Homili 7 September 2021

Hari Selasa Pekan Biasa ke-XXIII
Kol. 2:6-15;
Mzm. 145:1-2,8-9,10-11;
Luk. 6:12-19

Saya Kristen!

Saya selalu mengingat sebuah pengalaman indah ketika melakukan perjalanan dari Surabaya ke Jakarta beberapa tahun sulam. Sambil berada di ruang tunggu keberangkatan, mata saya tertuju pada sosok seorang pemuda yang masuk ke ruang yang sama, bertubuh kekar dan berkulit coklat. Ia mengenakan baju kaos dengan tulisan: “Saya Kristen!” Saya juga memperhatikan atribut lain yang dipakainya yakni sebuah salib cukup besar yang dikalung di leher. Dia kelihatan santai dan tidak ada ketakutan apapun yang nampak dari wajahnya. Saya sendiri berpikir, apakah dia menyadari tentang baju dan atribut salib yang sedang dipakainya di tengah orang banyak atau dia sendiri tidak menyadarinya. Apakah dia tidak merasa takut dengan label ‘kristenisasi’ yang marak dalam masyarakat kita? Atau apakah ini merupakan salah satu cara dia untuk memperkenalkan Kristus dan jati diri pribadi yang mengikuti-Nya. Saya sendiri yang menyibukan diri dengan aneka pertanyaan itu sambil menunggu keberangkatan saya ke Jakarta. Dari semua pertanyaan yang terlintas dalam pikiranku, saya merasa bangga dengan pemuda itu, terutama tulisan di kaosnya: “Saya Kristen!”

Banyak kali orang salah kapra ketika mendengar kata ‘Kristen’. Mereka berpikir bahwa Kristen itu sama dengan Protestan yang diwariskan oleh Luther dan kolega-koleganya, juga gereja-gereja baru yang muncul pada zaman modern ini. Bahkan ada orang Katolik pun yang merasa bahwa Kristen itu identik dengan Protestan. Sebenarnya kata Kristen selalu berkaitan dengan para pengikut Yesus dari Nazareth. Santo Lukas dalam Kisah para Rasul (Kis 11:26) menceritakan bahwa untuk pertama kalinya orang-orang yang percaya kepada Kristus disebut orang Kristen di Antiokhia. Kata Kristen berkaitan dengan gelar yang diberikan kepada Yesus dari Nazareth yaitu Kristus. Nama Kristus berasal dari bahasa Yunani “Christos” (Χριστός) artinya “yang diurapi” atau ‘yang dikuduskan’. Secara umum kata Kristen berarti Kristus kecil (little Christ) di dunia ini. Kita semua yang dibaptis menjadi Kristus kecil yang mengubah dunia ini dengan kuasa Kristus sendiri.

Pada hari ini saya tertarik untuk membaca dan merenungkan lebih lanjut surat Santo Paulus kepada jemaat di Kolose. Jemaat di Kolose sedang mengalami tantangan untuk mewujudkan hidup Kristiani yang benar dan menghidupi Injil yang diwartakan Paulus dan teman-temannya. Sebab itu Paulus berkata: “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” (Kol 2:6-7). Pesan Paulus ini memang kaya makna. Orang tidak hanya sekedar mengaku menerima Yesus dan selesai. Tidak cukup orang itu dibaptis tetapi harus benar-benar menjadi Kristen. Menjadi Kristen berarti menerima Kristus Yesus sebagai Tuhan. Ini merupakan hal yang paling dasariah. Konsekuensi dari keterbukaan hati untuk menerima Kristus adalah: tetap hidup di dalam Kristus, berakar di dalam Kristus, dibangun di atas Kristus, teguh dalam iman kepada Kristus, memiliki hati yang melimpah dalam syukur. Hidup Kristiani memang harus seperti ini, apapun situasinya.

Sikap waspada menjadi benteng yang harus dimiliki oleh orang Kristen. Kewaspadaan terhadap ajaran-ajaran sesat yang menurut Paulus: ‘orang-orang yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.’ (Kol 2:8). Banyak pengikut Kristus yang menjauh dari Tuhan, menjadi murtad karena mulut manis tapi palsu dari orang-orang tertentu. Kristus Yesus harus menjadi pusat bagi hidup kita. Kristus menjadi kepala semua pemerintah dan penguasa. Lebih lanjut Paulus berkata: “Karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” (Kol 2:12).

Saya Kristen! Ini bukan hanya menyatakan tentang sebuah jati diri semata. Saya Kristen, membuka wawasan kita bahwa kita mengikuti dan mengiman seorang bukan sesuatu. Dia yang kita Imani itu adalah satu-satunya penyelamat kita. Dia yang oleh Paulus: “Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka.” (Kol 2:15). Artinya bahwa Yesus sang Putera Allah memiliki kuasa yang besar atas surga dan dunia, atas semua manusia yang percaya kepada-Nya. Hanya di dalam Dia ada keselamatan abadi.

Saya Kristen, ini adalah sebuah panggilan yang saya banggakan. Sebuah panggilan karena cinta dan untuk cinta. Dalam Bacaan Injil, kita mendengar Tuhan memanggil nama para rasul yhang berjumlah dua belas orang. Para rasul ini nantinya menjadi utusan Yesus Kristus sendiri. Para rasul adalah orang-orang biasa, para nelayan, orang-orang kecil yang nantinya menjadi luar biasa dan menjadi pilar bagi Gereja. Mereka adalah: “Simon yang juga diberi-Nya nama Petrus, dan Andreas saudara Simon, Yakobus dan Yohanes, Filipus dan Bartolomeus, Matius dan Tomas, Yakobus anak Alfeus, dan Simon yang disebut orang Zelot, Yudas anak Yakobus, dan Yudas Iskariot yang kemudian menjadi pengkhianat.” (Luk 6:14-16). Para rasul inilah yang nantinya disapa sebagai orang Kristen. Mereka juga yang akan melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus seperti menyembuhkan orang sakit, mengusir roh-roh jahat. Tugas para utusan adalah menjadi Kristus kecil di tengan dunia dan melakukan semua pekerjaan Yesus untuk kemuliaan Tuhan dan keselamatan semua orang yang percaya kepada-Nya. Saya Kristen! Saya pengikut Yesus Kristus! Inilah ucapan kebanggaan kita.

P. John Laba, SDB