Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXVI
Neh 2:1-8
Mzm 137: 1-2.3.4-5.6
Luk 9:57-62
Perjumpaan yang bermakna
Hidup kita selalu ditandai dengan berbagai perjumpaan yang bermakna dengan pribadi-pribadi tertentu. Seorang Romo pernah bersaksi bahwa jauh sebelum berminat untuk masuk seminari, ia hidup dalam kegelapan. Inilah titik-titik kegelapannya sebelum menjadi Romo: ia jarang ke gereja untuk beribadah, selalu mencari lawan untuk berkelahi dan mencuri bersama teman-temannya. Banyak kali orang tuanya harus menghadap pihak sekolah karena berbagai masalah yang sadar atau tidak sadar dilakukannya. Ia hampir insaf bahwa masa depannya adalah menjadi seorang penjahat. Pada suatu kesempatan ia mengikuti rekoleksi sekolah bersama teman-temannya. Ia memiliki kesempatan untuk mengaku dosa dan berbicara secara pribadi dengan Romo pembimbing rekoleksi. Romo mengatakan kepadanya: “Manusia masih bisa berubah, engkau juga akan menjadi salah seorang yang ikut berubah.” Ia kembali ke rumahnya dengan sukacita karena ia percaya kepada perubahan. Baginya, perjumpaan dengan Romo itu sangat bermakna. Ia bersedia untuk berubah menjadi yang terbaik di dalam hidupnya. Ini menjadi awal ia mendengar dan menjawabi panggilan Tuhan menjadi seorang imam. Sungguh, ini merupakan sebuah perjumpaan yang bermakna di dalam hidupnya.
Kita barusan mendengar Penginjil Lukas mengisahkan bahwa Tuhan Yesus sedang berkeliling dan berbuat baik. Dalam perjalanan berkeliling dan berbuat baik, Ia berjumpa dengan tiga pribadi dengan karakter yang berbeda satu sama lain:
Pribadi pertama. Ia melakukan pendekatan pertama dengan Yesus sambil mengungkapkan keinginannya untuk mengikuti Yesus dari dekat. Perkataannya merupakan sebuah janji kepada Tuhan Yesus, yakni: “Aku akan mengikuti Engkau, kemanapun Engkau pergi.” Tuhan Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang, dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Hal positif dari pribadi pertama adalah dialah yang memiliki inisiatif pertama untuk mendekati Yesus, berbicara dengan-Nya dan menyatakan niatnya untuk mengikuti Yesus dari dekat. Tentu saja ini adalah hal yang baik. Namun kekurangannya adalah hatinya masih melekat pada harta kekayaannya sehingga sulit membuka diri untuk berbagi dengan sesama. Harta telah menghalanginya untuk bersatu dengan Yesus. Benar perkataan Yesus ini: “Di mana hartamu berada, di situ hatimu juga berada” (Mat 6:21). Untuk dapat mengikuti Yesus dari dekat maka ia harus bersikap lepas bebas, tidak melekat pada harta duniawi. Mengikuti Yesus berarti meninggalkan segalanya dan menerima Dia sebagai satu-satunya harta kekayaan kita. Mengikuti Yesus berarti menjadi serupa dengan-Nya yang miskin, taat dan murni.
Pribadi kedua. Sosok pribadi kedua mengalami sapaan langsung dari Yesus. Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku” Ia menjawab Yesus: “Izinkanlah aku pergi dahulu, menguburkan bapaku.” Yesus menjawabnya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi Engkau, pergilah dan wartakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.”Tuhan mengenal pribadi yang kedua. Ia bahkan mengajaknya untuk mengikuti-Nya dari dekat. Namun Tuhan Yesus mengetahui bahwa orang itu sangat melekat pada orang tuanya. Sebab itu ia masih meminta untuk menguburkan ayahnya, sebagai tanda kasihnya kepada sang ayah. Namun Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Allah itu sangat urgent maka haruskah diwartakan. Kerajaan Allah adalah prioritas pertama yang harus diwartakan supaya semua orang mengenal Allah dalam diri Yesus Kristus.
Pribadi ketiga. Pribadi ketiga ini memiliki sebuah keberanian untuk berkata kepada Yesus: “Tuhan, aku akan mengikuti Engkau, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Tetapi Yesus berkata, “Setiap orang yang siap untuk membajak, tetapi menoleh ke belakang tidak layak untuk Kerajaan Allah.” Pribadi ketiga ini baru berencana untuk mengikuti Yesus. Namun ia masih melekat pada keluarganya dan hendak meminta ijin. Yesus mengambil contoh para pembajak yang hanya berfokus pada pekerjaannya. Demikian juga orang yang mau mengikuti Yesus harus sungguh-sungguh berfokus pada Tuhan Yesus Kristus dan melayani-Nya.
Sosok pribadi pertama, kedua dan ketiga mewakili seluruh kehidupan kita. Ada di antara kita yang serupa dengan sosok pertama, kedua dan ketiga. Namun satu hal yang pasti adalah perjumpaan dengan Tuhan Yesus haruslah menjadi sebuah perjumpaan yang bermakna. Perjumpaan bersifat transformatif karena mampu mengubah kehidupan kita di hadapan Tuhan sendiri. Berjumpa dengan Yesus haruslah memiliki makna tertentu bagi kita. Kita harus semakin kristiani, semakin serupa dengan Yesus dalam segala hal.
Kita mengenang St. Fransiskus dari Asisi hari ini. Ia juga mengalami perjumpaan yang bermakna dengan Tuhan ketika Tuhan memintanya untuk memperbaiki gereja. Dia meninggalkan harta kekayaannya dan memilih menjadi miskin bersama kaum miskin. Kita belajar dari St. Fransiskus dari Asisi untuk memperhatikan semua orang, belajar menjadi miskin serupa dengan Tuhan Yesus sendiri.
PJSDB