Homili Hari Rabu Abu 22-02-2012

Hari Rabu Abu
Yoel 2:12-18;
Mzm 51: 3-6a.12-14.17
2Kor 5:20-6:2
Mat 6:1-6.16-18

Koyakanlah hatimu dan jangan pakaianmu!

Hari ini kita memulai masa prapaskah. Masa di mana kita berhenti memikirkan kepentingan diri sendiri dan memikirkan kepentingan bersama. Masa di mana kita mengingat-ingat dosa dan salah yang telah diperbuat dan menyatakan tobat di hadapan Tuhan dengan segenap hati. Satu kekhasan pada hari ini adalah menerima abu. Abu adalah tanda pertobatan dan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Ingatlah bahwa “Engkau debu dan akan kembali menjadi debu” (Kej 3:19).

Melalui Yoel, Tuhan menyapa kita dengan seruan tobat untuk berbalik kepadaNya dengan segenap hati dan juga untuk mengadakan hari pertobatan masal. Firman Tuhan: “Sekarang berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu dengan berpuasa, dengan menangis dan mengaduh. Koyakanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia.” Pertobatan yang benar adalah pertobatan hati bukan hal-hal lahiria saja. Hati yang remuk redam sebagai tanda orang sungguh-sungguh menyesali dosanya di hadapan Tuhan.

Tuhan memiliki kuasa mengampuni dosa-dosa manusia. Ia membuka tanganNya untuk menyambut setiap orang yang bertobat. Paulus mengingatkan orang-orang Korintus untuk bertobat dengan seruan: “Berilah dirimu didamaikan dengan Allah.” Di dalam kurban Kristus, kita para pendosa dibenarkan Allah. Oleh karena itu Paulus menasihati supaya jangan menyia-nyiakan karunia Allah yang telah diterima. Pengampunan Allah tercermin dalam SabdaNya: “Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada waktu hari Aku menyelamatkan, Aku menolong engkau. Saat inilah saat perkenanan itu, hari ini hari penyelamatan itu”.

Bagaimana mengungkapkan pertobatan hati di hadapan Tuhan? Yesus memberikan tiga kewajiban pokok yang kiranya perlu dijalani oleh setiap orang. Tiga kewajiban pokok yang dimaksud adalah sedekah, berdoa dan berpuasa. Ketiga kewajiban ini perlu dijalankan dengan tersembunyi, tanpa perlu memamerkan diri, atau menarik perhatian orang bahwa kita sedang melakukannya. Ini adalah tanda orang beriman mengungkapkannya karena mereka tahu bahwa Bapa surgawi mengetahuinya.

Sedekah berarti membangun perhatian kita akan penderitaan orang lain. Misteri penderitaan dalam permenungan kita berfokus pada salib. Dengan memandang Salib kita mengingat Yesus yang menderita untuk keselamatan kita. Jadi dengan mengingat penderitaan Yesus di salib, kita juga solider dengan sesama yang menderita. Maka kita boleh bertanya dalam diri kita: “Apa dampak praktek kesalehan “jalan salib” setiap hari jumat dan “Tablo” dalam hidup kita? Mampu mengubah hidup kita menjadi lebih terbuka dan mirip dengan Kristus? Kita semakin solider dan empati dengan sesama yang menderita?

Dalam masa prapaskah ini juga kita diajak untuk belajar berdoa dan banyak berdoa. Yakobus mengingatkan kita bahwa banyak kali kita berdoa tetapi kita salah berdoa kerena doa-doa itu bertujuan untuk memenuhi hawa nafsu kita. Kita harus belajar dan banyak berdoa supaya Tuhan dapa mengampuni dosa-dosa kita. Sama seperti pemungut cukai di dalam Injil (Luk 18:13) demikian kita juga berdoa dalam terang pertobatan hati. Apakah doa merupakan sebuah kebutuhan kita?

Kewajiban yang terakhir adalah berpuasa. Kita perlu belajar berpuasa kembali. Dalam hubungan dengan makan dan minum kita makan kenyang satu kali terutama pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Di samping berpuasa, kita juga berpantang. Pantang garam, rokok, kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian. Bagaimana kesadaran kita untuk berpuasa dan berpantang?

Kewajiban-kewajiban yang dinasihati oleh Yesus ini dilakukan di hadapan Allah sebagai Bapa yang maharahim bukan mahapenuntut. Dia mengerti kehidupan kita.

Sambil merenungkan penderitaan Kristus untuk keselamatan kita selama masa prapaskah ini, kita diajak untuk menghayati Ekaristi sebagai saat dimana Tuhan berbagi dengan manusia yang berdosa. Di hadapan manusia Tuhan membagi diriNya, membiarkan diriNya remuk sebagai santapan rohani bagi setiap orang. Kita pun dipanggil untuk berbagi dalam semangat ekaristis. Siap diambil, dipecah-pecah dan dibagi-bagi kepada sesama yang lain. Sikap berbagi inilah yang menjiwai pertobatan hati kita.

Betapa indahnya dunia ini ketika setiap orang membagi waktu-waktu kehidupannya, bakat-bakat serta kemampuannya untuk kebaikan sesama. Tugas kita sekarang adalah membuat semua orang bahagia dalam hidupnya. Kita belajar dari Kristus yang memberi dirinya untuk kita semua. Ingatlah engkau berasal dari debu dan engkau akan kembali menjadi debu! Janganlah bertegar hati!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply