Hari Kamis, 24 Juli 2014
Yer 2:1-3.7-8.12-13
Mzm 36:6-7ab.8-9.10-11
Mat 13:10-17
Allah Itu Kasih
Ada seorang bapa yang merasa heran dengan hidupnya. Ia mengaku banyak berbuat dosa dan salah kepada Tuhan, sesama dan dirinya sendiri. Ia merasa heran karena Tuhan tetap memelihara hidupnya. Keluarganya juga sehat dan baik-baik saja. Berkat dan rahmat selalu dirasakannya setiap saat. Ia selalu bertanya dalam hatinya mengapa Tuhan masih mau memeliharanya? Mengapa ia masih istimewa di mata Tuhan? Ia merasakan ini sebagai sebuah pergumulan tersendiri. Pada suatu hari ia pergi menghadap seorang Abas yang saleh di sebuah pertapaan. Ia membagi semua pengalamannya dan bertanya kepada Abas itu mengapa Tuhan masih memihaknya sebagai orang berdosa. Abas itu memandangnya dengan penuh kasih dan berkata: “Allah itu kasih!” Ia kembali ke rumahnya sambil merenungkan kata-kata ini: “Allah itu kasih.”
Allah itu kasih. Ia menjadikan manusia dan memeliharanya seperti biji mataNya sendiri. Saya teringat pada raja Daud yang pernah merasa dikasihi Tuhan apa adanya sehingga ia berdoa: “Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayapMu.” (Mzm 17:8). Setiap kali merayakan Ekaristi bersama kita juga selalu berdoa: “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa-dosa kami, tetapi perhatikanlah iman GerejaMu.” Kita selalu memohon supaya Tuhan memperhatikan iman bukan perbuatan salah dan dosa. Mengapa demikian? Karena kita percaya bahwa Allah itu kasih (1Yoh 4:8.16).
Pada hari ini kita diingatkan nabi Yeremia untuk mengimani “Allah itu kasih.” Melalui Yeremia, Tuhan mengingatkan Israel: “Aku teringat akan kasihmu pada waktu engkau masih muda, akan cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin.” (Yer 2:2). Ini merupakan ingatan manis ketika Israel masih menujukkan kesetiaan kepada Tuhan. Relasi Tuhan dan Israel laksana relasi kasih suami dan istri. Tuhan sangat mengasihi Israel dan menerima Israel apa adanya. Relasi kasih semacam ini tidak dipahami dengan baik oleh Israel. Ketika mengembara di padang gurun setelah meninggalkan Mesir, Tuhan mengantar, membimbing mereka ke tanah Kanaan. Orang-orang Israel mengikuti Tuhan di padang gurun ke tanah subur yang dijanjikan Tuhan.
Hal yang patut disayangkan adalah ketidaksadaran Israel di hadirat Tuhan. Mereka masuk ke tanah terjanji tetapi menajiskan tanah itu. Para imam tidak setia dan hanya bertanya “Dimanakah Tuhan?”. Para ahli hukum tidak mengenal Tuhan. Para nabi juga bernubuat demi baal. Singkatnya umat Tuhan itu membuat kejahatan ganda yakni meninggalkan Allah, sumber air hidup dan menggali sendiri kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air. (Yer 2:13). Ini adalah gambaraan umat Israel yang menyalahgunakan kebebasan sebagai anak Allah dengan menjadi murtad.
Banyak orang mengaku dirinya beriman tetapi sebenarnya seringkali menjadi murtad. Ketika mengalami kesulitan-kesulitan tertentu, mereka selalu marah kepada Allah, menolak Allah, mempertanyakan apakah Allah sungguh-sungguh ada. Namun demikian hanya ada satu kepastian yakni Allah itu kasih. Ia tetap mengasihi orang yang jahat dan orang baik. Ia tetap mengharapkan orang berdosa untuk bertobat dan merasakan kasihNya. Bersama Daud kita juga boleh berdoa: “Pada-Mulah, ya Tuhan, ada sumber kehidupan maka lanjutkanlah kasih setiaMu bagi orang yang mengenal Engkau dan keadilanMu bagi orang yang tulus hati!” (Mzm 36: 11).
Di dalam bacaan Injil kita mendengar bagaimana para murid Yesus juga bergumul untuk memahami kasih sejati dari Tuhan dalam KerajaanNya. Masalah umum yang dihadapi adalah Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang Kerajaan surga tetapi selalu memakai perumpamaan-perumpamaan. Para murid sendiri bingung apalagi orang-orang lain yang tidak selalu bersama kelompok mereka. Tuhan Yesus lalu mengatakan kepada mereka bahwa mereka memiliki privilege. Dalam hal ini mereka mendapat karunia khusus untuk mengetahui rahasia Kerajaan Surga, sedangkan orang-orang yang lain tidak. (Mat 13:11). Tuhan memang memberikan mereka mata untuk melihat tetapi tidak mampu melihat, telinga untuk mendengar tetapi tidak bisa mendengar.
Orang berdosa yang tidak bertobat itu digambarkan memiliki hati yang tebal dan mata dan telinga yang tertutup. Hati adalah totalitas hidup manusia maka ketika hati orang tertutup maka dengan sendirinya kasih Allah juga tidak akan tinggal di dalam hidup orang. Hati adalah tempat di mana Tuhan tinggal dan bersuara tetapi orang menutupnya supaya tetap menikmati dosa. Mata adalah pelita tubuh, tetapi orang tidak menggunakannya untuk melihat kasih Tuhan dan diri dan sesama. Telinga tidak mampu mendengar Sabda. Dengan pengalaman seperti ini maka sulit untuk merasakan Allah itu kasih. Seharusnya kita memiliki hati yang terbuka bagi kerajaan surge, mata yang terbuka untuk melihat Tuhan, telinga untuk mendengarkanNya. Sungguh Allah itu kasih!
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menyadari bahwa Engkau adalah kasih. Amen
PJSDB