Archives for July 2012
Renungan 31 Juli 2012
St. Ignasius Loyola, Imam
Yer 14:17-22
Mzm 34: 2-3.4-5.6-7.8-9.10-11
Mat 13:36-43
Renungan 30 Juli 2012
Hari Senin, Minggu Biasa XVII
Yer 13:1-11
Mzm (Ul) 32:18-21
Mat 13:31-35
Jadilah seperti biji sesawi dan ragi!
Pada suatu kesempatan saya mengikuti upacara adat pernikahan di kampung halamanku. Sebagai pastor saya juga diminta mengenakan sarung adat dan duduk bersama para orang tua, baik dari pihak perempuan (calon isteri) maupun laki-laki (calon suami). Masing-masing pihak memiliki juru bicara yang dianggap bijaksana karena mengerti “bahasa adat”. Mereka menggunakan pantun tertentu dalam kiasan-kiasan dan perumpamaan-perumpamaan. Saya tidak banyak mengerti semua yang juru bicaranya ungkapkan, hanya pada akhirnya saya melihat kedua pihak saling tukar menukar benda adat. Setelah itu mereka saling tepuk tangan diiringi nyanyian berupa pantun tertentu lagi.
Tuhan Yesus ketika menjelaskan tentang Kerajaan Sorga selalu menggunakan perumpamaan-perumpamaan tertentu sehingga dapat membantu para muridNya mengerti dengan baik. Oleh karena daerah Israel dari dulu terkenal dengan sistem pertanian yang baik maka Yesus pun menggunakan perumpamaan seputar kehidupan agraris atau kehidupan sebagai nelayan di danau Galilea. Misalnya Ia menggunakan contoh benih, biji-bijian dan pukat. Hal-hal ini sangat akrab dengan kehidupan para muridNya. Masalahnya adalah para murid memahami semua perumpamaan ini secara harafiah dan sempit sehingga Yesus harus menerangkannya lagi.
Pada hari ini Yesus mengumpamakan Kerajaan Sorga serupa dengan biji sesawi yang ditaburkan orang di atas sebuah lahan. Bagi Yesus, biji sesawi itu memang kecil, tetapi ketika bertumbuh akan menjadi besar melebihi sayuran lainnya bahkan menjadi pohon sehingga burung-burung dapat bersarang di atas cabang-cabangnya. Yesus juga mengumpamakan Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang wanita dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai seluruhnya beragi. Ragi memang sedikit tetapi membuat adonan menjadi besar.
Biji sesawi dan ragi memang kecil dan terkadang kurang diperhatikan atau diabaikan tetapi ternyata memiliki daya yang besar. Biji sesawi dapat menjadi pohon, ragi menjadi adonan besar. Ada daya dari dalam biji sesawi dan ragi yang sifatnya mengubah kehidupan. Ini adalah optimisme Yesus tentang Kerajaan Sorga yang Ia wartakan. Dari sedikit orang yang mendengar pewartaanNya tetapi Ia optimis bahwa pewartaanNya itu akan mencapai seluruh dunia dan selama-lamanya. Para pewarta mengalami perubahan dari dalam dirinya dan dengan demikian mereka akan mengubah sesamanya menjadi baru. Ini semua tidak terlepas dari janjiNya untuk menyertai para utusan hingga akhir zaman.
Hidup kristiani akan bermakna ketika setiap pribadi yang dibaptis bertumbuh dalam iman. Seperti biji sesawi yang kecil bertumbuh menjadi besar, demikian benih-benih iman yang ditaburkan Tuhan di dalam hidup setiap pribadi melalui orang tua dan para pembina diharapkan dapat bertumbuh menjadi dewasa. Kadang-kadang orang boleh mengakui dirinya sebagai orang katolik “dari orok” atau mengakui bahwa nenek moyangnya sudah katolik “dari doeloe” tetapi imannya kerdil. Imannya dari kecil seperti biji sesawi lalu kerdil saat bertumbuh. Biji sesawi harus mendapat lahan yang subur bukan lahan yang mengerdilkan. Demikian juga ragi. Ragi itu sedikit, kelihatan tidak berdaya tetapi ketika diaduk merata bersama tepung terigu, ia membuat adonan itu menjadi besar. Hidup kristiani harus seperti ragi yang menyusup dalam adonan sehingga adonan menjadi besar. Ada roh yang berasal dari dalam diri setiap pribadi yang bekerja diam-diam tetapi memiliki kuasa untuk mengubah hidup banyak orang.
Apa yang harus kita lakukan? Supaya biji sesawi dapat tumbuh subur dan ragi dapat menyusup masuk dan mempengaruhi dari dalam maka kita perlu bertobat. Nabi Yeremia dalam bacaan pertama memberi gambaran nyata hidup manusia yang rapuh di hadirat Tuhan. Ibarat ikat pinggang lenan yang disembunyikan dicela-cela bukit batu dekat sungai Efrat dan menjadi lapuk demikian banyak orang yang mengaku sebagai orang beriman tetapi rapuh di dalam hidup imannya. Selalu saja ada kesombongan dalam diri manusia sehingga tidak mendengar Sabda Tuhan, hatinya degil dan suka menyembah berhala. Namun demikian Tuhan tetap memiliki rencana keselamatan bagi umatNya yang berdosa. Nah, agar orang-orang seperti ini menjadi sadar diri dan bertobat maka Tuhan menjadikan mereka seperti ikat pinggang yang melekat pada pinggangNya “supaya mereka itu menjadi umat yang ternama, terpuji dan terhormat bagiKu”.
Nabi Yeremia mau mengatakan kebesaran Tuhan yang memiliki inisiatif untuk menarik mereka datang dan bersatu denganNya sebagai satu-satunya Allah yang benar. Laksana ikat pinggang yang menyatu dengan pemakainya, demikian umat Allah yang berdosa sekali pun “ditarik” oleh Allah untuk bersatu denganNya. Sungguh luar biasa Allah kita yang tidak memperhitungkan dosa-dosa tetapi memperhatikan iman kita. Iman sebagai anugerah cuma-cuma dari Tuhan maka tugas kita adalah menumbuhkannya, mematangkannya hari demi hari.
Sabda Tuhan hari ini sangat kaya dengan makna. Kita berusaha untuk bertumbuh dalam iman laksana biji sesawi, biji yang kecil menjadi besar. Iman kita kepada Tuhan jangan tetap menjadi iman seorang anak balita tetapi harus bertumbuh sejalan dengan usia kita. Semakin tua semakin menjadi dalam iman. Iman yang matang itu ditandai dengan kematangan dalam tingkah laku yang mencerminkan kematangan hidup rohani. Nah di sinilah peran ragi yang membuat adonan mengembang menjadi besar dari dalam adonan itu sendiri. Kematangan hidup iman, hidup rohani itu gerakan roh dari dalam diri setiap orang. Ini juga yang boleh disebut kharisma dalam diri setiap orang.
Kita juga bersyukur kepada Tuhan karena Ia selalu punya rencana untuk menyelamatkan dan membaharui hidup kita. KuasaNya laksana ikat pinggang yang menarik dan mengikat erat setiap pribadi untuk bersatu denganNya. Dengan demikian manusia yang berdosa akan menjadi ciptaan baru yang ternama, terpuji dan terhormat. Inilah martabat sebagai anak-anak Allah di dalam Yesus Kristus. Di dalam Kerajaan Sorga, orang-orang yang bertobat dan yang memiliki martabat sebagai anak-anak Allah adalah penghuninya.
Doa: Tuhan, terima kasih atas kasih dan pengampunanMu. Amen
PJSDB
Homili Hari Minggu Biasa XVII/B – 2012
Hari Minggu Biasa XVII/B
2Raj 4:42-44
Mzm 145:10-11.15-16.17-18
Ef 4:1-6
Yoh 6:1-15
Bertumbuh sebagai pribadi yang ekaristis!
Pada hari Minggu Biasa XVI/B yang barusan kita lewati, Tuhan Yesus bertindak sebagai gembala yang baik. Ia tergerak hati oleh belas kasih karena melihat banyak orang yang datang kepadaNya seperti domba tanpa gembala. Penginjil Markus bersaksi bahwa Yesus menunjukkan semangat kegembalaanNya dengan mengajar mereka banyak hal. Pada Hari Minggu Biasa XVII/B ini Penginjil Yohanes memberi kesaksian bahwa Yesus menunjukkan kegembalaanNya dengan berekaristi bersama para murid dan banyak orang yang berbondong-bondong mengikutiNya. Para pengikut laksana domba tanpa gembala ini diberikan makan dan minum sampai mereka kenyang. Yesus tidak hanya memberi Sabda sebagai makanan rohani tetapi roti dan ikan digandakan untuk memuaskan orang yang lapar secara fisik. Tujuan Yesus adalah menciptakan pribadi-pribadi yang ekaristis.
Di kisahkan oleh Yohanes Penginjil bahwa Yesus menyeberang Danau Galilea ke tempat yang baru. Di tempat baru itu orang tetap mencari Dia karena terdorong oleh aneka mukjizat penyembuhan yang dilakukanNya. Melihat banyaknya orang yang mengikutiNya maka Yesus sekali lagi “tergerak hati oleh belaskasih” (Mrk 8:2) untuk mengasihi orang-orang yang datang kepadaNya. Untuk mencobai para muridNya apakah mereka memiliki kemampuan berbagi dengan sesama, maka Ia bertanya kepada Filipus, “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka dapat makan.” Filipus menjawab, “Roti seharga dua ratus dinar tidak cukup untuk mereka ini sekalipun mendapat sepotong kecil saja.” Andreas memberi informasi kepada Yesus bahwa ada anak kecil yang memiliki lima potong roti dan dua ekor ikan. Yesus mengambil roti dan ikan lalu berekaristi bersama mereka: Ia mengambil roti, mengucap syukur, dan membagikannya kepada semua orang hadir. Mereka makan kenyang, puas dan masih ada sisa 12 bakul penuh. Melihat mukjizat ini, orang mengaggumi Yesus laksana “nabi yang akan datang”. Lihatlah, dengan hanya memiliki lima potong roti dan dua ekor ikan diberikan dengan tulus oleh seorang anak yang murah hati, lalu membiarkan Tuhan Yesus memberkati sehingga memuaskan banyak orang saat itu.
Pengalaman komunitas Yesus ini mirip dengan pengalaman Elisa dalam Kitab kedua Raja-Raja di Bacaan Pertama. Seorang petani dari Baal-Salisa membawa bekal untuk Elisa sang Abdi Allah berupa dua puluh roti gandum dalam satu kantong sebagai persembahan ulu hasil (Im 2:14; Bil 18:13). Elisa sang Abdi Allah itu meminta pelayannya itu untuk memberikan roti-roti bawaannya itu sebagai santapan banyak orang. Tetapi pelayan itu menjawab, “Bagaimana aku dapat menghidangkannya di depan seratus orang?” Elisa memerintahkan, “Berilah orang-orang itu makan”. Tuhan akan menunjukkan bahwa semua orang makan dan kenyang bahkan masih ada sisa. Persembahan pelayan sang Abdi Allah ini layak di hadirat Tuhan. Hanya dua puluh roti gandum diserahkan kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan berkarya, menggandakannya sehingga dapat memuaskan banyak orang. Bagi Allah tidak ada yang mustahil!
Kedua bacaan ini membantu kita untuk belajar dari Tuhan bagaimana berbagi dengan saudara-saudara kita. Kita berbagi dengan mereka bukan karena kita memiliki banyak barang atau harta. Kita justru diajak Tuhan untuk memberi dari sedikit yang kita miliki untuk memuaskan banyak orang. Perhatikan, dengan hanya sedikit roti dan ikan dapat memuaskan ribuan orang. Ya, asal kita percayakan saja pada Tuhan maka Tuhan akan membuat karya besar di dalam hidup kita. Yesus sendiri memberi Tubuh dan DarahNya sebagai makanan rohani bagi banyak orang yang percaya kepadaNya. Ia membagi diriNya, dipecah-pecah dan dibagi-bagi sehingga memuaskan banyak orang. Satu Tubuh untuk semua orang! Perbuatan besar Yesus ini membuat banyak orang mengaggumiNya sehingga berani mengatakan, “Dia adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dunia”. Memang nabi yang melebih segala nabi karena Ia memberikan segala-galanya, total untuk menebus manusia.
Apa yang harus kita lakukan supaya semangat “berbagi” ini bernilai? Paulus dalam Bacaan Kedua memberikan kepada kita anjuran-anjuran istimewa supaya semangat berbagi memiliki makna yang mendalam. Paulus di dalam penjara tetap mendengar bahwa jemaat di Efesus terpecah-pecah, tidak memiliki semangat “berbagi” untuk menjadi saudara. Paulus lalu mengingatkan jemaat di Efesus sebagai orang-orang yang terpanggil untuk mengayati panggilan mereka.
Bagaimana menghayati panggilan dengan baik sebagai saudara? Paulus menasihati mereka supaya hidup dalam semangat rendah hati, lemah lembut dan sabar, mampu mengasihi, dan saling membantu. Nilai-nilai ini masih kurang dihayati jemaat di Efesus maka Paulus meminta mereka untuk menumbuhkannya kembali. Di samping itu Paulus juga mengatakan kepada mereka untuk memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa. Setiap pribadi yang berani berbagi akan sungguh-sungguh menjadi saudara dan bersatu dengan Tuhan dan sesama.
Sabda Tuhan hari ini mendorong kita untuk bertumbuh sebagai pribadi-pribadi yang ekaristis. Pribadi yang ekaristis adalah mereka yang berani memberi dari sedikit yang dia miliki untuk memuaskan banyak orang. Pribadi yang ekaristis adalah pribadi yang terus menerus menyadari panggilannya untuk membagi dirinya, waktu, bakat dan kemampuannya untuk menjadi saudara. Pribadi yang ekaristis adalah pribadi yang mampu dan terbuka untuk bersatu dengan Tuhan dan sesama. Pribadi yang ekaristis itu rendah hati, lemah lembut, sabar, mampu mengasihi, suka menolong, dan membawa damai. Mari kita bertumbuh menjadi pribadi ekaristis!
Doa: Tuhan, syukur atas Ekaristi yang menghidupkan kami setiap hari. Amen
PJSDB