Hari Sabtu, Pekan Biasa XXVI
St. Fransiskus dari Asisi
Ayb 42: 1-3.5-6.12-16
Mzm 119:66,71,75,91,125,130
Luk 10:17-24
Tuhan Pasti Sanggup!
Pagi ini saya dibangunkan oleh sebuah lagu yang pernah dilantunkan oleh Maria Shandy: “Tuhan pasti sanggup…TanganNya takan terlambat ‘ntuk mengangkatmu. Tuhan masih sanggup…percayalah, Dia tak tinggalkanmu.” Lirik lagu ini sangat inspiratif terutama ketika anda dan saya sedang mengalami sebuah pergumulan tertentu di dalam hidup ini. Rasanya Tuhan benar-benar meneguhkan hati orang yang sungguh terbuka dan berharap kepadaNya. Sebaliknya kalau orang tidak membuka dirinya kepada Tuhan dan kuasaNya maka ia akan tetap tinggal di dalam persoalan hidupnya. Ia terpenjara dalam persoalan dan pergumulan hidupnya sendiri. Apakah anda juga masih terpenjara dalam aneka persoalan hidupmu? Kita punya Tuhan yang agung dan perkasa. El shadai!
Ayub adalah salah satu figur biblis yang menunjukkan kepada kita seorang Allah sebagai peneguh dalam kesusahan hidup kita. Dia banyak menderita tetapi tetap tulus di hadirat Tuhan. Dia percaya bahwa Tuhan pasti sanggup mengangkatnya dari kesusahan hidupnya saat itu. Kita dapat menemukan kisah kesalehan Ayub pada awal dan akhir bukunya (Ayb 1:1-2.13 dan 42: 10-17). Tuhan memberi banyak cobaan kepadanya dengan mengambil segala harta miliknya. Ia menunjukkan kesetiaan dan ketabahan, ia tetap percaya kepada Allah. Baginya, Allah pasti adil dan akan memperlakukannya dengan adil pula. Ia bertahan dalam iman dan akhirnya Tuhan pun mengembalikan segala sesuatu yang diambilNya.
Perikop kita hari ini merupakan bagian terakhir dari Kitab Ayub. Ia tulus di hadirat Tuhan dan berkata: “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” (Ayb 42:2). Ini merupakan ungkapan iman yang luar biasa dari Ayub setelah melewati pengalaman penderitaan dan kemalangan. Ia masih sadar dan percaya bahwa Tuhan pasti sanggup melakukan segala sesuatu dan bahwa rencana Tuhan itu tidak pernah gagal.
Ayub juga mengalami sebuah gerakan roh di dalam hatinya. Sebelumnya ia mengenal Allah berdasarkan perkataan orang lain, tetapi dari pengalaman hidupnya ini, ia sungguh-sungguh merasakan kehadiran Allah yang nyata. Ia pun membangun sikap tobat sehingga lebih layak merasakan dan mengalami kehadiran Allah. Inilah perkataan Ayub kepada Tuhan: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.” (Ayb 42:5-6).
Pengalaman pribadi kita juga kiranya mirip dengan pengalaman Ayub ini. Kalau hanya mendengar pengalaman orang lain tentang penderitaan mereka maka rasanya sangat menakutkan kita. Ada prasangka buruk terhadap Tuhan karena pengalaman yang berat dari sesama. Andaikan kita sendiri merasakan pergumulan hidup seperti itu maka kita akan sadar bahwa Tuhan kita tidak akan selamanya membiarkan kita menderita. Ia akan mengangkat kita ke atas pundakNya dan melepaskan kita dari aneka persoalan hidup.
Ketulusan Ayub ini sungguh-sungguh menjadi berkat tersendiri. Ia pernah kehilangan segala harta dan keluarga. Sekarang ia memperolehnya kembali. Ia mengalami kelimpahan hidup dan usia yang panjang. Figur Ayub di dalam tulisan kebijaksanaan ini luar biasa. Kita akan pun mengalami pengalaman Ayub dalam keseharian kita. Mungkin kita tidak bisa bertahan dann tulus seperti Ayub. Kita mudah menyerah karena kesusahan dan kemalangan hidup. Tetapi hari ini kita sungguh dikuatkan untuk percaya kepada Allah yang adil, Allah yang senantiasa mengasihi kita.
Apa yang harus kita lakukan? Penginjil Lukas mengantar kita untuk tetap optimis dan melayani Tuhan dengan sukacita. Pengalaman ketujuh puluh dua murid menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan menyertai dan menyelamatkan kita. Kuasa yang diberikanNya memampukan kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaanNya. Mereka dengan bangga berkata kepada Yesus: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” (Luk 10:17). Yesus mengakui kekalahan setan-setan itu. Semuanya bisa terjadi karena kuasa Yesus bagi mereka. Hal terpenting bukan terletak pada kekalahan dunia karena kuasa Yesus tetapi mereka harus bersukacita karena nama mereka terdaftar di surga. Layanilah Tuhan dengan sukacita karena namamu juga terdaftar di Surga.
Pada hari kita memperingati pesta St. Fransiskus dari Asisi. Orang kudus ini meninggalkan segala-galanya, mengambil semangat Yesus yang miskin. Tugasnya adalah membawa damai kepada sesama manusia. Kita pun memiliki tugas panggilan untuk membawa damai kepada sesama terutama yang menderita sengsara supaya ada damai di dalam hatinya.
Saya mengakhiri homili ini dengan mengajak kita untuk mengulangi doa damai dari St. Fransiskus Asisi:
Tuhan, jadikan aku pembawa damai-Mu
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran
Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan
Tuhan, semoga aku lebih ingin menghibur, daripada dihibur
memahami daripada dipahami
mencintai daripada dicintai
Sebab dengan memberi kami akan menerima
dengan mengampuni kami diampuni
Dengan mati suci kami bangkit lagi untuk hidup selama-lamanya. Amen
PJSDB