Homili 10 Oktober 2021

Hari Minggu Biasa XXVIII/B
Keb. 7:7-11;
Mzm. 90:12-13,14-15,16-17;
Ibr. 4:12-13;
Mrk. 10:17-30

Berani meninggalkan segalanya!

Selamat hari Minggu Biasa ke-XXVIII, 10-10-2021. Ada sebuah pengalaman yang sangat mengedukasi saya. Saya mengenal seorang konfrater, imam Misionaris asal Portugal yang mengabdikan dirinya di Timor Leste selama 60 tahun. Nama Misionaris itu adalah Padre Joao de Deus Pires, SDB. Selama hidup bersama, saya menemukan beberapa keunikan yang beliau miliki. Kehadirannya selalu menggembirakan orang-orang yang ada disekitarnya. Ia senang berbicara Bahasa Indonesia dengan saya, meskipun hanya sepotong-sepotong, tetapi rasanya menyenangkan hati. Ia memiliki Iphone yang bagus. Saya merasa kaget ketika melihat gembala senior berusia 93 tahun menggunakan Iphone untuk menlpon dan mengirim pesan. Ia menggunakan arloji yang bagus dan masih banyak keunikan karena barang yang dimilikinya kelihatan bermerk. Ketika meninggal dunia, beliau disemayamkan di kapel komunitas di mana saya menjadi pimpinannya.

Saya berkesempatan untuk berdoa secara pribadi di dekat peti jenasahnya. Setelah berdoa, saya coba melihat-lihat isi peti jenasahnya. Betapa mengagetkan saya. Ia mengenakan gaun kebesaran sebagai imam yakni kasula yang sederhana, bagian lehernya kelihatan bernoda, tidak ada lagi arloji yang bagus hanya sebuah rosario yang melilit di tangannya. Tidak ada lagi Iphone dalam gengamannya. Dia tidak membawa apa-apa yang bagi banyak orang merupakan kebanggan. Saya tersenyum sendiri didepan tubuhnya yang terbujur kaku dan berkata dalam hati: “Terima kasih Padre Joao, engkau sangat menginspirasku untuk berani meninggalkan segalanya.”

Pada hari ini Tuhan Yesus memandang anda dan saya dan menaruh kasih untuk berani meninggalkan atau melepaskan diri dari barang-barang duniawi. Tuhan menghendaki agar kita memiliki sikap lepas bebas terhadap apa saja yang kita miliki karena semuanya fana, hanya sementara saja. Tak ada keabadian bagi apa yang kita miliki. Belumlah cukup bagi kita untuk mengetahui dan melakukan sepuluh perintah Allah kalau hati kita masih dibelenggu oleh harta duniawi. Toh, ketika meninggal dunia, kita tidak membawa apa-apa untuk menghadap sang Pencipta. Tuhan Yesus tetap memandang kita dan menaruh kasih dan berkata: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mrk 10:21). Kita harus berani melepaskan atau meninggalkan segalanya supaya kita lebih bebas melayani kaum miskin. Hanya dengan demikian maka harta surgawi menjadi milik kita. Apakah kita berani menerima tantangan Yesus untuk bersikap lepas bebas?

Konsekuensi dari sikap bathin ‘meninggalkan segalanya’ adalah ‘menerima’ kembali seratus kali lipat. Hanya orang beriman yang ‘limited edition’ dapat mengalami perkataan Yesus ini. Saya sebagai seorang imam sungguh mengalami dan merasakan perkataan Yesus ini. Keberanian diri untuk meninggalkan atau melepaskan, sikap lepas bebas membuat kita terbuka untuk menerima seratus kali lipat. Tuhan sungguh baik karena Ia tidak pernah berhenti memberi manusia menjadi sesama dan saudara, dan kebutuhan yang cukup untuk melayani-Nya di dalam Gereja. Pada hari ini kita perlu bersyukur kepada Tuhan karena Ia tidak pernah melupakan kita. Dia menyiapkan segalanya bagi orang yang tulus melayani-Nya sampai tuntas. Beranilah meninggalkan dan anda akan mendapatkan seratus kali lipat berkat Tuhan.

P. John Laba, SDB