Homili 21 Desember 2013

Hari Sabtu, 21 Desember 2013

Zef 3:14-18a

Mzm 33:2-3.11-12.20-21

Luk 1:39-45

 

Apakah ada sukacita?

 

 

Fr. JohnBeberapa bulan yang lalu saya membaptis seorang pemuda bernama baptis Rafael. Ia menyiapkan diri sebagai katekumen selama satu tahun. Ia mengatakan kepadaku sebelum dibaptis bahwa ia memiliki kerinduan yang besar untuk menerima Yesus di dalam hidupnya dan pada hari itu adalah saat yang tepat baginya. Upacara pembaptisan berjalan dengan lancar. Ketika dibaptis ia terharu dan menangis. Ketika menerima komuni pertama ia berlutut dan mengatakan rasa syukurnya: “Terima kasih Tuhan Yesus”. Ketika keluar dari kapel, ia meloncat kegirangan dan dengan suara lantang ia berkata: “I belong to Jesus”. Rafael hanyalah salah satu contoh orang muda yang menunjukkan sukacitanya kepada Tuhan Yesus karena impiannya menjadi kenyataan. Kerinduannya bertahun-tahun untuk dibaptis dan menerima Yesus menjadi kenyataan. Di banyak tempat, orang selalu bersukacita ketika menerima sakramen tertentu di dalam Gereja Katolik. Sakramen sebagai tanda keselamatan yang Tuhan anugerahkan kepada manusia memang patut disyukuri. Misalnya, ketika seorang anak dibaptis atau menerima komuni pertama selalu dipestakan dengan meriah, hampir sama dengan sakramen perkawinan.

Dalam masa novena menjelang Natal ini kita semua diarahkan oleh Tuhan melalui SabdaNya untuk bergembira atau bersukacita karena Tuhan sudah dekat. Di dalam Kitab Perjanjian Lama, para nabi selalu bernubuat untuk menghibur umat Perjanjian Lama supaya selalu bergembira dan bersukacita. Zefanya dalam bacaan pertama hari ini bernubuat: “Bersorak sorailah, hai puteri Sion, bertempik soraklah hai Israel! Bersukacitalah dan beria-rialah dengan segenap hati, hai puteri Yerusalem. Tuhan telah menyingkirkan hukuman yang jatuh atasmu, telah menebas binasa musuhmu. Raja Israel yakni Tuhan, ada di antaramu; engkau tidak takut kepada malapetaka lagi” (Zef 3:14-15). Zefanya meyakinkan Israel untuk bersukacita karena kasih Tuhan melimpah bagi mereka. Dosa dan salah mereka sudah dihapuskan oleh Tuhan. Para musuh pun di lenyapkan olehNya.

Tuhan juga membuat Israel bertambah sukacitanya ketika Ia mengingatkan mereka supaya jangan takut dan tangan mereka tidak menjadi lemah dan lesu. Mereka juga patut bersukacita karena Tuhan adalah pahlawan, Ia tinggal di tengah-tengah mereka dan membaharui mereka dengan kasihNya. Tuhan selalu memegang janjiNya. Ia tidak pernah lupa akan janji untuk menyelamatkan umatNya. Janji Tuhan menjadi sempurna dalam diri Yesus Kristus PuteraNya. Ia datang ke dunia sebagai Imanuel dan mewartakan kabar sukacita kepada kaum miskin. Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan dan Ia sudah dekat. Untuk itulah setiap pribadi diajak untuk bersukacita.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah perjalanan Bunda Maria dari Nazareth ke Ayin Karim untuk mengunjungi Elizabeth saudarinya. Perjumpaan ini mengandung makna tersendiri. Di pihak Bunda Maria: Ia sangat bersukacita karena barusan menerima khabar sukacita dari Malaikat Gabriel bahwa ia mengandung dari Roh Kudus. Ini berarti Bunda Maria penuh dengan Roh Kudus dan salah satu buah dari Roh Kudus adalah sukacitanya (Gal 5:22). Pada saat yang sama Bunda Maria juga mendengar khabar sukacita bahwa Elisabeth saudaranya yang dikatakan orang mandul sedang mengandung. Oleh karena itu Bunda Maria membawa sumber sukacita yakni Yesus kepada Elizabeth dalam wujud mengunjungi dan melayaninya selama tiga bulan. Bunda Maria disapa Elizabeth “berbahagia” karena imannya kepada Tuhan amatlah besar. Di pihak Elizabeth, ia memang pernah merasa tertekan karena banyak orang mengatakan bahwa ia mandul. Perjumpaannya dengan Maria yang disapanya “Ibu Tuhanku” membuatnya penuh dengan Roh Kudus dan bersukacita dalam Roh. Yohanes Pembaptis di dalam rahimnya pun bersukacita dalam Roh sehingga melonjak kegirangan. Mengapa Yohanes kegirangan? Karena ia berjumpa dengan Yesus. Di masa depan Yohaneslah yang akan menyiapkan jalan bagi kedatangan Yesus Kristus di tengah umatNya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk mengerti dan menghayati sukacita di dalam hidup setiap hari. Sukacita dalam bahasa Yunani disebut chara dari kata charis yang berarti rahmat. Sukacita atau chara dihasilkan oleh charis Allah. Sukacita sebagai buah Roh Kudus itu sifatnya kekal bukan sementara karena berasal dari Tuhan sendiri. St. Paulus mengajak kita untuk bersukacita di dalam Roh Kudus. Nehemia berkata: “Bersukacitalah karena Tuhan adalah perlindungan kita” (Neh 8:10). Sukacita dari Tuhan ini bukan semata-mata menjadi milik kita tetapi kita punya misi untuk membawanya, membaginya kepada sesama yang paling membutuhkan. Apakah ada sukacita di dalam hatimu?

Doa: Tuhan, tambahkanlah sukacita di dalam hati kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply