Hari Selasa Pekan Biasa-XIX
Pesta St. Laurensius
2Kor. 9:6-10;
Mzm. 112:1-2,5-6,7-8,9;
Yoh. 12:24-26
Memberi dengan kerelaan hati
Pada hari ini kita mengenang St. Laurensius. Beliau dikenal sebagai seorang diakon di dalam Gereja dan martir cinta kasih. Orang kudus ini dilahirkan di Huesca, Spanyol pada sekitar tahun 225. Pemuda cerdas ini dikirim ke kota Zaragosa untuk menlengkapi studi humanistic dan teologi. Di sana Laurensius bertemu dengan guru besar kota Zaragosa yang nantinya diangkat menjadi Paus dengan nama Sixtus II tahun 257. Setelah diangkat menjadi Paus, Sixtus II meminta Laurensius untuk pindah ke Roma dan di sana ia diangkat menjadi diakon. Diakon Laurensius melayani kota Roma sehingga diingat sebagai Diakon agung dari Roma. Tugasnya adalah mengelola keuangan Gereja dan berderma bagi kaum miskin dan janda di kota abadi ini. Selain itu ia melayani Sri Paus dalam upacara-upacara liturgi.
Diakon Laurensius melayani Gereja Roma di masa yang sulit. Gereja berhadapan dengan kaisar Valerianus yang kejam. Maka pada tanggal 6 Agustus 258 para prajuritnya memasuki sebuah katakombe dan menemukan Paus Sixtus II sedang merayakan misa bersama para diakonnya. Mereka berani menghadapi para prajurit itu. Diakon Laurensius mengingat perkataan Petrus kepada Yesus, dan dia mengulanginya kepada Sri Paus: “Aku akan menyertaimu kemana saja engkau pergi. Tidaklah pantas seorang imam agung Kristus pergi tanpa didampingi diakonnya.” Paus Sixtus II memandangnya dan berkata: “Janganlah sedih dan menangis, anakku! Aku tidak sendirian. Kristus menyertai aku. Dan engkau, tiga hari lagi, engkau akan mengikuti aku ke dalam kemuliaan surgawi”. Sri Paus dibunuh bersama diakon Felissimus dan Agapitus.
Diakon Laurensius, karena memegang kas keuangan Gereja maka mereka menangkap dan memejarakannya. Dia diminta prefek kota Roma untuk menyerahkan seluruh khas gereja. Laurensius menyanggupinya tetapi meminta waktu selama tiga hari. Ia lalu mengumpulkan orang-orang miskin, cacat, buta dan orang sakit lain dan melakukan perjalanan ke kediaman prefek. Ia mengatakan kepadanya: “Tuanku, inilah harta kekayaan Gereja yang saya jaga. Terimalah dan periharalah mereka dengan sebaik-baiknya.” Karena merasa dilecehkan maka Laurensius ditangkap dan dibakar hidup-hidup. Ia wafat sebagai martir pada tanggal 10 Agustus 258 dan dimakamkan di pemakaman Santo Cyriaca.
Kisah inspiratif kehidupan santo Laurensius membantu kita untuk memahami Sabda Tuhan yang kita baca dan renungkan sepanjang hari ini. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengambil contoh konkret untuk mengedukasi para murid-Nya. Kalau saja Yesus adalah orang NTT mungkin Dia akan mengambil contoh jagung atau kacang tanah. Tetapi karena Dia orang Palestina maka contoh yang Dia ambil adalah gandum sebagai tanaman untuk makanan pokok mereka. Logikanya sederhana dan mendalam: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Yoh 12:24). Biji-bijian seperti gandum, jagung, padi dan lainnya yang ditaburkan, di tanam atau yang jatuh sendiri ke dalam tanah pasti harus sudah mati, sudah kering supaya bisa hidup kembali. Kalau masih mentah atau masih muda maka tidak ada kemungkinan untuk hidup. Tuhan Yesus coba membuka wawasan para murid aka napa yang akan dialami oleh Yesus, laksana biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati, yang nantinya akan menjadi Roti Hidup bagi banyak orang. Untuk menyelamatkan manusia, Yesus harus wafat, bahkan wafat di kayu salib. Ini adalah cara pemberian diri Yesus dengan rela hati.
Selanjutnya, Yesus berkata: “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.” (Yoh 12:25). Untuk menyelamatkan sesama manusia maka orang harus rela untuk tidak mencintai nyawanya. Skala prioritasnya adalah tidak mencintai nyawa sendiri supaya bisa memeliharanya untuk hidup abadi. Orang yang mencintai nyawanya sendiri akan lebih menomorsatukan diri-Nya dan mengabaikan sesama dan itu tidak layak di hadirat Tuhan. Yesus tidak hanya mengajarkan tetapi melakukan. Untuk menyelamatkan manusia maka Dia rela kehilangan nyawa.
Pada akhirnya Yesus berkata: “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.” (Yoh 12:26). Para murid mendapat panggilan khusus untuk melayani Tuhan Yesus. Melayani Yesus berarti menjadi serupa dengan-Nya dalam segala hal. Hanya dengan demikian, si pelayan dihormati Bapa. Pelayan harus selalu dengan mereka yang dilayaninya. Laurensius dan Sixtus II, Yesus dan para murid adalah contoh-contoh praktis pelayan-pelayan yang selalu bersama dengan yang dilayani.
Bagaimana menjadi pelayan yang baik?
Santo Paulus dalam bacaan pertama mengingatkan kita untuk bertubuh dalam pelayanan kita dengan memberi sesuai kerelaan hati kita. Ia berkata: “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2Kor 9:7). Kita memberi sesuatu bukan karena kita berkelebihan, tapi karena kita tau bagaimana rasanya ketika kita tak punya apa-apa. Maka pengalaman kita tidak punya apa-apa janganlah dialami oleh orang lain. Hal terbaik adalah kita memberi dengan sukacita. Mengapa kita harus memberi dengan sukacita? Paulus mengatakan: “Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” (2Kor 9:8).
Tuhan Yesus pernah berlkat: “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Mat 6:3). Orang yang memberi dengan sukcita akan di menerima dengan sukcita juga. “Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu.”(2Kor 6:4). Tuhan kita luar biasa, memberi tanpa memperihitungkan dengan karena Dialah kasih sejati.
P. John Laba, SDB