesus. Peristiwa penyembuhan ini sangat menarik karena Yesus melihat nilai hidup manusia yang mulia sebagai ciptaan. Sebab itu Yesus menghardik demam. Dia tidak berbicara melawan ibu mertua Simon yang secara manusiawi mungkin tidak menjaga kesehatannya dan lain-lain. Tuhan Yesus memang beda! Pada sore hari, Yesus menyembuhkan banyak orang sakit dengan cara ‘meletakkan tangan’ atas mereka dan mereka menjadi sembuh. Setan-setan saja berteriak sambil mengakui Yesus sebagai Anak Allah. Yesus lalu berkeliling sambil berbuat baik melalui tanda-tanda heran sebagai wujud nyata perutusan-Nya di dunia. Ia tetap mewartakan Injil dan melakukan tanda-tanda heran.

Dari lukisan Lukas ini, kita mendapat gambaran yang jelas tentang perasaan empati yang diberikan kepada manusia, sahabat-sahabat yang menderita. Maka di hadapan penderitaan manusia yang menjadi sahabat-sahabat seperjalanan-Nya ini, kita mengingat sebuah perkataan dari Marta, saudara Lazarus dan Maria: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” (Yoh 11:21). Pada saat ini, perkataan Marta tetaplah aktual, sangat manusiawi tetapi nyata. Banyak orang beriman juga mengatakan hal yang sama: Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, maka pandemi ini akan berlalu. Namun mengapa Engkau seolah-olah membiarkannya? Mengapa Engkau seakan membiarkan para sahabat seperjalanan-Mu yang adalah saudari dan saudara kami yang sedang putus asa akibat beban-beban hidup yang mereka alami, kehilangan sesama yang mereka kasihi dan pekerjaan-pekerjaannya, menderita dan berbaring di rumah sakit dan yang hidup dalam lumpur dosa dan mau bertobat. Apakah ini adalah cara Engkau mendidik kami untuk berbenah diri di hadirat-Mu?

Terlepas dari semua ini, kami tetap percaya bahwa Engkau tetap hadir dalam hidup kami, tetap berkeliling dan berbuat baik, sehingga ada di antara saudari dan saudara kami yang sembuh dan yang sangat Engkau kasihi, Engkau memanggil mereka untuk tinggal bersama-Mu selamanya. Kami tetap berseru kepada-Mu dalam doa: “Hadirlah ya Tuhan dan selamatkanlah kami semua.” Amen.

P. John Laba, SDB