Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XVII
Kel. 33:7-11; 34:5b-9,28
Mzm. 103:6-7,8-9,10-11,12-13
Mat. 13:36-43.
Orang benar akan bercahaya Seperti Matahari
Ada sebuah perusahaan yang mengundang saya untuk merayakan Misa Syukur ulang tahun berdirinya perusahaan tersebut. Tema perayaannya adalah “Orang benar akan bercahaya”. Kelihatan tema ini menarik dan syarat makna. Saya mencari informasi tertentu terutama menyangkut alasan mengapa memilih tema perayaan syukur seperti ini. Satu jawaban yang menggambarkan situasi nyata adalah tekad pimpinan baru dan semua staf untuk membaharui diri di hadapan Tuhan dan sesama. Selama ini perusahaan berjalan seperti biasa tetapi ada saja pribadi-pribadi tertentu yang tidak jujur, tidak berdisiplin dalam menjalankan tugas-tugas, ada persaingan yang tidak sehat di antara para karyawan dan masih banyak hal yang menghambat kemajuan perusahaan. Memang kelihatan perushaannya maju tetapi sebenarnya mundur dalam banyak hal. Saya mendengar dengan penuh perhatian penjelasan tersebut. Singkat kata, perusahaan itu ibarat sebuah arena di mana ada perlawanan antara kebaikan dan kejahatan.
Bolehlah dikatakan bahwa perusahaan adalah sebuah dunia yang kecil. Dunia yang kecil saja memiliki masalah-masalah tertentu dengan tingkat kerumitan yang berbeda-beda. Kalau kita coba membuka mata untuk menyaksikan dunia yang kita huni ini, kita bisa melihatnya sebagai sebuah arena di mana terjadi interaksi antara kebaikan dan kejahatan. Ketika kebaikan mulai menguasai kehidupan banyak orang, kejahatan juga bekerja keras untuk melawan setiap kebaikan. Di dalam perusahaan misalnya, ketika semangat untuk hidup jujur dan sederhana ditegakkan, kejahatan akan muncul dengan topeng-topeng kebaikan dan kalau orang tidak mawas diri maka ia akan mencuri, tidak berdisiplin, tidak jujur dan lain sebagainya.
Tuhan Yesus di dalam Bacaan Injil, berbicara dengan menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Ia pernah memberi sebuah perumpamaan tentang lalang dan gandum di sebuah ladang. Lalang dan gandum hidup bersama, pada mulanya mirip tetapi pada akhirnya berbeda. Tuhan menciptakan ciptaan dengan finalitas atau tujuan akhir yang berbeda. Gandum akan dibersihkan dan dimasukkan ke dalam lumbung, sedangkan lalang akan disabit, dikumpulkan lalu dibakar. Ini merupakan sebuah gambaran tentang Allah Bapa yang Mahabaik. Dia membuka diri bagi segala ciptaan-Nya, mengenal setiap pribadi dan menaruh belas kasih kepada mereka. Ia menjadikan semua orang sebagai saudara yang baik bukan saudara yang jahat.
Para murid meminta Yesus untuk menjelaskan maksud perumpamaan tentang lalang dan gandum di ladang. Ia pun menjelaskan seperti ini: Anak manusia adalah penabur benih. Ladang tempat benih ditaburkan adalah dunia di mana kita berpijak. Benih yang baik adalah anak-anak Kerajaan, mereka percaya kepada Tuhan. Lalang adalah anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang adalah iblis. Waktu menuai adalah akhir zaman dan para penuai adalah malaikat. Ini adalah sebuah penjelasan yang singkat, tepat dan jelas.
Tuhan Yesus melanjutkan penjelasan tentang perumpamaan ini dalam kaitannya dengan pengadilan terakhir pada akhir zaman. Bagi-Nya, lalang yang ditaburkan iblis itu tidak berguna sehingga pada musim menuai tiba akan ditebas untuk dibakar. Hal yang sama akan terjadi pada diri orang-orang jahat. Pada saat itu, Anak manusia akan mengutus malaikat-malaikat-Nya untuk mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan para pelaku kejahatan akan dicampakkan ke dalam dapur api. Mereka akan menderita selama-lamanya. Orang-orang baik yang setia dan beriman kepada Tuhan akan bercahaya seperti matahari. Mereka bisa bercahaya seperti matahari karena mereka juga menjadi tempat di mana Tuhan memancarkan kasih-Nya.
Perikop Injil hari ini membicarakan hal-hal yang nyata dalam hidup kita. Tuhan memiliki rencana yang indah, menciptakan manusia sesuai dengan wajah-Nya. Kita bertugas sebagai administrator bagi segala ciptaan Tuhan di dunia ini. Artinya Tuhan memiliki rencana yang mulia dengan menjadikan kita sebagai mitra kerja-Nya. Masalahnya adalah banyak orang yang belum siap untuk menjadi orang benar, yang bercahaya seperti matahari. Kuasa kejahatan masih mengikat hati banyak orang sehingga menunjukkan rasa marah, dengki, tidak berdisiplin, tidak memiliki komitmen yang baik untuk mengubah dunia ini menjadi lebih baik lagi.
Banyak di antara kita mungkin lupa bahwa Tuhan yang memiliki rencana untuk membuat dunia ini menjadi sebuah ladang yang indah dengan banyak kebaikan. Yesus sebagai Anak Manusia memiliki kekuatan untuk menabur benih kebaikan. Dia juga yang akan mengubah hidup kita untuk selalu berbuat baik. Perbuatan baik inilah yang membuat kita bersinar, menampakan cahaya kebaikan Tuhan kepada sesama. Kata-kata terakhir di dalam bacaan Injil patut untuk kita renungkan: “Siapa bertelinga, hendaknya ia mendengarkan.” (Mat 13:43).
Perkataan Yesus ini membantu kita juga untuk berefleksi tentang kesabaran. Dari mana kita belajar menjadi orang sabar? Satu-satunya model kita adalah Tuhan Allah yang kita sapa sebagai Bapa yang baik dan kekal. Di dalam kisah perjalanan bangsa Israel di padang gurun, mereka tiba di kaki gunung Sinai. Pada saat itu Musa dan Yosua pergi ke puncak gunung Sinai untuk bertemu dengan Tuhan. Leadership Musa mengalami ujian yang hebat dari bangsa Israel. Ketika mereka turun dari gunung Sinai mereka melihat orang Israel sedang menyembah berhala. Sebelumnya, mereka mendesak Harun supaya membuat patung lembu emas supaya bisa menyembahnya. Musa memarahi Harun dan bangsa Israel yang jatuh dalam dosa besar yakni menyembah berhala. Musa menghancurkan patung itu, menggilingnya dan abunya dimasukan ke dalam air supaya semua orang Israel meminumnya. Sisi manusiawi Musa keluar sebagaimana adanya. Ada rasa marah yang bisa menguasainya di hadapan bangsanya sendiri.
Sebagai seorang leader, Musa tidak merasa putus asa. Ia merasa sebagai tugas dan tanggung jawabnya untuk kembali kepada Tuhan dan berbicara dengan-Nya. Sebelumnya umat Israel memperhatikan perubahan besar di dalam diri Musa. Ia mengambil kemah yang terpisah dari bangsa Israel. Kemah itu disebut Kemah Pertemuan. Kemah ini juga menjadi Shekinah. Setiap orang yang mencari Tuhan pasti pergi ke kemah itu dan berdiri di luarnya. Mereka juga memperhatikan Musa. Ketika ia mendekati kemah itu mereka memandangnya dengan rasa ingin tahu yang besar. Tanda yang mengherankan mereka adalah tiang awan selalu turun dan berhenti di kemah, lalu Tuhan berbicara dengan Musa. Bangsa Israel menyadari bahwa tiang awan adalah tanda kehadiran Tuhan sendiri maka mereka pun menyembah-Nya dari kemah mereka masing-masing.
Tuhan berbicara dengan Musa dengan berhadapan muka seperti orang berbicara dengan temannya. Relasi yang begitu akrab yang seharusnya disadari dan diikuti oleh setiap pribadi. Yosua sendiri tidak seperti Musa namun ia tetap berada di kemah. Percakapan Tuhan dengan Musa menunjukkan sebuah relasi persahabatan yang mendalam. Tuhan sendiri berkata, “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.” (Kel 34:6-7).
Tuhan berbicara dan Musa mendengar dengan saksama setiap perkataan Tuhan. Ia semakin mengenal Tuhan yang maha pengasihi dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih karunia-Nya. Kebesaran Tuhan ini sangat dirasakan Musa dan seluruh umat Israel. Apa dan siapapun diri mereka, Tuhan selalu sabar dan mengampuni. Musa dengan tulus berkata, “Jika aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, ya Tuhan, berjalanlah kiranya Tuhan di tengah-tengah kami; sekalipun bangsa ini suatu bangsa yang tegar tengkuk, tetapi ampunilah kesalahan dan dosa kami; ambillah kami menjadi milik-Mu.” (Kel 34:9). Musa tinggal bersama Tuhan selama empat puluh hari dan malam sambil berpuasa. Sepuluh perintah Allah dituliskan kembali. Kita harus tetap ingat bahwa Tuhan menghendaki supaya semua orang bisa bersinar seperti matahari.
PJSDB