Renungan 7 Pebruari 2012

1Raj 8:22-23.27-30; Mzm 84:3.4.5.10.11; Mrk 7:1-13 

Kasih yang sempurna… 


Kenisah Allah telah selesai dibangun. Tabut Perjanjian sudah ditempatkan pada tempatnya di dalam Kenisah. Kini tiba saatnya untuk menahbiskan Kenisah. Raja Salomo menggunakan kesempatan ini untuk bersyukur kepada Tuhan dan memuji keagunganNya: “Ya Tuhan, Allah Israel! Tidak ada Allah seperti Engkau di langit atas, dan di bawah bumi.” Salomo juga bersyukur karena Tuhan setia dalam perjanjian dan kasihNya kepada umat Israel. Oleh karena itu Salomo memohon supaya Tuhan berkenan menempati kenisah yang nantinya menjadi tempat untuk berdoa dan berjumpa denganNya. Tuhan begitu akrab dengan manusia dan kehadirannya dirasakan oleh orang yang rendah hati. Kasih Tuhan sempurna adanya. 

Kasih Tuhan juga dirasakan turun temurun oleh umat manusia. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menghayati kasih Tuhan itu di dalam hidup yang nyata. Di dalam masyarakat, kita mengenal tradisi atau adat istiadat. Tradisi berasal dari bahasa Latin traditio atau bahasa Yunani paradosis. Kata ini berarti transmisi (passing on). Makna dasarnya adalah meneruskan secara turun temurun iman dan kepercayaan, doktrin-doktrin, ritus-ritus, perintah-perintah juga berbagai larangan di dalam suatu komunitas. 

Dalam Injil, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat dari Yerusalem berbicara tentang tradisi atau adat istiadat nenek moyang yang bagi mereka sudah diabaikan oleh Yesus dan para muridNya. Contoh para murid Yesus makan tanpa mencuci tangan. Padahal membasuh diri sudah menjadi tradisi mereka. Namun demikian Yesus dengan tegas mengatakan bahwa hal yang paling tinggi adalah cinta kasih kepada Tuhan dengan segenap hati (Kel 6:4) bukan hanya sekedar mengutamakan tradisi yang dapat menomorduakan Tuhan. 

Gedung Gereja sebagai Rumah Tuhan, merupakan tempat sembahyang atau tempat untuk menyembah Tuhan. Di sinilah orang-orang yang mengandalkan Tuhan membangun relasi kasihnya yang sempurna dengan Tuhan dalam doa pribadi dan doa bersama dalam Ekaristi. Kita tidak hanya mengandalkan hati kita yang terarah pada Tuhan saja tetapi jasmani kita, sikap lahiriah kita yang kelihatan juga turut membantu mempersatukan kita dan sesama dengan Tuhan. Apakah anda sudah menguduskan rumah Tuhan (Gereja)? Apakah anda sudah menguduskan tubuh sebagai kenisah Roh Kudus? 

Orang yang rendah hati selalu mengandalkan Tuhan di dalam seluruh hidupnya. Dia selalu mengucap syukur dan merasakan kehadiran dan penyertaanNya. Apa yang harus kita lakukan? Hilangkanlah kesombongan dan keangkuhan yang mentradisi karena gampang menjadi penghalang untuk bertemu dengan Tuhan. Kesombongan rohani, atau berlaku sebagai orang suci gampang sekali menguasai orang yang mengandalkan dirinya sendiri. Andalkanlah Tuhan sebagai sumber kasih yang sempurna. 

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply