Homili Hari Minggu Palma/C – 2013

Hari Minggu Palma/C

Yes 50:4-7

Mzm 22:8-9.17-18a.19-20.23-24

Flp 2:6-11

Luk 22:14-23:56

Bapa Ampunilah Mereka!

Kita perlahan-lahan melewati retret agung dan pengalaman berbela rasa selama lima pekan terakhir. Bolehlah dikatakan bahwa semua kegiatan APP sejak hari pertama prapaskah yakni Hari Rabu Abu ikut mengantar kita hingga memasuki pekan suci ini. Banyak pengalaman iman yang mengantar kita untuk mengenal lebih dalam sosok Yesus yang kita imani dan cintai. Satu kata yang menghiasi diri Yesus adalah cinta. Yesus mencintai kita semua sampai tuntas (Yoh 13:1).

Hari ini kita memasuki pekan suci yang dimulai dengan hari Minggu Palma. Banyak orang menyebutnya Minggu daun-daun karena ciri khas hari Minggu Palma adalah daun-daun palma berwarna hijau diberkati pastor sebagai simbol untuk mengenang Yesus masuk ke dalam kota Yerusalem dan diterima dengan mulia. Semua orang menyanyi dengan gembira, pastor yang memimpin ekarisiti secara simbolis dapat mengendarai kuda atau keledai. Kisah sengsara Yesus juga dibaca atau dinyanyikan dengan suasana yang istimewa. Pokoknya hari Minggu Palma selalu istimewa.

Pertanyaan kita adalah apakah hari Minggu Palma memang hanya memiliki kekhasan seperti ini saja? Kalau hanya sebatas ini maka liturgi kita masih dangkal. Minggu Palma seharusnya memiliki nilai yang lebih dari itu. Hari Minggu Palma mengigatkan kita bahwa Yesus masuk ke dalam kota Yerusalem dan disambut orang-orang Yerusalem dengan gembira sambil memuji Allah. Mereka berpekik: “Hosana Putera Daud, terpujilah Engkau yang datang atas nama Tuhan”. Itu kiranya pekikan gembira orang pada zaman itu. Hal ini juga menjadi pengalaman puncak dari orang-orang saat itu terhadap Yesus. Padahal ini masih merupakan sebuah pengalaman yang dangkal dan sifatnya sementara. Mereka menginginkan seorang raja yang masyhur dengan menggunakan segala kuasa melalui Sabda dan karya untuk melenyapkan masalah-masalah kehidupan mereka. Ini adalah sebuah contoh pengalaman iman yang dangkal. Mereka membutuhkan Yesus hanya sebatas Ia melepaskan mereka dari permasalahan hidup, apalagi dari tangan sang penjajah yaitu orang Romawi.
Pada hari Kamis Putih nanti kita akan mengenang Perjamuan terakhir yang Tuhan Yesus lakukan bersama para muridNya. Pada malam itulah Yesus mengatakan diriNya sebagai makanan rohani melalui Roti yang dapat dipecah dan dibagi-bagi kepada semua orang. Perutusan Yesus juga ditandai dengan upacara pembasuhan kaki yang dilakukanNya terhadap para murid. Perutusan Yesus semakin membingungkan banyak orang ketika Ia menerima Salib dan rela disalibkan (Jumat Agung). Dia adalah Tuhan dan guru mereka disalibkan! Banyak di antara mereka yang tadinya mengharapkan Yesus sebagai raja justru berteriak dengan suara nyaring: “Salibkanlah Dia”. Ada perubahan perilaku manusia yang sebelumnya berteriak “Hosana” dan kini “Salibkan, bunuhlah Dia!”
Di sini ada pergeseran makna Hari Minggu Palma. Sebelumnya orang-orang berpikiran bahwa Yesus akan menjadi raja dan patut diterima dengan mulai dan pekikan hosana. Ternyata Yesus yang sama mengatakan dirinya sebagai roti yang dapat dipecah-pecah dan dibagi-bagi, membasuh kaki, memikul salib dan wafat dengan tragis di atas kayu salib. Ini adalah pengalaman yang sangat menggocangkan iman mereka dan banyak di antara mereka yang tadinya setia mengikuti Yesus, sekarang memilih untuk meninggalkan Yerusalem dan kembali ke kampung halaman mereka (Pengalaman Emaus). Harapan pupus untuk menerima seorang Mesias yang menderita. Mereka kecewa dengan Yesus. Ini sangat manusiawi.
Daun-daun palma yang diberkati pastor pada hari ini nantinya akan dibakar, abunya diberkati lagi dan diolesi di dahi kita dalam bentuk tanda salib pada hari Rabu Abu. Imam akan berkata kepada kita: “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” atau “Ingatlah bahwa engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu”. Daun-daun palma memang dipakai untuk mengeluh-eluhkan Yesus sebagai raja, tetapi daun yang sama rela dibakar menjadi debu untuk mengingatkan kefanaan hidup kita, kerapuhan hidup dan bahwa kita akhirnya dikuatkan dalam pertobatan kepada Kristus. Maka nilai rohani yang tersembunyi dalam perayaan ini adalah pengosongan diri (kenosis) dan pertobatan sehingga menjadi serupa dengan Yesus.

Yesus adalah gambaran hamba Tuhan yang menderita. Semua hal yang digambarkan oleh nabi Yesaya dalam bacaan pertama akan dialami oleh Yesus. Nabi Yesaya menulis tentang hamba Tuhan: “Tuhan Allah telah membuka telingaku, dan Aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipi kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku juga tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. Tetapi Tuhan Allah menolong aku. Aku tidak mendapat malu” (Yes 50:5-7). Hamba Tuhan memahami semua penderitaannya. Ia mengalami penganiayaan fisik yang luar biasa. Namun demikian ia tetap berani dan rela menderita karena ia percaya bahwa Tuhan akan membebaskan dia. Ini ada teladan bagi kita. Pada saat menderita, apakah kita juga masih mengandalkan Tuhan?

 

Figur Hamba Tuhan yang menderita menjadi sempurna di dalam diri Yesus Kristus. St. Paulus dalam bacaan kedua menggambarkan Yesus, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai miliki yang dipertahankan. Sebalikya Ia rela mengosongkan diriNya (kenosis), mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Ia juga merendahkan diri dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu Salib. Itu sebabnya Allah meninggikan Dia. Tuhan saja berbela rasa dengan manusia dengan mengosongkan diriNya. Ia rela menerima penderitaan dan kehinaan. Luar biasa Tuhan Yesus yang kita imani dan cintai!

 

Dalam kisah sengsara Tuhan kita Yesus Kristus menurut Injil Lukas, Yesus digambarkan masuk ke dalam kota Yerusalem sebagai Raja Mesianis, rendah hati, pendamai dengan sikap sebagai seorang hamba. Dia berbeda dengan raja manusiawi yang mengandalkan kekuatan dan kuasa. Salib adalah takhtaNya yang mulia di mana Ia memerintah dalam kasih dan damai. Boleh dikatakan bahwa kasih Yesus bagi manusia terbukti dalam belaskasih dan pengampunan. Di atas kayu salib terpancar kasih dan pengampunan Yesus. Ada tiga kalimat yang Yesus ucapkan dalam kisah sengsaraNya hari ini: Pertama, Ia mengasihi dan mengampuni para algojoNya: “Bapa ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23:34). Kedua, Kepada pencuri yang turut di salibkan Ia berkata: “Hari ini juga engkau bersama Aku di dalam Firdaus” (luk 23:43). Ketiga, Cinta dan pengampunanNya sempurna dalam penyerahan diriNya yang total: “Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” (Luk 23:46).
Saya mengakhiri homili ini dengan sebuah kutipan dari C.S. Lewis (1893-1963). Ia menulis: “Orang ini, dahulu maupun sekarang adalah Putera Allah: atau jika orang ini bukan Putera Allah, mungkin Dia seorang gila atau sesuatu yang lebih buruk. Kamu bisa meneriakiNya dengan sebutan orang bodoh, meludahiNya dan membunuhNya seolah Dia setan; atau kamu akan tersungkur di kakiNya dan menyapaNya Tuhan dan Allah. Tetapi jangan sampai jatuh pada pandangan yang tidak masuk akal mengenai keberadaanNya sebagai guru yang hebat. Dia tidak membiarkan itu”. Mari kita memulai pekan suci ini dengan memandang Yesus yang tersalib. Dia mengasihi kita sampai tuntas. Dia mengampuni dosa dan salah kita karena kita mengimaniNya.
Doa: Tuhan Yesus Kristus, terima kasih atas pengorbananMu bagi kami. Amen
PJ-SDB
Leave a Reply

Leave a Reply