Renungan 28 Juli 2012

Hari Sabtu, Pekan Biasa XVI
Yer 7:1-11
Mzm 84: 3.4.5-6a.8a.11
Mat 13:24-30
Tuhan selalu sabar!
Seorang ibu datang ke pastoran dan sambil menangis ia mengatakan tidak tahan lagi hidup di dunia ini. Setiap hari pasti bentrok dengan semua orang di rumah, terutama dengan putranya yang baru kelas V SD.  Sebelumnya, putranya itu penurut dan baik hati tetapi setelah bergaul dengan anak lain maka perilakunya berubah. Ia sudah kelihatan liar dan susah diatur. Ia mengakui tidak sabaran lagi menunggu kapan anaknya berubah menjadi anak yang  baik. 
Ini hanya sepenggal kisah dari sebuah keluarga. Mungkin banyak di antara kita yang mengalami kesulitan dalam mendidik anak pada zaman ini. Kadang-kadang ketika komunikasi antar pribadi di dalam keluarga terhalang maka akan mempengaruhi kesabaran setiap pribadi. Ada kecenderungann untuk tidak sabar, tergesa-gesa menyelesaikan persoalan anak, memutuskan relasi pergaulannya dengan anak-anak lain karena mereka jahat dan lain sebagainya. Padahal anak usia dini memang memerlukan interaksi dengan lingkungann atau dengan kelompok sebayanya.
Hari ini kita mendengar perumpamaan lain dari Yesus. Yesus mengatakan bahwa hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih baik di ladangnya. Musuhnya juga datang pada malam hari untuk menabur benih lalang di antara gandum itu lalu pergi. Gandum dan ladang tumbuh bersama-sama sampai saat berbulir. Para pekerja tadinya sulit membedakan gandum dan lalang tetapi saat berbulir mereka menyadarinya dan meminta tuannya untuk mencabut lalang. Tetapi si Penabur itu berkata, “Jangan, sebab mungkin gandum itu akan ikut tercabut pada waktu kalian mencabuti lalang itu. Biarkan keduanya bertumbuh bersama-sama sampai waktu menuai tiba. Pada saat itu gandum akan dikumpulkan dan masuk ke dalam lumbung sedangkan lalang akan dikumpulkan untuk dibakar.”
Perikop ini sangat menarik perhatian kita. Benih gandum yang ditaburkan adalah benih yang baik. Si Penaburnya sendiri adalah Yesus sang Anak Manusia yang menghadirkan Kerajaan Sorga. Dia menaburkan benih gandum sebagai benih yang baik karena Ia sendiri nantinya menjadi “Biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati” (Yoh 12:24) sehingga memberikan hidup baru kepada manusia. Dia sendiri yang nantinya menjadi “makanan rohani” atau “Roti Hidup” bagi banyak orang dalam berekaristi. Benih yang baik adalah mereka semua yang layak di hadirat Tuhan dan disebut anak-anak Kerajaan yang masih tinggal di dunia (ladang). Lalang (kejahatan) ditaburkan oleh Iblis dan pada akhir zaman Yesus sang Anak Manusia akan datang untuk “mengadili orang yang hidup dan mati”. 
Si Penabur menunjukkan kesabaran yang luar biasa ketika para hambanya tidak sabaran melihat lalang yang tumbuh bersama gandum. Para hamba maunya cepat-cepat mencabut lalang, tidak peduli dengan gandum dari benih yang baik. Si Penabur mengatakan kesabarannya, “Biarkan mereka bertumbuh sampai waktu menuai tiba karena gandum dapat ikut tercabut”. Kelihatan Yesus sangat optimis dalam menghadirkan Kerajaan Allah. Ia tahu bahwa iblis turut menurunkan kuasanya untuk memecah belah umat manusia tetapi Yesus memenangkan segalanya pada saat kebangkitanNya dari alam maut.
Seringkali kita tidak sabar dengan diri dan sesama. Ketika melihat ada lalang yakni segala hal yang dianggap negatif dan jahat sering membuat kita tidak berpikir panjang untuk mengatasinya. Kita lebih memilih tergesa-gesa menyelesaikan persoalan itu demi gengsi dan harga diri. Misalnya, seorang anak yang bergaul dengan teman sebayanya sering dikenyangkan dengan aneka nasihat yang berlebihan dalam membangun relasi dengan sesama. Kadang-kadang bisa terjadi seorang anak masih kecil sudah memiliki persepsi negatif atau bahkan pikiran negatif terhadap sesama. 
Kita butuh semangat Tuhan Yesus yang sabar dengan manusia yang berdosa. Ia membiarkan manusia hidup berdampingan, orang yang baik dan jahat hidup bersama-sama. Tuhan punya rasa optimisme bagi manusia bahwa segala kebaikan orang-orang benar akan mengubah kejahatan menjadi kebaikan. Orang dengan sikap hidup, perilaku yang baik akan mengubah perilaku sesama yang jahat menjadi baik. Tentu saja membutuhkan waktu yang panjang untuk mengubah kejahatan orang menjadi kebaikan. Makanya kesabaran menjadi sangat berharga.
Apa yang harus dilakukan untuk menjadi orang yang sabar? Yeremia dalam bacaan pertama memberikan sebuah rumusan yang bagus. Kita harus bertobat dari dosa-dosa kita. Seruan tobat Yeremia adalah. “Perbaikilah tingkah laku dan perbuatanmu. Jangan percaya kepada perkataan pendusta, melakukan keadilan, tidak menindas orang kecil (para janda, yatim piatu), tidak menumpahkan darah orang lain (membunuh), tidak mengikuti allah lain, tidak mencuri dan berzinah.” Semua orang hendaknya memiliki kerinduan untuk tinggal di rumah Tuhan selamanya (Mazmur antar Bacaan).
Kita bersyukur kepada Tuhan karena Ia selalu sabar dengan diri kita. Berkali-kali kita menjadi “lalang” dengan berbagai kejahatan yang kita miliki sebagai manusia tetapi Tuhan selalu punya kesabaran istimewa. Dia percaya bahwa manusianya dapat berubah karena Dia Tuhan yang sabar dan dapat mengubah manusia dari dalam dirinya sebagai manusia. Setiap pribadi dibekali dengan kebaikan-kebaikan sebagai senjata untuk mengatasi kejahatan pribadi yang lain. Dengan kata lain, orang jahat dapat berubah menjadi orang baik karena kebaikan orang-orang benar di hadirat Tuhan. Tuhan kita sabar, marilah kita menjadi orang-orang yang sabar dengan diri sendiri, sesama dan lingkungan.
Doa: Tuhan, berikanlah kami anugerah kesabaran. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply