Da Mihi Animas Cetera Tolle

Buah permenungan filsafat, teologi dan psikologi, juga berisi homili harian berdasarkan bacaan harian Liturgi Gereja Katolik

  • Home
  • Renungan
  • Bible
  • Teologi
  • Filsafat
  • Psikologi
  • Don Bosco
  • Spiritualitas Pria Katolik
  • Saint a Day

Archives for July 2012

Sharing: Lalang dan gandum

31/07/2012 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Lalang dan gandum
Seorang sahabat saya setelah membaca renungan harian beberapa hari yang lalu (Sabtu 28 Juli 2012) dan renungan harian tadi pagi (31 Juli 2012) menulis pesan kepada saya sore ini. Dia sudah merefleksikan renungan-renungan ini dalam konteks relasi persahabatan. Ia menulis begini, “Pater John, saya baru sadar bahwa ternyata selama ini saya bertumbuh bersama sahabat-sahabat saya ibarat gandum yang bertumbuh bersama lalang. Demi persahabatan saya baru menyadari bahwa ada di antara mereka yang akrab denganku karena persahabatan. Ada yang akrab denganku karena mereka butuh tenaga dan pikiran. Ada juga yang akrab denganku karena mereka butuh duit. Mereka yang bersahabat denganku karena sahabat selalu membahagiakanku, tetapi mereka yang seolah-olah menjadi sahabat bukan karena saya apa adanya tetapi karena saya ada apanya” mengecewakan. Ketika bertemu di jalan, di gereja atau dalam persekutuan mereka menghindar. Mereka masa bodoh seolah-olah tidak ada apa-apa. Orang katolik, pengikut Kristus ternyata menjadi lalang yang subur!”  
Satu sharing “kesadaran” yang lambat tetapi menarik perhatianku. Tanpa sadar banyak kali terjadi di dalam hidup pengalaman-pengalaman seperti sahabatku ini. Kedekatan sebagai sahabat sebenarnya bukan hanya pada saat-saat yang membahagiakan (karena ada apanya) tetapi dalam segala situasi hidup (apa adanya). Persahabatan yang baik bukan berdasar pada rasa simpati tetapi pada rasa empati. Terkadang orang kurang menyadarinya sehingga relasi antar pribadi menjadi rusak. Adalah sebuah kesalahan besar kalau ada orang berperilaku parasit pada orang lain.
Lalang dan gandum itu tumbuhan yang memiliki kemiripan. Pada saat masih bertumbuh bersama di atas lahan, sang petani susah membedakan. Kelihatan dalam bertumbuh bersama tidak menimbulkan masalah apa-apa. Meskipun sebenarnya, petani yang cerdas akan merasa rugi karena humus tanah juga ikut direbut oleh lalang. Para petani dapat membedakannya ketika mulai berbunga dan berbuah hingga panen. Namun masih sulit untuk mencabut lalang karena lalang masih bertumbuh bersama gandum. Hanya saat menuai baru bisa memisahkan lalang dan gandum. Hidup bersama juga demikian. 
Orang-orang di sekitar kita terkadang sulit kita bedakan apakah dia itu baik atau jahat. Kadang karena kedekatan maka tidak dapat dibedakan. Orang dapat menjadi lalang dengan memeras, meminjam duit berkali-kali tanpa pikir untuk mengganti. Hanya karena persahabatan orang susah untuk mengatakan tidak. Tindakan untuk merugikan sahabat itu dosa! Bertobatlah, jadilah gandum yang memberi hidup bukan lalang yang menghasilkan kematian. 
PJSDB

Renungan 31 Juli 2012

31/07/2012 by P. John Laba SDB Leave a Comment

St. Ignasius Loyola, Imam
Yer 14:17-22
Mzm 34: 2-3.4-5.6-7.8-9.10-11
Mat 13:36-43

Orang benar akan bercahaya seperti matahari!
Hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta St. Ignasius Loyola. Ia lahir di Azpeitia,di daerah Basque, Propinsi Guipuzcoa, Spanyol Utara pada tahun 1491. Dia adalah putera bungsu keluarga bangsawan Don Beltran de Onazy Loyola dan Maria Sanchez de Licona. Nama aslinya adalah Inigo Lopez de Loyola. Pada tahun 1517, Ignatius menjadi tentara kerajaan Spanyol. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Mei 1521, Ignasius menderita luka parah terkena peluru ketika mempertahankan benteng Pamplona dari serangan tentara Prancis. Penderitaan fisik dan mental yang hebat ini ditanggungnya dengan sabar dan berani dalam perawatan selama hampir satu tahun. Selama masa pemulihan kesehatan, ia berniat membaca buku kepahlawanan untuk menghilangkan rasa bosan dan jenuh. Satu-satunya buku yang ada adalah buku tentang Kristus dan riwayat para kudus. Semakin lama membacanya, semakin ia menikmati buku itu. Dari dalam hatinya ada panggilan bukan lagi menjadi seorang militer tetapi menjadi laskar Kristus.
Pada tahun 1522, Ignasius pergi ke biara Benediktin Montserrat, Timur Laut Spanyol. Selama tiga hari berada disana, ia berdoa dengan tekun dan memohon ampun atas semua dosanya di masa silam. Semua miliknya diberikan kepada orang-orang miskin. Niatnya yang sungguh untuk mengabdi Tuhan dan sesama ditunjukkan dengan meletakkan pedangnya di bawah kaki altar biara itu, pada tanggal 24 Maret malam hari. Ia kemudian terus berusaha untuk bertobat dan belajar hingga menjadi sarjana.
Kariernya sebagai Abdi Allah dimulainya dengan mengumpulkan beberapa orang pemuda yang tertarik pada karya pelayanan kepada Tuhan dan GerejaNya. Mereka adalah Beato Petrus Faber, Santo Fransiskus Xaverius, Diego Laynez, Simon Rodiquez, Alonso Salmeron, dan Nikolas Bobadilla. Kelompok pertama dari Serikat Yesus ini mengucapkan kaul hidup religius di kapel Biara Benediktin di Montmartre. Selain mengikrarkan ketiga kaul hidup membiara: kemurnian, ketaatan dan kemiskinan, mereka pun mengikrarkan kaul tambahan, yakni kesediaan menjalankan karya misioner di Tanah Suci di antara orang-orang Islam, kemudian diganti dengan kaul pengabdian khusus kepada Paus. Ignatius sendiri kemudian ditabhiskan menjadi imam pada tanggal 24 Juni 1937. Ia melakukan tugas pelayanan sebagai imam, meneruskan latihan rohaninya hingga meninggal pada tanggal 31 Juli 1556. Pada saat meninggal dunia, jumlah anggota Serikat Yesus adalah kira-kira 1000 orang. Paus Gregorius XV menyatakan Ignasius sebagai Santo pada tahun 1622.
Ignasius mengalami sebuah pegalaman yang istimewa. Masa lalunya menunjukkan bahwa ia menikmati hidup penuh dengan kemewahan, keras sebagai seorang militer tetapi Tuhan selalu punya rencana istimewa dan kesabaran untuk mengubah hidupnya menjadi baru. Bacaan Injil hari ini sangat inspiratif untuk merenungkan hidup St. Ignasius dan hidup kita. Yesus sudah mengatakan sebuah perumpamaan tentang seorang penabur yang keluar untuk menabur benih yang baik. Tetapi pada malam hari daanglah ke lahan itu seorang jahat lalu menabur lalang. Pemilik lahan benih yang baik tahu tentang perilaku si jahat tetapi dia membiarkan gandum dan lalang tumbuh bersama sampai musim menuai. Pada saat itu gandum akan di simpan di lumbung sedangkan lalang akan dipotong dan dibakar. Lihatlah bahwa kebaikan tumbuh bersama kejahatan hingga suatu waktu istimewa di mana Tuhan memisahkan kebaikan dari kejahatan.
Pengajaran Yesus dengan menggunakan perumpamaan membawa kesulitan tertentu bagi para muridNya. Mereka lalu memohon penjelasan perumpamaan kepada Yesus. Tentang perumpamaan benih yang baik (gandum) dan lalang, Yesus menjelaskannya: Si penabur benih yang baik adalah Anak Manusia (Yesus sendiri). Dialah Utusan Bapa untuk bersabda, melayani dan menebus. Lahan adalah dunia. Benih yang  baik adalah anak-anak Kerajaan. Lalang adalah anak-anak si jahat. Musuh yang menabur lalang adalah Iblis. Saat menuai adalah akhir zaman dan penuainya adalah para malaikat. Menurut Yesus, pada akhir zaman Ia pun akan mengirim para malaikatNya untuk mengumpulkan segala kesesatan dan orang yang berlaku jahat untuk dicampakkan ke dalam dapur api, di sana ada ratap dan kertak gigi. Sedangkan orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa.
Penjelasan Yesus atas perumpamaan lalang yang bertumbuh di antara gandum membuat kita sadar bahwa dunia ini merupakan arena di mana kebaikan dan kejahatan berinteraksi. Yesus menabur benih yang baik di dalam hati orang yang bersedia mengikuti kehendak Allah Bapa. Kejahatan juga bekerja dalam diri anak-anaknya untuk melawan Yesus. Lalang sebelum musim panen sulit dibedakan dengan gandum. Demikian juga sepanjang hidup manusia sangat sulit membedakan siapa yang baik dan siapa yang jahat. Para malaikat utusan Yesuslah yang mengetahui orang baik dan jahat. Merekalah yang akan mengenal dan bertugas untuk memisahkah orang benar dan orang jahat pada tempatnya yang berbeda. Orang jahat yang tidak terbuka pada Allah akan menderita selama-lamanya sedangkan orang benar akan bercahaya di dalam Kerajaan Bapa seperti matahari.
Gambaran tentang penderitaan orang-orang yang tidak bertobat diungkapkan oleh Nabi Yeremia dalam bacaan pertama. Pada zaman nabi Yeremia, dosa tumbuh begitu subur. Simbol-simbol yang dipakai Yeremia: ada luka-luka yang tidak dapat disembuhkan, pembunuhan yang merajalela dan kelaparan di seluruh negeri. Melihat situasi penuh dosa ini maka Yeremia berdoa memohon ampun kepada Tuhan, “Ya Tuhan, kami insaf akan kejahatan kami dan akan kesalahan leluhur kami. Kami sungguh telah berdosa terhadapMu. Janganlah kiranya menolak kami dan janganlah Engkau menghinakan takhta kemuliaanMu. Ingatlah akan perjanjianMu dengan kami dan janganlah membatalkannya”. Yeremia percaya Tuhan akan mengampuni orang-orang yang berdosa sehingga tidak masuk dalam dapur api di mana ada ratap dan kertak gigi. Mereka justru akan berubah dan menjadi terang seperti matahari di dalam Kerajaan.
Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita untuk membangun sikap tobat yang benar. St. Ignasius menginspirasikan kita untuk bertobat menjadi orang benar sehingga dapat bercahaya seperti matahari. Artinya dengan bertobat orang dapat menjadi kudus, tanpa cela di hadirat Tuhan. Kesadaran untuk bertobat berasal dari hati yang terbuka pada Tuhan dan hati nurani yang jernih. Mengapa? Karena sesuai dengan rencana Tuhan kita adalah benih yang baik, anak-anak Kerajaan yang sudah dipanggil, dipilih dan ditentukan sebelum dunia dijadikan untuk menjadi kudus, tanpa cela di hadirat Tuhan. Panggilan ini dikuduskan lagi dalam sakramen pembaptisan. Maka kita seharusnya bukan lalang lagi karena iblis sudah dikalahkan oleh Yesus Tuhan kita. Mengapa orang masih cenderung mengikuti gerakan iblis dan berbuat serta menikmati dosa-dosa? Ya, mereka lupa bahwa mereka adalah benih yang baik. Bagi orang benar, mereka akan tetap bercahaya seperti matahari.
Doa: Tuhan bersegeralah menolong kami orang berdosa. Amen
PJSDB

Renungan 30 Juli 2012

30/07/2012 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Senin, Minggu Biasa XVII
Yer 13:1-11
Mzm (Ul) 32:18-21
Mat 13:31-35

Jadilah seperti biji sesawi dan ragi!

Fr. JohnPada suatu kesempatan saya mengikuti upacara adat pernikahan di kampung halamanku. Sebagai pastor saya juga diminta mengenakan sarung adat dan duduk bersama para orang tua, baik dari pihak perempuan (calon isteri) maupun laki-laki (calon suami). Masing-masing pihak memiliki juru bicara yang dianggap bijaksana karena mengerti “bahasa adat”. Mereka menggunakan pantun tertentu dalam kiasan-kiasan dan perumpamaan-perumpamaan. Saya tidak banyak mengerti semua yang juru bicaranya ungkapkan, hanya pada akhirnya saya melihat kedua pihak saling tukar menukar benda adat. Setelah itu mereka saling tepuk tangan diiringi nyanyian berupa pantun tertentu lagi.

Tuhan Yesus ketika menjelaskan tentang Kerajaan Sorga selalu menggunakan perumpamaan-perumpamaan tertentu sehingga dapat membantu para muridNya mengerti dengan baik. Oleh karena daerah Israel dari dulu terkenal dengan sistem pertanian yang baik maka Yesus pun menggunakan perumpamaan seputar kehidupan agraris atau kehidupan sebagai nelayan di danau Galilea. Misalnya Ia menggunakan contoh benih, biji-bijian dan pukat. Hal-hal ini sangat akrab dengan kehidupan para muridNya. Masalahnya adalah para murid memahami semua perumpamaan ini secara harafiah dan sempit sehingga Yesus harus menerangkannya lagi.

Pada hari ini Yesus mengumpamakan Kerajaan Sorga serupa dengan biji sesawi yang ditaburkan orang di atas sebuah lahan. Bagi Yesus, biji sesawi itu memang kecil, tetapi ketika bertumbuh akan menjadi besar melebihi sayuran lainnya bahkan menjadi pohon sehingga burung-burung dapat bersarang di atas cabang-cabangnya. Yesus juga mengumpamakan Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang wanita dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai seluruhnya beragi. Ragi memang sedikit tetapi membuat adonan menjadi besar.

Biji sesawi dan ragi memang kecil dan terkadang kurang diperhatikan atau diabaikan tetapi ternyata memiliki daya yang besar. Biji sesawi dapat menjadi pohon, ragi menjadi adonan besar. Ada daya dari dalam biji sesawi dan ragi yang sifatnya mengubah kehidupan. Ini adalah optimisme Yesus tentang Kerajaan Sorga yang Ia wartakan. Dari sedikit orang yang mendengar pewartaanNya tetapi Ia optimis bahwa pewartaanNya itu akan mencapai seluruh dunia dan selama-lamanya. Para pewarta mengalami perubahan dari dalam dirinya dan dengan demikian mereka akan mengubah sesamanya menjadi baru. Ini semua tidak terlepas dari janjiNya untuk menyertai para utusan hingga akhir zaman.

Hidup kristiani akan bermakna ketika setiap pribadi yang dibaptis bertumbuh dalam iman. Seperti biji sesawi yang kecil bertumbuh menjadi besar, demikian benih-benih iman yang ditaburkan Tuhan di dalam hidup setiap pribadi melalui orang tua dan para pembina diharapkan dapat bertumbuh menjadi dewasa. Kadang-kadang orang boleh mengakui dirinya sebagai orang katolik “dari orok” atau mengakui bahwa nenek moyangnya sudah katolik “dari doeloe” tetapi imannya kerdil. Imannya dari kecil seperti biji sesawi lalu kerdil saat bertumbuh. Biji sesawi harus mendapat lahan yang subur bukan lahan yang mengerdilkan. Demikian juga ragi. Ragi itu sedikit, kelihatan tidak berdaya tetapi ketika diaduk merata bersama tepung terigu, ia membuat adonan itu menjadi besar. Hidup kristiani harus seperti ragi yang menyusup dalam adonan sehingga adonan menjadi besar. Ada roh yang berasal dari dalam diri setiap pribadi yang bekerja diam-diam tetapi memiliki kuasa untuk mengubah hidup banyak orang.

Apa yang harus kita lakukan? Supaya biji sesawi dapat tumbuh subur dan ragi dapat menyusup masuk dan mempengaruhi dari dalam maka kita perlu bertobat. Nabi Yeremia dalam bacaan pertama memberi gambaran nyata hidup manusia yang rapuh di hadirat Tuhan. Ibarat ikat pinggang lenan yang disembunyikan dicela-cela bukit batu dekat sungai Efrat dan menjadi lapuk demikian banyak orang yang mengaku sebagai orang beriman tetapi rapuh di dalam hidup imannya. Selalu saja ada kesombongan dalam diri manusia sehingga tidak mendengar Sabda Tuhan, hatinya degil dan suka menyembah berhala. Namun demikian Tuhan tetap memiliki rencana keselamatan bagi umatNya yang berdosa. Nah, agar orang-orang seperti ini menjadi sadar diri  dan bertobat maka Tuhan menjadikan mereka seperti ikat pinggang yang melekat pada pinggangNya “supaya mereka itu menjadi umat yang ternama, terpuji dan terhormat bagiKu”.

Nabi Yeremia mau mengatakan kebesaran Tuhan yang memiliki inisiatif untuk menarik mereka datang dan bersatu denganNya sebagai satu-satunya Allah yang benar. Laksana ikat pinggang yang menyatu dengan pemakainya, demikian umat Allah yang berdosa sekali pun “ditarik” oleh Allah untuk bersatu denganNya. Sungguh luar biasa Allah kita yang tidak memperhitungkan dosa-dosa tetapi memperhatikan iman kita. Iman sebagai anugerah cuma-cuma dari Tuhan maka tugas kita adalah menumbuhkannya, mematangkannya hari demi hari.

Sabda Tuhan hari ini sangat kaya dengan makna. Kita berusaha untuk bertumbuh dalam iman laksana biji sesawi, biji yang kecil menjadi besar. Iman kita kepada Tuhan jangan tetap menjadi iman seorang anak balita tetapi harus bertumbuh sejalan dengan usia kita. Semakin tua semakin menjadi dalam iman. Iman yang matang itu ditandai dengan kematangan dalam tingkah laku yang mencerminkan kematangan hidup rohani. Nah di sinilah peran ragi yang membuat adonan mengembang menjadi besar dari dalam adonan itu sendiri. Kematangan hidup iman, hidup rohani itu gerakan roh dari dalam diri setiap orang. Ini juga yang boleh disebut kharisma dalam diri setiap orang.

Kita juga bersyukur kepada Tuhan karena Ia selalu punya rencana untuk menyelamatkan dan membaharui hidup kita. KuasaNya laksana ikat pinggang yang menarik dan mengikat erat setiap pribadi untuk bersatu denganNya. Dengan demikian manusia yang berdosa akan menjadi ciptaan baru yang ternama, terpuji dan terhormat. Inilah martabat sebagai anak-anak Allah di dalam Yesus Kristus. Di dalam Kerajaan Sorga, orang-orang yang bertobat dan yang memiliki martabat sebagai anak-anak Allah adalah penghuninya.

Doa: Tuhan, terima kasih atas kasih dan pengampunanMu. Amen

PJSDB

Homili Hari Minggu Biasa XVII/B – 2012

29/07/2012 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Minggu Biasa XVII/B
2Raj 4:42-44
Mzm 145:10-11.15-16.17-18
Ef 4:1-6
Yoh 6:1-15

Bertumbuh sebagai pribadi yang ekaristis!

Fr. JohnPada hari Minggu Biasa XVI/B yang barusan kita lewati, Tuhan Yesus bertindak sebagai gembala yang baik. Ia tergerak hati oleh belas kasih karena melihat banyak orang yang datang kepadaNya seperti domba tanpa gembala. Penginjil Markus bersaksi bahwa Yesus menunjukkan semangat kegembalaanNya dengan mengajar mereka banyak hal. Pada Hari Minggu Biasa XVII/B ini Penginjil Yohanes memberi kesaksian bahwa Yesus menunjukkan kegembalaanNya dengan berekaristi bersama para murid dan banyak orang yang berbondong-bondong mengikutiNya. Para pengikut laksana domba tanpa gembala ini diberikan makan dan minum sampai mereka kenyang. Yesus tidak hanya memberi Sabda sebagai makanan rohani tetapi roti dan ikan digandakan untuk memuaskan orang yang lapar secara fisik. Tujuan Yesus adalah menciptakan pribadi-pribadi yang ekaristis.

Di kisahkan oleh Yohanes Penginjil bahwa Yesus menyeberang Danau Galilea ke tempat yang baru. Di tempat baru itu orang tetap mencari Dia karena terdorong oleh aneka mukjizat penyembuhan yang dilakukanNya. Melihat banyaknya orang yang mengikutiNya maka Yesus sekali lagi “tergerak hati oleh belaskasih” (Mrk 8:2) untuk mengasihi orang-orang yang datang kepadaNya. Untuk mencobai para muridNya apakah mereka memiliki kemampuan berbagi dengan sesama, maka Ia bertanya kepada Filipus, “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka dapat makan.” Filipus menjawab, “Roti seharga dua ratus dinar tidak cukup untuk mereka ini sekalipun mendapat sepotong kecil saja.” Andreas memberi informasi kepada Yesus bahwa ada anak kecil yang memiliki lima potong roti dan dua ekor ikan. Yesus mengambil roti dan ikan lalu berekaristi bersama mereka: Ia mengambil roti, mengucap syukur, dan membagikannya kepada semua orang hadir. Mereka makan kenyang, puas dan masih ada sisa 12 bakul penuh. Melihat mukjizat ini, orang mengaggumi Yesus laksana “nabi yang akan datang”. Lihatlah, dengan hanya memiliki lima potong roti dan dua ekor ikan diberikan dengan tulus oleh seorang anak yang murah hati, lalu membiarkan Tuhan Yesus memberkati sehingga memuaskan banyak orang saat itu.

Pengalaman komunitas Yesus ini mirip dengan pengalaman Elisa dalam Kitab kedua Raja-Raja di Bacaan Pertama. Seorang petani dari Baal-Salisa membawa bekal untuk Elisa sang Abdi Allah berupa dua puluh roti gandum dalam satu kantong sebagai persembahan ulu hasil (Im 2:14; Bil 18:13). Elisa sang Abdi Allah itu meminta pelayannya itu untuk memberikan roti-roti bawaannya itu sebagai santapan banyak orang. Tetapi pelayan itu menjawab, “Bagaimana aku dapat menghidangkannya di depan seratus orang?” Elisa memerintahkan, “Berilah orang-orang itu makan”. Tuhan akan menunjukkan bahwa semua orang makan dan kenyang bahkan masih ada sisa. Persembahan pelayan sang Abdi Allah ini layak di hadirat Tuhan. Hanya dua puluh roti gandum diserahkan kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan berkarya, menggandakannya sehingga dapat memuaskan banyak orang. Bagi Allah tidak ada yang mustahil!

Kedua bacaan ini membantu kita untuk belajar dari Tuhan bagaimana berbagi dengan saudara-saudara kita. Kita berbagi dengan mereka bukan karena kita memiliki banyak barang atau harta. Kita justru diajak Tuhan untuk memberi dari sedikit yang kita miliki untuk memuaskan banyak orang. Perhatikan, dengan hanya sedikit roti dan ikan dapat memuaskan ribuan orang. Ya, asal kita percayakan saja pada Tuhan maka Tuhan akan membuat karya besar di dalam hidup kita. Yesus sendiri memberi Tubuh dan DarahNya sebagai makanan rohani bagi banyak orang yang percaya kepadaNya. Ia membagi diriNya, dipecah-pecah dan dibagi-bagi sehingga memuaskan banyak orang. Satu Tubuh untuk semua orang! Perbuatan besar Yesus ini membuat banyak orang mengaggumiNya sehingga berani mengatakan, “Dia adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dunia”.  Memang nabi yang melebih segala nabi karena Ia memberikan segala-galanya, total untuk menebus manusia.

Apa yang harus kita lakukan supaya semangat “berbagi” ini bernilai? Paulus dalam Bacaan Kedua memberikan kepada kita anjuran-anjuran istimewa supaya semangat berbagi memiliki makna yang mendalam. Paulus di dalam penjara tetap mendengar bahwa jemaat di Efesus terpecah-pecah, tidak memiliki semangat “berbagi” untuk menjadi saudara. Paulus lalu mengingatkan jemaat di Efesus sebagai orang-orang yang terpanggil untuk mengayati panggilan mereka.

Bagaimana menghayati panggilan dengan baik sebagai saudara? Paulus menasihati  mereka supaya hidup dalam semangat rendah hati, lemah lembut dan sabar, mampu mengasihi, dan saling membantu. Nilai-nilai ini masih kurang dihayati jemaat di Efesus maka Paulus meminta mereka untuk menumbuhkannya kembali. Di samping itu Paulus juga  mengatakan kepada mereka untuk memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan,  satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa. Setiap pribadi yang berani berbagi akan sungguh-sungguh menjadi saudara dan bersatu dengan Tuhan dan sesama.

Sabda Tuhan hari ini mendorong kita untuk bertumbuh sebagai pribadi-pribadi yang ekaristis. Pribadi yang ekaristis adalah mereka yang berani memberi dari sedikit yang dia miliki untuk memuaskan banyak orang. Pribadi yang ekaristis adalah pribadi yang terus menerus menyadari panggilannya untuk membagi dirinya, waktu, bakat dan kemampuannya untuk menjadi saudara. Pribadi yang ekaristis adalah pribadi yang mampu dan terbuka untuk bersatu dengan Tuhan dan sesama. Pribadi yang ekaristis itu rendah hati, lemah lembut, sabar, mampu mengasihi, suka menolong, dan membawa damai. Mari kita bertumbuh menjadi pribadi ekaristis!

Doa: Tuhan, syukur atas Ekaristi yang menghidupkan kami setiap hari. Amen

PJSDB

Renungan 28 Juli 2012

28/07/2012 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Sabtu, Pekan Biasa XVI
Yer 7:1-11
Mzm 84: 3.4.5-6a.8a.11
Mat 13:24-30
Tuhan selalu sabar!
Seorang ibu datang ke pastoran dan sambil menangis ia mengatakan tidak tahan lagi hidup di dunia ini. Setiap hari pasti bentrok dengan semua orang di rumah, terutama dengan putranya yang baru kelas V SD.  Sebelumnya, putranya itu penurut dan baik hati tetapi setelah bergaul dengan anak lain maka perilakunya berubah. Ia sudah kelihatan liar dan susah diatur. Ia mengakui tidak sabaran lagi menunggu kapan anaknya berubah menjadi anak yang  baik. 
Ini hanya sepenggal kisah dari sebuah keluarga. Mungkin banyak di antara kita yang mengalami kesulitan dalam mendidik anak pada zaman ini. Kadang-kadang ketika komunikasi antar pribadi di dalam keluarga terhalang maka akan mempengaruhi kesabaran setiap pribadi. Ada kecenderungann untuk tidak sabar, tergesa-gesa menyelesaikan persoalan anak, memutuskan relasi pergaulannya dengan anak-anak lain karena mereka jahat dan lain sebagainya. Padahal anak usia dini memang memerlukan interaksi dengan lingkungann atau dengan kelompok sebayanya.
Hari ini kita mendengar perumpamaan lain dari Yesus. Yesus mengatakan bahwa hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih baik di ladangnya. Musuhnya juga datang pada malam hari untuk menabur benih lalang di antara gandum itu lalu pergi. Gandum dan ladang tumbuh bersama-sama sampai saat berbulir. Para pekerja tadinya sulit membedakan gandum dan lalang tetapi saat berbulir mereka menyadarinya dan meminta tuannya untuk mencabut lalang. Tetapi si Penabur itu berkata, “Jangan, sebab mungkin gandum itu akan ikut tercabut pada waktu kalian mencabuti lalang itu. Biarkan keduanya bertumbuh bersama-sama sampai waktu menuai tiba. Pada saat itu gandum akan dikumpulkan dan masuk ke dalam lumbung sedangkan lalang akan dikumpulkan untuk dibakar.”
Perikop ini sangat menarik perhatian kita. Benih gandum yang ditaburkan adalah benih yang baik. Si Penaburnya sendiri adalah Yesus sang Anak Manusia yang menghadirkan Kerajaan Sorga. Dia menaburkan benih gandum sebagai benih yang baik karena Ia sendiri nantinya menjadi “Biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati” (Yoh 12:24) sehingga memberikan hidup baru kepada manusia. Dia sendiri yang nantinya menjadi “makanan rohani” atau “Roti Hidup” bagi banyak orang dalam berekaristi. Benih yang baik adalah mereka semua yang layak di hadirat Tuhan dan disebut anak-anak Kerajaan yang masih tinggal di dunia (ladang). Lalang (kejahatan) ditaburkan oleh Iblis dan pada akhir zaman Yesus sang Anak Manusia akan datang untuk “mengadili orang yang hidup dan mati”. 
Si Penabur menunjukkan kesabaran yang luar biasa ketika para hambanya tidak sabaran melihat lalang yang tumbuh bersama gandum. Para hamba maunya cepat-cepat mencabut lalang, tidak peduli dengan gandum dari benih yang baik. Si Penabur mengatakan kesabarannya, “Biarkan mereka bertumbuh sampai waktu menuai tiba karena gandum dapat ikut tercabut”. Kelihatan Yesus sangat optimis dalam menghadirkan Kerajaan Allah. Ia tahu bahwa iblis turut menurunkan kuasanya untuk memecah belah umat manusia tetapi Yesus memenangkan segalanya pada saat kebangkitanNya dari alam maut.
Seringkali kita tidak sabar dengan diri dan sesama. Ketika melihat ada lalang yakni segala hal yang dianggap negatif dan jahat sering membuat kita tidak berpikir panjang untuk mengatasinya. Kita lebih memilih tergesa-gesa menyelesaikan persoalan itu demi gengsi dan harga diri. Misalnya, seorang anak yang bergaul dengan teman sebayanya sering dikenyangkan dengan aneka nasihat yang berlebihan dalam membangun relasi dengan sesama. Kadang-kadang bisa terjadi seorang anak masih kecil sudah memiliki persepsi negatif atau bahkan pikiran negatif terhadap sesama. 
Kita butuh semangat Tuhan Yesus yang sabar dengan manusia yang berdosa. Ia membiarkan manusia hidup berdampingan, orang yang baik dan jahat hidup bersama-sama. Tuhan punya rasa optimisme bagi manusia bahwa segala kebaikan orang-orang benar akan mengubah kejahatan menjadi kebaikan. Orang dengan sikap hidup, perilaku yang baik akan mengubah perilaku sesama yang jahat menjadi baik. Tentu saja membutuhkan waktu yang panjang untuk mengubah kejahatan orang menjadi kebaikan. Makanya kesabaran menjadi sangat berharga.
Apa yang harus dilakukan untuk menjadi orang yang sabar? Yeremia dalam bacaan pertama memberikan sebuah rumusan yang bagus. Kita harus bertobat dari dosa-dosa kita. Seruan tobat Yeremia adalah. “Perbaikilah tingkah laku dan perbuatanmu. Jangan percaya kepada perkataan pendusta, melakukan keadilan, tidak menindas orang kecil (para janda, yatim piatu), tidak menumpahkan darah orang lain (membunuh), tidak mengikuti allah lain, tidak mencuri dan berzinah.” Semua orang hendaknya memiliki kerinduan untuk tinggal di rumah Tuhan selamanya (Mazmur antar Bacaan).
Kita bersyukur kepada Tuhan karena Ia selalu sabar dengan diri kita. Berkali-kali kita menjadi “lalang” dengan berbagai kejahatan yang kita miliki sebagai manusia tetapi Tuhan selalu punya kesabaran istimewa. Dia percaya bahwa manusianya dapat berubah karena Dia Tuhan yang sabar dan dapat mengubah manusia dari dalam dirinya sebagai manusia. Setiap pribadi dibekali dengan kebaikan-kebaikan sebagai senjata untuk mengatasi kejahatan pribadi yang lain. Dengan kata lain, orang jahat dapat berubah menjadi orang baik karena kebaikan orang-orang benar di hadirat Tuhan. Tuhan kita sabar, marilah kita menjadi orang-orang yang sabar dengan diri sendiri, sesama dan lingkungan.
Doa: Tuhan, berikanlah kami anugerah kesabaran. Amen
PJSDB
Next Page »

Tentang Saya

Saya seorang hamba Tuhan yang melayaniNya siang dan malam, anggota Serikat Salesian Don Bosco yang bergabung sejak tahun 1989. Kini saya dipanggil Pater John dan melayani di Jakarta

Artikel Terbaru

  • Food For Thought: Kultur kehidupan bukan kematian 10/12/2019
  • Food For Thought: Menghibur dan Membahagiakan 10/12/2019
  • Food For Thought: Dari Kekosongan menuju Kepenuhan 09/12/2019
  • Homili Hari Minggu Adventus ke-II/A – 2019 08/12/2019
  • Food For Thought: Dari Maria Kita Belajar 07/12/2019

Situs Lainnya

  • Salesian Don Bosco
  • Vatican
  • Renungan Audio – Daily Fresh Juice
  • Renungan Pria Katolik

Arsip

  • December 2019 (10)
  • November 2019 (33)
  • October 2019 (28)
  • September 2019 (14)
  • August 2019 (23)
  • July 2019 (25)
  • June 2019 (22)
  • May 2019 (40)
  • April 2019 (24)
  • March 2019 (21)
  • February 2019 (24)
  • January 2019 (34)
  • December 2018 (32)
  • November 2018 (40)
  • October 2018 (26)
  • September 2018 (22)
  • August 2018 (41)
  • July 2018 (28)
  • June 2018 (17)
  • May 2018 (13)
  • April 2018 (17)
  • March 2018 (14)
  • February 2018 (8)
  • January 2018 (17)
  • December 2017 (23)
  • November 2017 (31)
  • October 2017 (29)
  • September 2017 (38)
  • August 2017 (28)
  • July 2017 (18)
  • June 2017 (24)
  • May 2017 (33)
  • April 2017 (18)
  • March 2017 (40)
  • February 2017 (23)
  • January 2017 (22)
  • December 2016 (23)
  • November 2016 (31)
  • October 2016 (24)
  • September 2016 (36)
  • August 2016 (36)
  • July 2016 (32)
  • June 2016 (27)
  • May 2016 (42)
  • April 2016 (25)
  • March 2016 (41)
  • February 2016 (45)
  • January 2016 (31)
  • December 2015 (26)
  • November 2015 (24)
  • October 2015 (60)
  • September 2015 (44)
  • August 2015 (49)
  • July 2015 (56)
  • June 2015 (56)
  • May 2015 (57)
  • April 2015 (46)
  • March 2015 (52)
  • February 2015 (51)
  • January 2015 (58)
  • December 2014 (46)
  • November 2014 (43)
  • October 2014 (49)
  • September 2014 (46)
  • August 2014 (42)
  • July 2014 (39)
  • June 2014 (39)
  • May 2014 (38)
  • April 2014 (44)
  • March 2014 (41)
  • February 2014 (46)
  • January 2014 (55)
  • December 2013 (43)
  • November 2013 (42)
  • October 2013 (46)
  • September 2013 (31)
  • August 2013 (33)
  • July 2013 (32)
  • June 2013 (36)
  • May 2013 (33)
  • April 2013 (34)
  • March 2013 (40)
  • February 2013 (33)
  • January 2013 (33)
  • December 2012 (36)
  • November 2012 (33)
  • October 2012 (50)
  • September 2012 (40)
  • August 2012 (41)
  • July 2012 (35)
  • June 2012 (30)
  • May 2012 (33)
  • April 2012 (36)
  • March 2012 (47)
  • February 2012 (42)
  • January 2012 (38)
  • December 2011 (35)
  • November 2011 (31)
  • October 2011 (2)

Bulan

  • December 2019
  • November 2019
  • October 2019
  • September 2019
  • August 2019
  • July 2019
  • June 2019
  • May 2019
  • April 2019
  • March 2019
  • February 2019
  • January 2019
  • December 2018
  • November 2018
  • October 2018
  • September 2018
  • August 2018
  • July 2018
  • June 2018
  • May 2018
  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • July 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • February 2015
  • January 2015
  • December 2014
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • August 2014
  • July 2014
  • June 2014
  • May 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • September 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • May 2013
  • April 2013
  • March 2013
  • February 2013
  • January 2013
  • December 2012
  • November 2012
  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • April 2012
  • March 2012
  • February 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011
  • October 2011

Copyright © 2019 · Beautiful Pro Theme on Genesis Framework · WordPress · Log in