Homili 11 September 2021

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXIII
1Tim. 1:15-17;
Mzm. 113:1-2,3-4,5a,6-7;
Luk. 6:43-49

Pertobatan adalah pengalaman kasih

Hari Sabtu, 11 September. Kita semua mengenang sebuah peristiwa berdarah yang patut dikutuk sepanjang masa. Pada saat itu Rakyat Amerika Amerika dan seluruh dunia berduka karena serangan teroris 11 September 2001, yang menewaskan hampir 3.000 orang di New York, Virginia dan Pennsylvania. Pada hari ini patutlah kita berdoa, semoga Tuhan memberikan kerahiman-Nya kepada 3000 korban tak berdosa, penghiburan kepada seluruh keluarga yang ditinggalkan. Kita berdoa, semoga tidak akan terjadi lagi kejahatan kemanusiaan seperti itu lagi.

Pada pagi hari ini saya juga merasa sangat bahagia. Ada seorang sahabat mengirim tulisan bergambar. Gambar atau lukisan Yesus yang sederhana dengan tulisan: ‘Tuhan Yesus Penyelamatku’. Saya merasa bahagia karena lukisan Yesus sederhana, namun saya menduga bahwa maksud si pelukis adalah pada jati diri Yesus sebagaimana digambarkan oleh Santo Paulus: “Yesus Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:6-11). Santo Lukas menegaskan di dalam Kisah para Rasul: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis 4:12). Sungguh keselamatan hanya ada di dalam nama Yesus.

Tuhan Yesus adalah Penyelamatku. Malaikat Gabriel pernah berkata kepada Yusuf dalam mimpinya tentang Santa Perawan Maria: “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” (Matius 1:21). Yesuslah yang akan menyelamatkan anda dan saya dari dosa. Sekali lagi Yesus adalah satu-satunya Penyelamat kita, bukan salah satu penyelamat kita. Mengapa Yesus mau menyelamatkan kita? Kepada Nikodemus Tuhan Yesus memberi alasan yang tepat: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:16-17).

Kita mendengar kelanjutan surat St. Paulus yang pertama kepada Timotius. Dari surat pertamanya ini, Paulus hendak mengingatkan Timotius untuk waspada dan menjaga jemaat dari ajaran-ajaran sesat yang subur di dalam jemaat. Perlu diketahui bahwa ajaran-ajaran sesat itu merupakan campuran antara ajaran Yahudi dan bukan Yahudi bahwa alam semesta ini jahat, orang bisa selamat kalau memiliki ilmu tertentu mengikuti peraturan-peraturan seperti misalnya peraturan tidak boleh kawin, pantang makanan-makanan tertentu dan sebagainya. Paulus juga mengingatkan Timotius untuk mengurus tata peribadatan dan pemimpin peribadatan, dalam hal ini penilik dan pembantu jemaat. Dengan setia dalam melayani maka Timotius dapat menjadi hamba Yesus Kristus yang penuh tanggung jawab.

Pada hari ini kita mendengar bagaimana Paulus membagi pengalamannya akan kasih Allah kepada Timotius sebagai orang berdosa dan diselamatkan oleh Tuhan Yesus. Paulus menegaskan: “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,” dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.” (1Tim 1:15). Tuhan Yesus adalah satu-satunya yang menyelamatkan orang berdosa. Paulus tidak sekedar berbicara tetapi dia mengalami sendiri keselamatan sebagai orang berdosa, terutama kisah pertobatannya dalam perjalanan ke Damsyik. Pengalaman pertobatan adalah sebuah pengalaman kasih dan dalam pengalaman kasih dan dikasihi itu terlihat wajah Allah yang penuh kesabaran. Paulus bersaksi: “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.” (1Tim 1:16). Pengalaman dikasihi sebagai orang berdosa menjadi sebuah rasa syukur yang besar. Paulus lagi-lagi menunjukkannya dalam hidup: “Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin.” (1Tim 1:17).

Pengalaman akan Allah dan kasih-Nya yang tiada batas itu ditandai dengan pertobatan yang terus menerus. Orang yang benar-benar bertobat akan nampak dalam hidupnya yang nyata, perilaku dan tutur katanya. Sebagaimana dikatakan dalam perumpamaan Yesus, “Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.” (Luk 6:43-44). Paulus adalah pohon yang dikenal melalui buah-buahnya. Salah satunya adalah Timotius yang selalu diingatkan untuk tetap bersatu dengan Kristus. Kekristenan itu bukan sebuah teori belaka, sebuah keteladanan dalam hidup.

Apa keteladanan yang dapat menjadi pengalaman kasih dan pertobatan? Pertama, Tuhan Yesus dalam Injil mengingatkan kita semua untuk menjaga kesucian hati. Orang yang hatinya suci akan melihat Allah. Kedua, Kita semua diingatkan untuk mendengar dan melakukan perkataan Tuhan dengan setia. Sabda Tuhan adalah dasar yang kokoh untuk pertumbuhan iman kita. Sabda Tuhan menjadi dasar kasih dan pertobatan kita di hadirat Tuhan. Dalam bulan Kitab Suci Nasional ini kita perlu bertumbuh dalam Sabda Tuhan, fundasi iman kita kepada Tuhan.

P. John Laba, SDB