Renungan 6 Juni 2012

Hari Rabu Pekan Biasa IX
2Tim 1:1-3.6-12
Mzm 123:1-2a.2bcd
Mrk 12:18-27

“Mereka hidup seperti Malaikat di Surga!”

imageDalam ritus perkawinan Gereja Katolik, para pasutri ketika membaca janji nikah terdapat kalimat: “Sampai maut memisahkan kita”. Kalimat singkat ini mengisyaratkan beberapa hal. Pertama, bahwa suami isteri itu dipanggil dan dipersatukan satu kali untuk selamanya. Kedua, tidak seorang pun yang berkuasa untuk memisahkan suami dan istri. Hanya “saudara maut” yang dapat memisahkan mereka. Ketiga, Hanya “Saudara maut boleh memisahkan tetapi hidup kekal tetap menjadi jaminan dari Tuhan.

Persoalan yang di hadapi dalam masyarakat kita adalah persis yang dikisahkan dalam bacaan Injil hari ini. Orang-orang saduki yang tidak percaya pada kebangkitan mempertanyakan “perkawinan levirat” kepada Yesus. Perkawinan levirat adalah perkawinan antara seorang janda dengan saudara kandung suaminya yang sudah meninggal dunia berdasarkan adat istiadat dalam masyarakat bersangkutan. Jadi diharapkan bahwa anak yang lahir akan menjadi milik saudara yang sudah meninggal sekaligus sebagai ahli warisnya. Kaum Saduki memberi contoh seorang wanita yang menikah, kemudian suaminya meninggal dan wanita itu karena alasan perkawinan levirat menikah lagi dengan para saudara suaminya sampai tujuh bersaudara itu menikahinya. Pertanyaan orang Saduki adalah siapa yang akan menjadi suami wanita itu kelak pada hari kebangkitan orang mati? Pertanyaan kaum saduki ini juga menjadi pertanyaan aktual bagi para pasutri di zaman ini: Siapa yang akan menggandeng istrinya atau suaminya di surga? Bagaimana dengan duda atau janda yang menikah lagi, siapa suami atau isteri sah di Surga?

Yesus dengan kuasanya menjaga dan melindungi umat kesayanganNya. Ia menebus dan memberi hidup baru kepada semua umat kesayangannya. Maka ketika berhadapan dengan kasus perkawinan ini Yesus berkata kepada kaum Saduki, “Kalian sesat, justru karena kalian tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab di masa kebangkitan orang mati, orang tidak kawin dan dikawinkan. Mereka itu seperti Malaikat di surga”. Ya, Malaikat adalah para pembantu Tuhan. Jadi selama-lamaNya mereka tetap melayani Tuhan. Dengan kata-kata Yesus ini membuat kita mengerti bahwa Dia memiliki rencana dan kehendak bagi semua orang yang percaya kepadaNya. Rencana dan kehendak yang terbaik adalah membangkitkan manusia dari kematian, memberikan hidup baru kepada yang memiliki harapan padaNya. Kebangkitan badan adalah jaminan dari Tuhan karena “Dia bukanlah Allah orang mati melainkan Allah orang hidup”.

Tuhan Yesus pernah membangkitkan dua orang. Ia membangkitkan Putri Yairus (Mrk 5:41) dan Lazarus (Yoh 11:1-44). Kedua orang ini memperoleh kembali kehidupan sebelum mereka meninggali. Putri Yairus bertumbuh menjadi dewasa kemudian meninggal seperti biasa. Lazarus tetap bekerja di kebun kemudian dia juga akan meninggal sekali lagi. Kedua peristiwa kebangkitan ini bukanlah kebangkitan sejati. Kebangkitan badan itu mengacu pada transformasi dan pengangkatan totalitas pribadi kita. Hal ini dapat terjadi karena rahmat dan karya Allah dan bahwa kita dapat lahir kembali dalam Allah. Dari situ perkataan Yesus kepada kaum saduki sangat tepat. Mereka tidak mengerti kuasa Allah, tetapi hanya membayangkan kebangkitan macam apa yang akan dialami manusia. Mereka juga tidak mengerti Kitab Suci, padahal semua isi Kitab Suci mengacu pada Allah yang hidup bukan Allah orang mati.

Paulus juga percaya bahwa saudara maut hampir menjemputnya. Oleh karena itu ia menulis surat kepada Timotius untuk memberi semangat dalam mewartakan Injil. Semangat yang dialami Paulus dalam mewartakan Injil dibagikannya kepada Timotius untuk diwariskan turun temurun bagi dalam Gereja. Paulus menulis, “Anakku, kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan dari Yesus Kristus, Tuhan kita, menyertai engkau”. Paulus juga merasa bersyukur kepada Tuhan karena telah melayani Tuhan dengan hati nurani yang murni. Banyak kali Paulus menderita karena Injil, tetapi ia selalu bangga dan mengatakan, “Celakalah aku kalau tidak mewartakan Injil” (1Kor 9:16).

Paulus juga mendorong Timotius untuk teguh kepada Tuhan. Mengapa? Karena menurut Paulus, “Allah memberi kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban.” Paulus menambahkan bahwa Allah memanggil dan menguduskan kita bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan semata-mata karena maksud dan kasih karuniaNya sendiri. Pada akhirnya Paulus mengakui imannya dengan berkata, “Sebab aku tahu siapa yang kuandalkan, dan aku yakin bahwa Dia yang berkuasa memelihara apa yang dipercayakanNya kepadaku hingga pada hari Tuhan.”

Sabda Tuhan mengubah cara pikir dan cara pandang kita tentang kehidupan kekal. Pada saatnya nanti kita semua seperti para Malaikat yang siang dan malam melayani Tuhan. Tidak ada lagi relasi manusiawi seperti kawin dan dikawinkan. Seluruh hidup kita diubah total oleh Yesus menjadi hidup baru dan kekal. Apa yang harus kita lakukan? Kita perlu belajar dari kehidupan Paulus yang “melayani Tuhan selama-lamanya”. Paulus yang bangga dengan keterpilihannya sebagai rasul: “Untuk Injil inilah aku ditetapkan sebagai pewarta, rasul dan guru”.

Kita juga diajak untuk berani bersaksi tentang Kristus. Paulus adalah model yang tepat untuk memberi kesaksian sebagai pelayan Tuhan. Menderita demi Injil adalah sebuah kebanggaan. Apakah kita memiliki waktu untuk melayani Tuhan? Apakah kita pernah hitung-hitungan dengan Tuhan saat melayaniNya?

Doa: Tuhan, jadikanlah aku pelayan kasihMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply