Homili Jumat Agung

Homili Jumat Agung

Yes 52:13-53:12
Mzm 31:2.6.12-13.15-16.17.25
Ibr 4: 14-16; 5:7-9
Yoh 18:1-19:42

Lihatlah Kayu Salib, Pohon Keselamatan dunia!

Di kisahkan bahwa pada suatu kesempatan Petrus melihat dari jendelanya sosok seseorang yang sedang bergerak menuju kepadanya. Orang itu kelihatan tua dan kusam. Setelah mengamat-amati dengan saksama, Petrus sadar bahwa yang datang menuju kepadanya adalah Judas Iskariot, sahabat lamanya. Judas membawa sebuah kotak hitam yang terbuat dari kayu. Ketika sudah dekat, Petrus keluar dan menyapa dia: “Judas anda hendak kemana?” “Saya datang untuk mengunjungimu” Jawab Yudas. Petrus berkata, “Kenapa masih mau mengunjungi saya di sini? Anda tahu diri dong, sudah mengkhianati sang Maestro dengan menjualnya begitu murah, 30 keping perak. Akibatnya, Ia telah menderita dan wafat di salib.” Sambil mengatakan demikian, Petrus mengamat-amati Judas dan dia merasa heran karena Judas membawa kotak kayu berwarna hitam. Petrus bertanya, “Apa yang ada di dalam kotak itu?” “Mari dan lihatlah!” Jawab Judas. Petrus mendekat dan Judas mencoba membuka kotak kayu yang berwana hitam itu. Ternyata isinya adalah seekor ayam jantan. Ketika ayam jantan itu melihat Petrus, ia langsung berkokok tiga kali. “Apakah anda sudah lupa? Tanya Judas kepada Petrus. “Anda juga bukan orang yang sempurna Petrus. Saya mengkhianati Sang Maestro tetapi anda juga menyangkal Dia tiga kali.” Kata Judas kepada Petrus. Mereka dua saling tersenyum. Petrus berkata, “Ya saya sudah meminta maaf dan menyesal di hadapanNya”. “Aku terlambat meminta maaf dan resikonya aku yang tahu.”


Kisah sederhana ini menggambarkan hidup kita setiap hari. Kita bisa menjadi Judas Iskariot yang mengkhianati Yesus dan tidak sempat menyesali pengkhianatan itu. Kita bisa menjadi Petrus yang sebelumnya berjanji untuk mengikuti Tuhan tetapi dengan sadar menyangkal Yesus bukan hanya tiga kali tetapi berkali-kali. Petrus kemudian menyesal dan mengakui cintanya lebih dari para rasul yang lain kepada Yesus. Kita memang bisa menyesal tetapi kemudian lupa mengakui kasih kita kepada Yesus.
Pada hari ini mata dan hati kita tertuju pada Kristus tersalib. Dia adalah hamba Yahwe yang menderita. Firman Tuhan melalui Nabi Yesaya: “Sesungguhnya, hambaKu akan berhasil! Ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan. Seperti banyak orang tertegun melihat dia – rupanya begitu buruk, tidak seperti manusia lagi, dan tampaknya tidak seperti anak manusia lagi sehingga membuat tercengang banyak bangsa.”  Hamba Yahwe itu banyak menderita. Ia dihina dan dihindari oleh orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan biasa menderita kesakitan. Orang tidak tertarik lagi memandang dia. “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kitalah yang dipikulnya. Dia tertikam karena pemberontakan kita, dia diremukkan karena kejahatan kita. Oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”

Penulis kepada Umat Ibrani memahami Firman Tuhan dalam Kitab Nabi Yesaya dengan figur Tuhan Yesus sendiri. Dia adalah Imam Agung. Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkanNya dari maut dan karena kesalehanNya, Ia telah didengarkan. Sekalipun Anak, Ia telah belajar menjadi taat. Dan karena ketaatanNya itu Ia menjadi pokok keselamatan bagi mereka yang taat kepadaNya.

Penderitaan Kritus menjadi nyata dalam peristiwa Salib. Kisah sengara Yesus dalam Injil Yohanes memfokuskan perhatian kita pada Salib. Dengan memandang Salib kita memandang pohon keselamatan. Untuk membuat Salib, dibutuhkan dua potong kayu. Satu potong untuk posisi vertical dan satu potong yang lain untuk posisi horizontal. Apa makna dari bentuk salib seperti ini?
Posisi potongan kayu vertical atau posisi tegak.

Potongan kayu posisi ini menggambarkan kasih Allah yang tidak berkesudahan dan selalu baru. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia sehingga Ia rela mengutus PuteraNya supaya semua orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup kekal” (Yoh 3:16). Yesus adalah gambaran hamba Yahwe dalam kitab nabi Yesaya yang dipukuli, dihina, ditertawakan dengan berbagai olokan, disiksa. Semuanya ini Ia terima karena Dia mau mengasihi manusia sampai tuntas. Yesus yang telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap dan tangis serta keluhan kepada Allah. Karena kasihNya tanpa batas, Ia rela memanggul dosa-dosa kita. Dialah Anak domba, Imam Agung yang rela menderita bagi kita. Dia membebaskan kita dari dosa-dosa.
Dengan apa kita membandingkan penebusan Yesus  dan kasihNya kepada manusia? Perhatikanlah filter air. Air yang masuk disaring. Sambil menyaring, air yang kotor akan diarahkan ke pembuaangan sedangkan air yang bersih akan terus ditampung. Filter air itu mengubah air kotor menjadi air bersih, dia tidak hanya meneruskan air yang masuk ke dalamnya. Yesus dalam menebus dosa manusia, Ia mengambil dosa-dosa kita, membuangnya ke tempat yang jauh dan mengalirkan cinta kasihNya kepada kita. Maka yang Yesus kehendaki dari kita adalah bukan hanya sebagai pengaggum tetapi pribadi yang dapat meniru kebajikanNya. Yang Yesus kehendaki bukan sekedar “ngefans” tetapi menjadi pengikutNya yang setia.

Posisi potongan kayu horizontal

Posisi potongan kayu horizontal ini menunjukkan kasih tanpa batas yang kita terima dari Tuhan dan dibagikan kepada sesama. Ada dua hal penting ini di sini yakni kemampuan untuk membangun relasi dan melayani.

Membangun Relasi. Salib Kristus membuat kita mampu membangun relasi kasih yang kita terima dari Tuhan dengan sesama. Relasi dalam kasih terwujud dalam kemampuan kita untuk belajar mengasihi terus menerus, mengampuni, menerima sesama apa adanya bukan ada apanya. Kalau seseorang mengatakan dia mengasihi Allah maka dia juga harus mengasih sesama. Maka buanglah sikap saling menuduh, bersikap kasar, dan kebiasaan mencurigai orang lain.

Mewujudkan Pelayanan. Cinta kasih menjadi nyata dalam pelayanan kasih. Tuhan Yesus mencintai kita sebagai sahabat-sahabatNya melalui cinta kasih sampai tuntas dan melayani umat manusia yang berdosa. Dia membasuh kaki para muridNya tanda Dia melayani para murid dalam kasih.

Bunda Maria adalah contoh pelayan yang setia. Setelah mendengar kabar sukacita, Ia pergi ke rumah Elizabeth untuk melayaninya. Ketika ada pernikahan di Kana, Maria menunjukkan pelayanannya dengan meminta kepada Yesus anggur terbaik yang nantinya menjadi mujizat yang pertama.

Saya akhiri homili ini dengan sebuah kisah. Ada seorang pemuda yang pergi ke sebuah toko souvenir rohani untuk membeli salib. Ia merasa bahwa salib yang ia pakai sebagai hiasan sudah tidak cocok lagi dengannya. Ia melihat aneka salib di dalam lemari kaca. Dia melepaskan salib yang sedang ia kenakan dan mencoba beberapa salib baru. Ada yang panjang, pendek, kasar, halus, berat dan ringan. Dia merasa bahwa semua salib itu tidak cocok dengannya. Tanpa sadar dia mengambil salib yang sudah lama dia kenakan dan dia berkata kepada penjual: “Saya lebih suka dengan salib ini, kelihatan cocok dengan saya.” Penjaga toko itu berkata: “Itu adalah salib yang selama ini anda miliki”

Kadang-kadang kita tidak mau memikul salib. Kita melarikan diri dari kenyataan hidup. Kita bersungut-sungut dengan pengalaman yang keras serta pergumulan hidup. Padahal memikul Salib adalah salah satu syarat untuk mengikuti Yesus. “Barang siapa yang mau mengikuti Aku, hendaklah ia memikul salib hari demi hari”. (Mrk 8:34). Dengan memikul Salib kita merasakan keselamatan dan menyelamatkan sesama. Apakah salibmu adalah sebuah berkat atau kutuk? Apakah anda berani memikulnya hari demi hari? Sungguh, Salib Tuhan Yesus telah menyucikan dunia. Tuhan terima kasih, Engkau memanggul salib untuk kami. Salib adalah  pohon keselamatan dan pohon kehidupan kami.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply