Homili Hari Minggu Paskah V/C – 2013

Hari Minggu Paskah V/C

Kis 14:21b-27
Mzm 145:8-9.10-11.12.13ab
Why 21:1-5a
Yoh 13:31-33a.34-35
Hendaklah Kamu saling mengasihi!

Ada seorang ayah memiliki tiga putra. Masing-masing mereka memiliki karakter yang berbeda-beda, saling melengkapi dan membuat keluarga itu begitu indah. Mereka bertumbuh bersama hingga mencapai usia dewasa, sementara ayahanda terkasih mulai menurun kesehatannya. Ia memanggil mereka ke belakang rumah dan menerangkan kepada mereka semua yang menjadi harta warisan. Ia membaginya kepada mereka secara adil. Setelah membaginya, ia berpesan kepada mereka: “Kalau bapa dipanggil Tuhan, kalian harus saling mengasihi sebagai saudara”. Ketiga anak itu mengamini perkataan sang ayah.

Dalam hidup setiap hari, kita selalu memiliki pengalaman-pengalaman tertentu yang sangat indah. Pengalaman kebersamaan dengan orang tua atau sahabat kenalan yang

banyak kali memberi wejangan untuk saling mengasihi. Memang kenyataan menunjukkan bahwa banyak kali harta warisan menjadi penghalang bagi persekutuan dan persaudaraan. Para murid Yesus pernah mengalami goncangan kebersamaan. Ibu dari anak-anak Zebedeus misalnya, memohon kepada Yesus supaya kelak kedua anaknya yakni Yakobus dan Yohanes boleh mendapat tempat di samping kiri dan kanan Yesus (Mat 20:20). Permohonan ibu ini menimbulkan goncangan kebersamaan dalam komunitas. Yesus mengingatkan mereka bahwa hal yang terpenting adalah kasih yang nyata bahkan melalui kemartiran.

Pada malam perjamuan terakhir Yesus menggunakan kesempatan untuk membasuh kaki para muridNya. Memang hal ini

menarik perhatian kita karena Yesus menunjukkan kasihNya sampai tuntas (Yoh 13:1) dengan berlutut di depan manusia yang berdosa untuk membasuh kaki mereka. Ini adalah tanda pelayanan Yesus sebagai Tuhan di hadapan manusia yang berdosa. Tuhan tetap melayani tanpa membuat perhitungan apa pun dengan manusia. Setelah membasuh kaki para muridNya, Ia mengatakan kepada para muridNya untuk melakukan apa yang sudah dilakukanNya bagi mereka. Yesus berkata: “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan sebab memang Aku adalah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Guru dan Tuhanmu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki” (Yoh 13:13-14).

Selanjutnya Yesus memberikan perintah baru kepada para muridNya. Untuk memberi pemahaman tentang perintah baru maka Yesus memulai dengan mengatakan berita kemuliaanNya: “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah

juga akan mempermuliakan Dia di dalam diriNya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera” (Yoh 13:31-32). Apa maksud Yesus tentang kemuliaan? Dalam pikiran kita kemuliaan itu adalah hal yang agung, semarak, bebas dari penderitaan dan kemalangan. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa kemuliaan Yesus itu diperoleh melalui sengsara, wafat dan kebangkitanNya. Saya ingat perkataan Paus Benediktus XVI bahwa kalau kita memandang salib dari luar, maka hanya kebrutalan yang tergambar dalam pikiran kita. Tetapi kalau kita melihat salib dari dalam maka yang kita temukan adalah cinta kasih tiada batasnya. Yesus dipermuliakan dalam penderitaan sehingga dapat membuat manusia memiliki makna kehidupan.

Untuk mempertegas pengajaranNya maka Yesus berkata: “Aku memberi perintah baru kepadamu yaitu supaya kamu saling mengasihi sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh 13:34). Apabila para rasul saling mengasihi maka mereka patut disebut murid Kristus. Mengapa? Karena Kristus sendiri mengasihi sampai tuntas maka mereka pun harus saling mengasihi.

 

Sikap saling mengasihi sebagai saudara diwujudkan oleh Paulus dan Barnabas dalam karya-karya misioner mereka. Mereka berjalan ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. Perbuatan kasih yang mereka lakukan di tempat-tempat ini adalah menguatkan hati para muridNya, menasihati mereka untuk bertekun dalam iman, bertahan dalam setiap penderitaan. Paulus dan Barnabas juga memilih para penatua melalui doa bersama dan memohon agar Tuhan memberkati para penatua karena mereka inilah yang akan menemani dan melayani jemaat. Mereka juga melewati tanah-tanah misi seperti Pisidia, Pamfilia, Perga, Atalia dan akhirnya masuk ke Antiokhia. Mereka menggunakan kesempatan untuk berbagi pengalaman rohani bersama. Bagi Paulus dan Barnabas, Tuhan telah membuka pintu iman bagi bangsa-bangsa lain melalui pelayanan mereka berdua. Semangat misioner ini menjadi salah satu urgensi bagi Gereja masa kini.

Tuhan mengasihi umat pilihanNya dengan memberikan jaminan hidup kekal. Penulis

Kitab Wahyu mengatakan bahwa akan ada langit dan bumi yang baru. Langit, bumi dan yang baru ada karena yang lama akan lenyap. Yerusalem baru turun dari surga. Konsekuensinya adalah para penghuni Israel harus merasa memiliki Allah dan Allah menjadi milik mereka selamanya. Allah mengasihi sampai tuntas dengan menghapus segala air mata dari mata mereka dan maut tidak ada lagi. Tidak ada lagi perkabungan, ratap tangis dan dukacita sebab segala sesuatu akan berlalu. Janji Tuhan dalam visi Yohanes ini menunjukkan bahwa kasih Tuhan tiada batasnya. Aspek kebaruan sangat penting untuk kita pahami karena rencana Tuhan adalah untuk membaharui segala sesuatu di dalam Kristus.

Sabda Tuhan pada hari ini sama-sama mengatakan satu hal yakni bahwa cinta kasih itu bukan sebuah hal teoritis tetapi sungguh-sungguh menjadi hal yang konkret. Tuhan mengasihi manusia sampai tuntas maka manusia juga hendaknya saling mengasihi sampai tuntas. Cinta kasih sampai tuntas ini mengandaikan pengorbanan diri yang besar. Misalnya dalam hidup Paulus dan Barnabas dalam komunitas gereja purba. Mereka berdua melakukan perjalanan misioner, tak kenal lelah untuk Kristus dan InjilNya. Cinta kasih menjadi nyata dan sempurna ketika Tuhan menjadikan segalanya baik adanya. Segala sesuatu diciptakan baru di dalam Kristus. Mari kita ingat dan merenungkan kata-kata Yesus ini: “Hendaknya kalian saling mengasihi” (Yoh 13:34).
Doa: Tuhan Yesus Kristus, bantulah kami untuk saling mengasihi seperti Engkau telah mengasihi kami. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply