Renungan 15 Agustus 2013

Hari Kamis, Pekan Biasa XIX
Yos 3:7-10a.11.13-17
Mzm 114:1-2.3-4.5-6
Mat 18:21-19:1

Allah tak pernah ingkar janji!
Kisah Musa dan penyertaannya terhadap umat Isarel sudah berakhir. Namanya tetap dikenang oleh umat Israel. Sebelum meninggal ia masih sempat memanggil Yosua dan memberkatinya. Setelah memberikati, ia berkata kepadanya untuk tetap teguh dan mempercayakan dirinya kepada Yahwe. Ia juga jangan patah hati karena Tuhan Allah tetap menyertainya. Dengan kata-kata ini Musa tutup usia tepat diusianya yang ke 120 dan perkabungan dilakukan selama 30 hari. Yosua pun menerima tongkat estafet dari Musa dan memimpin mereka memasuki tanah terjanji. Pergantian kepemimpinan ini memang sesuai dengan rencana Tuhan.
Pada suatu kesempatan Tuhan bersabda kepada Yosua: “Pada hari inilah Aku mulai membesarkan namamu di mata semua orang Israel, supaya mereka tahu seperti dahulu Aku menyertai Musa, demikian juga Aku akan menyertai engkau.” Yosua, sebuah nama yang berarti Allah menyelamatkan. Allah sungguh-sungguh berkarya di dalam diri Yosua untuk menyelamatkan umat kesayanganNya. Yosua memimpin umat Israel untuk memasuki tanah terjanji. Prosesnya adalah mengundang para imam untuk mengangkat tabut perjanjian. Mereka harus berdiri di tengah-tengah sungai Yordan dan air sungai yang besar dan meluap itu akan berhenti mengalir dan menjadi seperti sebuah bendungan. Umat Israel pun akan melewati tempat yang kering untuk memasuki tanah terjanji. Setelah semua orang menyeberangi sungai itu, maka para imam pengangkat Tabut Perjanjian pun keluar dari dalam sungai Yordan.

Pengalaman memasuki tanah terjanji melewati sungai Yordan yang berhenti mengalir mengingatkan kita pada penyertaan Tuhan bagi umat Israel ketika mereka melewati laut merah. Ketika keluar dari Mesir mereka melewati laut merah, ketika memasuki tanah terjanji mereka melewati sungai Yordan. Bagi orang Yahudi, air itu memang simbol chaos, menakutkan karena mereka mengingat kisah tentang air bah. Demikian juga laut merah, di mana nenek moyang mereka menyaksikan kuasa Allah yang menenggelamkan para prajurit Mesir. Tetapi pemikiran baru yang sedang dialami oleh umat Israel adalah air itu ternyata menyelamatkan. Nenek moyang mereka melewati tanah yang kering di laut merah dan sekarang mereka juga merasakan tanah kering di sungai Yordan. Mereka mau disadarkan Tuhan untuk merasakan keselamatan yang datang dari Allah sendiri. Pengalaman ini juga mau mengingatkan mereka bahwa meskipun mereka selalu menggerutu melawan Tuhan, tetapi kini Tuhan menepati janjiNya dan mereka akan memiliki tanah baru yang penuh susu dan madunya. Tuhan tidak pernah ingkar janji!

Dalam kacamata Kristiani, pengalaman umat Israel memasuki tanah terjanji melewati laut merah dan sungai  Yordan itu sama dengan pengalaman umat kristiani dikuduskan pada hari pembaptisan. Memang ketika dibaptis dalam nama Tritunggal Mahakudus, kita semua dikuduskan menjadi ciptaan baru di dalam Kristus. Kristus telah wafat bagi kita, kita juga mati karena dosa-dosa kita. Yesus Kristus bangkit, kita juga bangkit bersama Dia. Sakramen pembaptisan sebagai saat dikuduskan harus selalu dikenang. Banyak di antara kita pasti lupa hari pembaptisannya. Padahal hari pembaptisan adalah hari di mana kita pertama kali dikuduskan di dalam Tuhan. Kita masuk menjadi satu keluarga dengan Tuhan sendiri.

Tuhan sangat memperhatikan umat Israel. Ia melupakan semua dosa dan salah yang sudah pernah dilakukan oleh mereka. Memang Tuhan tidak pernah memperhatikan dosa-dosa kita, ia hanya melihat iman kita kepadaNya. Sebagai manusia banyak kali kita membuat perhitungan-perhitungan tertentu dalam melayani dan mengasihi sesama. Masih ada niat untuk mengingat masa lalu, dosa-dosa dan sulit untuk mengampuni sesama yang telah berdosa terhadap kita. Inilah letak perbedaan antara Tuhan dan manusia: Tuhan mengampuni tanpa batas, kita mengampuni dengan perhitungan tertentu. Mari kita belajar menjadi serupa dengan Tuhan yang menampuni tanpa batas.

Dalam bacaan Injil hari ini, Penginjil Matius menceritakan bahwa Petrus datang kepada Yesus dan bertanya: “Tuhan, sampai berapa kalikah aku mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadapku? Sampai tujuh kalikah?” Perhatikanlah, Petrus sedang menggunakan perhitungan secara matematis untuk mengampuni saudara yang berdosa. Bagaimana dengan Tuhan? Tuhan Yesus tidak menggunakan perhitungan matematis. Ia hanya menjawab Petrus, “Bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Bagi Tuhan, mengampuni itu tidak memiliki batas ruang dan waktu. Tuhan mengampuni manusia secara total karena ia sendiri mahapengampun. Bagaimana dengan kita? Karena kita pun mengalami pengampunan tanpa batas dari Tuhan, maka tugas kita sekarang adalah mengampuni sesama tanpa batas. Ingatlah bahwa Tuhan sendiri sudah mengampunimu maka ampunilah juga saudara yang berdosa terhadapmu. Tuhan maharahim dan murah hati maka bermurah hatilah terhadap sesama. Bermurah hatilah terhadap musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

Doa: Tuhan, terima kasih atas kemurahan hatiMu, yang selalu mengampuni dan memelihara kami. Hantarlah kami untuk ikut menikmati tanah terjanji yang sudah Engkau janjikan melalui Yesus PutraMu terkasih, yakni Surga di mana kami berada bersama Engkau selama-lamanya. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply